Bacaan:
Bacaan I: Yer: 20:10-13;
Mzm: 18:2-3a,3bc-4,5-6,7;
Bacaan Injil: Yoh: 10:31-42.
_Si non facio opera Patris Mei, nolite credere mihi_ ;
”Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah kamu percaya kepada-Ku”.
Almarhum pemimpin negara kita pernah berkata: “Ada empat tipe manusia di dunia ini: tipe yang banyak omong dan banyak kerja; tipe sedikit omong dan banyak kerja; tipe sedikit omong dan sedikit kerja; dan tipe banyak omong dan sedikit kerja. Namun setelah diteliti lebih lanjut, ditemukan adanya tipe yang lain: apa yang diomongkan berbeda dengan apa yang dikerjakan”. Dari pernyataan tersebut bisa kita simpulkan, seseorang bisa disebut benar dan berintegritas bila apa yang dikatakan selaras dengan apa yang dikerjakan.
Konsistensi dalam tutur kata dan karya bukanlah sesuatu yang mudah; sebagaimana dialami oleh Yeremia, dia mengalami banyak tantangan bahkan dari sahabat karibnya sendiri. Kita diajak untuk tidak mengandalkan kekuatan manusiawi belaka, tetapi sungguh mengandalakan Tuhan sebagai pahlawan yang gagah yang senantiasa mendengarkan saat kita berseru kepada-Nya. Itulah sebabnya, kita dipanggil untuk meneladan Yesus yang berani menyesuaikan perkataan dan pekerjaan. Apa yang dikatakan itulah yang dikerjakan. Ada keselarasan yang konsisten pada setiap karya Yesus yang membuat kita berani mengatakan bahwa Dia orang benar.
Seorang mistikus berkata: “Melalui perkataanlah hasil pekerjaan kita akan dinilai dan melalui hasil pekerjaanlah, warta akan Karya Allah menjadi hidup”. Pada saat kita mampu menyelaraskan perkataan dan pekerjaan, kita menampilkan jati diri kita sebagai anak-anak Allah. Dalam menghidupi jati diri sebagai anak Allah, kitapun akan dimampukan untuk menemukan dan memaknai pelbagai pengalaman hidup dalam terang kasih Allah. Sebagaimana Yeremia, melalui penderitaan yang dialaminya, Yeremia justru semakin mengenal siapa Allah bagi dirinya.
Penderitaan hanya menjadi kutuk apabila kita malas untuk menemukan berkat dan makna di balik kesulitan tersebut. Tidak jarang permasalahan hidup menjadi batu loncatan yang memampukan pribadi tersebut menjadi manusia yang lebih baik dan tahu bersyukur. Kitapun diajak untuk berani memaknai setiap moment dari pengalaman hidup kita: baik suka-duka; keberhasilan-kegagalan; tawa canda-air mata; dan mensyukurinya sebagai rahmat yang memurnikan dan mendewasakan kita. Dan semuanya itu kita rangkum dalam bingkai Kasih Allah yang senantiasa menyelamatkan.
AY