1Sam 16:1.6-7.10-13a
Ef 5:8-14
Yoh 9:1-41
“Pertobatanmu, untuk dirimu”
Siapa yang pertama kali menerima buah dari pertobatan?
Siapa yang pertama kali mendapatkan kembali imannya dalam pertobatan?
Kamu, Aku, Kita sendiri yang merasakannya. Kita bertobat, untuk diri kita sendiri, bukan untuk orang lain. Demi keselamatan sendiri, demi kebahagiaan dan kedamaian hati. Yang menikmati buah dari kesungguhan pertobatan, ya diri kita sendiri.Â
Namun, seringkali yang meragukan kesungguhan pertobatan kita adalah orang-orang terdekat.
“Kok kamu bisa berubah? kayanya kamu dulu kacau balau, tukang bikin onar kok berubah? Pasti ada maunya ya? Dipaksa orang ya?”
—
Kesembuhan orang buta sejak lahir terjadi di depan mata orang-orang Farisi. Orang ini melek kembali karena Yesus. Ia menjadi percaya. Tapi orang Farisi justru meragukan karya Yesus. Mereka tidak mau percaya kalau karya sehebat itu datang dari orang yang tidak mereka kenal.
Orang yang dimelekkan tidak ambil pusing dengan apa kata orang Farisi. Ia datang kepada Yesus dan menjadi percaya dan sujud menyembah Yesus.Â
Yesus membawa terang, agar hati kita mampu melihat. Hidup di dalam terang yang berbuahkan kebaikan dan kebenaran. Perbuatan kegelapan – yang membutakan – tidak membuahkan apa-apa. Begitu kata Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus.Â
—
Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah, manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.
Tuhan melihat kesungguhan hatimu untuk bertobat, bukan apa yang kamu usahakan supaya kelihatan baik di depan orang.
Tuhan melihat hatimu, mampukah kamu juga melihat hatimu sendiri, atau justru buta?
—
Jadi kamu gimana?
RA