Yesaya 22:19-23
Roma 11:33-36
Matius 16:13-20
MESIAS, ANAK ALLAH = ANAK MANUSIA?
Saat tiba di daerah Kaisarea Filipi (lihat peta sebelah) tiba-tiba – tak ada angin, tak ada hujan – Yesus bertanya kepada para murid, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?”. Kita jangan langsung menduga bahwa Yesus sedang bertanya apa kata-kata orang tentang diri-Nya. Belum sampai sana. Mungkin saja “Anak Manusia” yang dimaksud pada awal pertanyaan ini bukan tentang Yesus. Tapi tentang “Anak Manusia” yang terdapat dalam Nubuat Daniel.
“Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” (Daniel 7:13-14).
Bisa jadi, saat itu, di kalangan orang Yahudi sendiri menerka-nerka siapa gerangan yang dimaksud Anak Manusia oleh Nubuat Daniel ini? Siapakah Dia, yang datang dari awan-awan di langit. Siapakah Dia, yang diberikan kekuasaan dan kemuliaan sebagai raja! Siapakah Dia itu? Siapa yang ada dalam pikiran orang-orang akan diserahi Kekuasaan dan Kemuliaan Bapa yang Mahatinggi dalam Kerajaan-Nya yang kekal dan tidak akan musnah?
Oh itu. Ada yang bilang, Anak Manusia yang dimaksud itu adalah Yohanes Pembaptis. Ada lagi yang bilang Elia. Ada lagi yang bilang Yeremia – atau salah seorang nabi.
Lah, terus siapa dong?
Gak tau, pokoknya salah seorang dari para nabi terdahulu itulah sang “Anak Manusia” yang dimaksud dalam Nubuat Daniel.
—
Pertanyaan Yesus dilanjutkan, sekarang, “Menurut kamu, siapakah Aku ini?”.
Saya membayangkan, dengan bahasa lain, Yesus hendak bertanya kepada mereka, “Menurut kamu, setelah kalian melihat apa yang Aku lakukan, Aku katakan dan perbuat, apakah Aku klop dengan “Anak Manusia” sesuai Nubuat Daniel itu? Bahwa Akulah yang akan diserahi segala kuasa dan kemuliaan dan memerintah sebagai raja?”
Saya yakin para murid ada yang takut dan ragu-ragu. Saya membayangkan ada beberapa di antara mereka berpikir, “Wah, offside nih orang! Pede bener lu!” Bahkan mungkin ada yang sebenarnya yakin tapi ragu-ragu untuk menjawab. Memang sih, para murid itu menyaksikan sendiri Yesus mengadakan banyak mukjizat. Tapi apa spesialnya Yesus?
Dia bisa menyembuhkan orang (Mat 12:9-15)? Lah Nabi Elia juga pernah nyembuhin Naaman (2Raj 5:14-15).
Memberi makan banyak orang (Mat 14:13-21)? Lah Musa dulu juga bisa kasih turun manna di padang gurun (Kel 16).
Bisa jalan di atas air (Mat 14:22-33)? Lah buset, bahkan Musa bisa belah air laut merah trus jalan nyebrang dengan ribuan orang (Kel 14:15)?
Trus apa lebihnya Yesus dari nabi-nabi itu? Mungkin begitu pikir para murid yang ragu, takut dan diam.
—
Tiba-tiba, dalam kesunyian, Petrus maju dan mengakui Yesus, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!”. Petrus maju sebagai orang yang percaya. Mungkin dia juga ragu, bingung dan takut. Tapi itu tidak membuat dia diam. Ia berani mengambil sikap iman, maju dan mengakui imannya – di tengah keragu-raguannya.
Apa upahnya menjadi seperti Petrus?
“Berbahagialah engkau, SIMON BIN YUNUS, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga”.
Coba kita ganti, nama SIMON BIN YUNUS dengan nama kita sendiri. Seperti itulah kata-kata Yesus jika kita tetap mau percaya kepada Yesus sebagai juruselamat di tengah keragu-raguaan, ketidakpahaman, ketidakmengertian. Iman yang bertahan itu adalah anugerah dari Bapa, bukan karena kita yang mau percaya. Bapa sendiri yang memilih kita, bukan kita yang memilih Dia.
Pada perikop setelah ini , Petrus mendapat anugerah menyaksikan sendiri Kemuliaan Yesus di atas gunung Tabor. Yesus berubah rupa dalam kemuliaan bersama Musa dan Elia (Mat 17)
—
Yesus sendiri mengakui diri-Nya sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup. Dialah sang “Anak Manusia” yang dinubuatkan Kitab Daniel. Dia yang akan diserahkan kekuasaan dan kemuliaan sebagai Raja dalam Kerajaan Allah di surga.
Lalu Yesus melarang murid-murid untuk memberitahukan ini kepada siapapun. Kadang kita bertanya, kenapa dilarang sih, bukannya bagus disebarkan begitu?
Eh tunggu dulu. Kalau disebarkan saat itu pasti dunia persilatan langsung heboh! Para murid-murid yang adalah saksi mata semua mukjizat saja ragu-ragu menjawab dan menerima. Apalagi yang tidak pernah kenal Yesus, langsung diberitahu bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah – Anak Manusia dalam Nubuat Daniel yang akan datang sebagai Raja????
—
(intermezzo) Tapi rasa saya sih pasti ada yang jadi Lambe Turah trus cerita ke orang banyak. Dan akhirnya berita ini menyebar seperti gosip sampai Yerusalem.
Karena ini yang menyebabkan Yesus disambut kelak di Yerusalem bak seorang Raja (Mat 21). Kok bisa-bisanya orang-orang ini menyambut Yesus seperti menyambut kedatangan raja kalau sebelumnya tidak berita tentang itu?
Bahkan di atas kayu salib Yesus pun tertulis – “Yesus orang Nazaret, Raja orang Yahudi” (Mat 27:37).
Dan alasan yang sama menjadi tuduhan penyaliban-Nya, karena Yesus mengaku sebagai Raja (Mat 27:11).
Ia dipakaikan busana raja dan mahkota duri dan memberi tongkat seperti raja (Mat 27:29)
Gara-gara ini juga orang banyak mengolok-olok Yesus (Mat 27:29, 42).
—
Tapi setelah semuanya selesai, setelah Yesus bangkit sebelum terangkat ke surga, Ia meyakinkan para murid.
“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:18-20).
Emang benar Dialah Anak Allah, Anak Manusia, Raja semesta alam.
Mereka yang percaya akhirnya diutus dan disertai Tuhan.
Jadi begitulah kisahnya. Kadang-kadang di tengah keraguan, kita perlu mengambil sikap iman seperti Petrus. Lepas bebas dari segala ketakutan, kekhawatiran dan keraguan.
Dan orang yang berani mengambil keputusan imannya tidak akan kehilangan ganjarannya.
—
Jadi, kamu gimana?
RA