Kej 4:1-15.25
Mrk 8:11-13
Senin, 13 Februari 2023
“Sekarang saya berhenti menggunakan medsos untuk fokus dengan masa depan saya. Karena dengan membuka medsos, yang ada hanya perasaan iri.
’Mengapa dia bisa pergi ke sana? Mengapa dia bisa memiliki ini dan itu? Mengapa dia sukses dan sebagainya?’
Daripada saya jealous, lebih baik saya hentikan dulu itu dan fokus dengan apa yang saya kerjakan. I don’t want to waste my time with this tendency.”
Inilah satu komentar yang muncul dari seorang anak muda di sebuah percakapan singkat.
Menarik sekali.
Ia tahu, ada dorongan dari dalam dirinya yang bisa membuatnya tidak berkembang jadi orang baik. Ia mengenali dorongan ‘jahat’ dalam dirinya dan menutup pintu pada ‘si jahat’ itu sendiri.
Memang, caranya cukup ekstrim, akan tetapi Ini hebat.
Seorang rahib abad awal Gereja, Evagrius, pernah berkata “pikiran dan dorongan buruk itu akan selalu ada dalam diri kita.
Namun, yang menjadi masalah adalah apakah kita menuruti pikiran itu dan jatuh dalam dosa yang lebih besar atau kita menghentikannya.”
Kita tahu, iri hati adalah satu dari tujuh pikiran jahat atau dosa pokok dalam diri kita.
Mengapa disebut dosa pokok? Ya, karena dari dosa ini bisa lahir dosa dan kejahatan lainnya yang jauh lebih besar dan kreatif.
Kisah Kain dan Habel menjadi buktinya.
Kain marah karena persembahannya tidak diindahkan oleh Allah. Padahal Allah sudah bisa membaca kemarahannya dan bertanya,
“Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? … jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu. Dosa itu sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya” (Kej 4:6-7).
Namun, yang terjadi Kain membiarkan marah dan iri hatinya itu berkuasa sehingga ia tega membunuh adik kandungnya sendiri (Kej 4:8). Artinya, iri dan marah itu berujung pada kematian.
Lalu, pertanyaannya sekarang, apakah iri hati itu masih singgah di hati manusia dan di hati kita?
Kita iri hati akan apa atau siapa?
Mengapa?
Coba kenali dengan baik dan lihat bagaimana kita menanggapinya.
Akankah kita jadi Kain masa kini atau kita memutus rasa iri itu dan menjadi seperti pemazmur hari ini yang “mempersembahkan puji syukur kepada Allah sebagai kurban” atas semua yang kita terima (Mzm 50:14).
Semoga iri hati itu dikalahkan dengan rasa syukur yang melekat dalam hati kita.
Mari bersaksi.
Mari berbahagia sebagai orang beriman.
Thank God It’s Monday!
RAB