Oleh: Darian Mulyana
Beberapa bulan terakhir, seluruh dunia dilanda pandemi covid-19. Pandemi ini memaksa kita untuk menaati berbagai protokol kesehatan. Salah satu protokolnya adalah menggunakan masker. Walaupun terbukti secara ilmiah menghambat laju penyebaran covid-19, protokol ini ditolak oleh sebagian orang karena menganggapnya sebagai pelanggaran atas kehendak bebasyang diberi Tuhan. Kehendak bebas merupakan salah satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Lantas, apakah benar bahwa menggunakan masker berarti menolak pemberian Tuhan?
“Manusia itu berakal budi dan karena ia citra Allah, diciptakan dalam kebebasan, ia tuan atas tingkah lakunya” (St. Ireneus, Against Heresies/Adv. Haeres. 4,4,3).
Pertama, kita harus ingat bahwa selain kehendak bebas, Tuhan juga memberikan manusia akal budi untuk berpikir dan hati nurani untuk menentukan benar dan salah. Ketiga hal tersebut harus digunakan secara bersama.
Sebagai seorang mahasiswa kedokteran, saya sungguh mengerti pentingnya kepaduan ketiga hal tersebut. Seorang dokter yang hanya memiliki hati nurani dan kehendak bebas tidak akan bisa mengobati pasiennnya 100% karena ia kurang dalam segi akal budi atau pengetahuannya. Seorang dokter yang hanya memiliki akal budi dan kehendak bebas akan memeras pasiennya dari segi biaya dan melakukan perbuatan-perbuatan keji. Begitu juga seorang dokter yang hanya memiliki akal budi dan hati nurani tanpa kehendak bebas. Dokter tersebut tidak bisa melakukan apapun pada pasien karena ia dibatasi pergerakannya.
Melalui akal budi, kita tahu bahwa menggunakan masker menekan laju penyebaran covid-19. Virus covid-19 menyebar melalui droplet-droplet di udara. Masker membantu kita tidak terkena droplet-droplet tersebut. Melalui hati nurani, kita tahu bahwa menggunakan masker adalah hal yang benar untuk dilakukan. Dengan tidak terinfeksi covid-19, kita memberi ruang bagi para tenaga medis untuk menyelamatkan yang membutuhkan.
Kehendak bebas yang diberi oleh Tuhan merupakan kebebasan yang bertanggung jawab pada diri sendiri, sesama, lingkungan, dan Tuhan sendiri. Oleh sebab itu, marilah kita membiasakan untuk menggunakan masker sebagai cerminan dari citra Allah.
Penulis merupakan mahasiswa semester satu Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.