Natal telah tiba….
Hari kelahiran Sang Juru Selamat yang biasanya dirayakan dengan gegap gempita, gemerlap dan gereja – gereja di penuhi umat yang larut dalam kegembiraan, tahun ini tidak dapat terjadi. Pandemi Covid 19 membuat suasana menjadi berbeda.
Dengan mematuhi protokol kesehatan yang ketat, Perayaan Ekaristi malam Natal dan Hari Raya Natal di Paroki Grogol – gereja St. Kristoforus diselenggarakan secara sederhana.
Kesederhanaan ini tampak dari dekorasi gereja yang minimalis, jumlah umat yang dibatasi serta tidak adanya suara merdu dan syahdu dari Paduan Suara mengiringi jalannya Ekaristi.
Rasa kecewa dan pilu pasti ada di tengah – tengah umat yang merayakan Natal dalam sunyi dan sepi.
Tapi apakah kita perlu larut dalam kekecewaan? Apakah suasana ini mengurangi kekhidmatan perayaan Natal? Sebaliknya……… Suasana ini yang sesungguhnya terjadi di Kandang Betlehem 2000 tahun yang lalu. Sang Juru Selamat lahir di Malam Kudus yang sunyi senyap. Tidak banyak tamu yang hadir. Hanya para gembala sederhana dan tiga Orang Majus yang melawat-Nya.
Natal memang seharusnya dirayakan jauh dari pesta pora. Kita diajak untuk merenungkan kembali bahwa dalam kesederhanaan, kita tetap bisa menampilkan kasih Tuhan kepada siapa saja terlebih yang lemah, kecil, miskin, tersingkir dan disable.
.
.
.
Komsos : Alberto, Bryan, Freddy, Wandy