Bacaan Ekaristi:
Yeh 18:25-28; Filipi 2:1-11; Matius 21:28-32
BERANI BERJANJI DAN MELAKUKAN
Dalam misa streaming ada beberapa intensi doa yang menarik perhatian saya. Mohon doa untuk ini, itu dan sebagainya. Salah satunya adalah mohon doa supaya Si A membayar hutangnya. Jadi saya membayangkan, ada yang meminjam uang menjadi hutang, dan berjanji untuk membayarnya. Rupanya janji tinggal janji. Hutang tidak dilunasi saat waktunya. Entah karena lupa atau memang uang untuk membayarnya belum ada.
Dunia kini dan dunia masa dulu rupanya tidak jauh berbeda, apalagi jika berbicara mengenai janji. Dalam sebuah masyarakat saya kira mutlak diperlukan sebuah perjanjian atau kesepakatan yang harus ditaati dan dilakukan. Karena kalau tidak dilakukan akan menimbulkan kekacauan. Contoh di jalan raya. Lampu merah, kuning dan hijau adalah sebuah perjanjian antara kita. Kalau kamu merah kamu berhenti, saya hijau jalan. Kalau sen kiri artinya mau belok kiri, bukan belok kanan. Tapi ya kadang-kadang kita pun suka melanggar itu di saat-saat tertentu.
Hubungan kita dengan Tuhan juga sadar atau tidak sadar dipenuhi dengan perjanjian. Mulai sejak awal dibaptis – kecil maupun dewasa – ada rumusan perjanjian. Krisma, pengakuan dosa, komuni pertama, bahkan sampai perkawinan dan juga imamat semua sarat dengan perjanjian. Dan ingat, sudah berapa banyak kata YA kita ucapkan dalam perjanjian kita kepada Allah. Bersediakah anda? Ya saya bersedia. Berjanjikah anda? Ya saya berjanji. Pada saat itu sebetulnya kita berbuat seperti anak di hadapan Bapa dalam bacaan Injil hari ini. Baik Bapa. Nah sisanya kita bisa menilai sendiri, melaksanakan janji atau tidak?
—
Kitab Yehezkiel dalam bacaan pertama hari ini menegaskan pentingnya sikap berbalik kepada Tuhan. Pertobatan adalah sebuah sikap, bukan hanya sekedar perkataan. Sikap yang dituntut Allah adalah berbalik melakukan keadilan dan kebenaran. Berbuat adil dan berbuat benar. Sikap inilah yang berbuah kehidupan.
Dalam Bacaan Kedua, St Paulus mengajak jemaat untuk bertindak sesuai semangat inkarnasi Kristus. Dia yang dalam rupa Allah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama seperti manusia, merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati. Demikianlah semangat yang sama diharapkan ada dalam diri setiap jemaat. Menjadi sehati sepikir, rendah hati dan mendahulukan kepentingan orang lain disamping kepentingan diri sendiri.
Bacaan Injil hari ini menggambarkan sikap Allah yang terbuka kepada siapa saja yang mau berbalik melakukan kehendak-Nya. Dan itu digambarkan lewat perbandingan antara imam-imam kepala dengan para pendosa yang bertobat. Pertanyaan berikutnya, apa tanda-tandanya kita mengalami pertobatan? Dari yang tadinya berkata, “Tidak” tetapi akhirnya menyesal dan melakukan kehendak Bapa-Nya juga. Mau merendahkan diri sebagai hamba di hadapan Bapa di surga.
– RA –