Temu Mahasiswa Yang Bukan Sekedar Bertemu
Bersatu Indonesia Merdeka merupakan tema dari Temu Mahasiswa PMKAJ (Pastoral Mahasiwa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ) 2018 yang dilangsungkan di Gunung Putri, 1-3 Agustus 2018. Kegiatan ini merupakan ajang perjumpaan Orang Muda Katolik se-universitas di Jakarta untuk bertemu, berdinamika, menerima informasi dan bertindak lanjut dalam membuat project social.
Kegiatan hari pertama diawali dengan Parade Kebhinekaan, kemudian mahasiswa diajak untuk mendengarkan sesi “Panggilan Gereja Dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara” oleh Romo Ignatius Swasono, SJ selaku Romo Moderator. Beliau menjelaskan panggilan Gereja dalam hidup berbangsa dan bernegara sesuai Nota Pastoral KWI 2018.
Pada hari kedua, acara dimulai dengan sesi “Mahasiswa dan Ancaman Keruntuhan Pancasila” yang dibawakan oleh Mikael Gorbacev Dom (Peneliti, Penggiat Lingkungan & Kebangsaan) menyebutkan bahwa untuk menguatkan kembali semangat persatuan dan kebhinekaan diwujudkan dalam kehidupan bermahasiswa sesuai dengan Pancasila dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial secara positif.
Dialog Keagamaan juga dipaparkan oleh ima pembicara lintas agama dan kepercayaan yang mengusung tema “Membangun Kembali Spirit Kebangsaan yang Terkoyakan”. Sesi ini dimoderatori Hieronymus Kopong Bali (Pegiat Komunitas Katolik & Kebangsaan).
Alissa Wahid (Gusdurian) mengatakan “ Untuk mulai bergerak, mari pikirkan kenapa dan mengapa kita perlu bergerak. Jika sudah, caranya pasti akan banyak karena kaum muda itu kreatif. Orang muda perlu terlibat jauh dan melakukan bebapa hal.
Desiana Samosir (Komisi Kepemudaan KWI) menegaskan juga “Kalau hanya mengenal satu warna saja, maka akan punya bloking untuk bertemu dengan orang komunitas yang itu aja. Orang muda Katolik harus punya wajah Gereja & Bangsa yang ditunjukan dalam wajah komunitas, turut berdiskusi dan perbanyak dalam dialog dengan beda agama.”
Kemudian Dewi Kanti dari Kepercayaan Sunda Wiwitan mekankan “Adat dan kebudayaan tetap harus dilestarikan. Berbudaya & beragama perlu seimbang dalam berkehidupan. Seren Taun menjadi tradisi adat Sunda Wiwitan yang juga tradisi kebhinekaan tiap tahun.”
Kemudian Agus Hartono (Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia) juga mengatakan “Pemuda perlu kritis dalam menghadapi keadaan dan tantangan dalam dunia milenial. Semangat kerelawanan dalam Tzu Chi dengan spirit DA AI (Cinta Kasih). Berpegang teguh pada Buddhis bukan hanya beribadah di Vihara, tetapi juga terjun dalam masyarakat.”
Yan Mitha Djaksana ( Perhimpunan Pemuda Hindu) “Orang muda mempunyai tugas yang sangat penting sebagai penerus bangsa, perii kritis dalm mengahadapi keadaan . Perlu juga menciptakan sejarah, supaya tdk terlupakan seperti menulis di media sosial yang positif menanggapi tantangan untuk orang muda dalam dunia milenial ini. “
Peserta juga mengakrabkan diri dengan kegiatan Outbound yang berspiritkan Kemerdekaan. Outbound ini terdiri dari 5 pos di mana setiap peserta dituntut untuk saling bekerjasama menyelesaikan permainannya.
Lalu dilanjutkan dengan kesepakatan Project Social. Pada sesi ini peserta merancang dan akan merealisasikan beberapa action plan dalam kurun waktu 1 tahun kedepan secara Bersama diantaranya Interaksi Keagamaan, Kampanye Media Sosial, Bakti Sosial, dan Buka Bersama & Seminar. (VR-LB)