Judul catatan ini adalah kalimat pertama dari Konstitusi Pastoral Tentang Gereja Di Dunia Dewasa Ini, no. 52. Judul itu memberi kesan besar, dalam arti sangat bagus tetapi sekaligus tidak terlalu jelas maksudnya. Di dalam ajaran itu antara lain dikatakan, “Melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga bila nanti sudah dewasa mereka mampu penuh tanggung jawab mengikuti panggilan mereka, juga panggilan religius, serta memilih status hidup mereka”. Tentu judul itu dapat ditafsirkan atau dimaknai secara kreatif.
Salah satu yang mungkin dapat dipertimbangkan adalah dengan mengajar anak-anak sejak kecil untuk menggunakan tiga kata bermakna ini : terima kasih, tolong, maaf.
Tiga kata itu sudah banyak diulas dengan berbagai macam cara oleh para ahli ilmu jiwa, para motivator, bahkan Paus Fransiskus juga menggunakan tiga kata itu dalam salah satu wejangan yang diberikannya. Pada tanggal 14 Februari 2014 beliau mengajak keluarga-keluarga untuk menjaga keutuhan keluarga antara lain dengan mempribadikan tiga kata itu.
Kemampuan berterima kasih adalah salah satu tanda kedewasaan pribadi seseorang. Seorang anak yang diberi permen dan tidak mengucapkan terima kasih, akan diajari oleh ibu, bapak atau kakaknya untuk mengucapkan terima kasih. Terus seperti itu, sampai anak itu tanpa disuruh dapat mengucapkan terima kasih. Artinya, dia sudah berkembang menjadi pribadi yang semakin matang.
Kata “tolong” dapat dimengerti sebagai ungkapan penghargaan terhadap martabat pribadi orang yang kita ajak bicara. Seorang pembesar dapat saja menyuruh pegawainya dengan kasar untuk melalukan sesuatu, bahkan mungkin dengan ancaman. Dengan cara itu mungkin ia ingin menunjukkan kuasanya; tetapi pasti bukan martabatnya. Lain halnya kalau ia mengatakan maksudnya mulai dengan kata “tolong”. Yang dimintai tolong pasti akan merasa dihormati dan dihargai martabatnya.
Sementara itu tidak sedikit orang yang merasa bahwa minta “maaf” berarti merendahkan diri, kalah. Maka tidak jarang kita mendengar orang mengatakan, “saya tidak sudi minta maaf”. Padahal keutuhan pribadi seseorang antara lain ditentukan oleh kemampuannya minta maaf.
Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda, keluarga dan komunitas Anda.
+ I. Suharyo (Uskup Keuskupan Agung Jakarta). (*)