Keluarga-keluarga yang terkasih,
Memasuki Tahun Yubileum Luar Biasa Kerahiman Allah sungguh membuat kita menjadi sadar, betapa Gereja ingin mendekatkan kita dengan Allah tanpa batas waktu dan dengan murah hati menyampaikan betapa Allah sudah ingin membagikan berkat-Nya meskipun waktunya belum tiba menurut hitungan manusia. Tahun yubileum menjadi tahun yang membawa syukur, sebab Allah berkenan segera mengunjungi umat-Nya!
Apakah sejauh ini kita merasa ada Allah yang mendekati kita dengan kasih-Nya? Apakah kerahiman Allah itu begitu terasa dan mempengaruhi hidup keluarga kita sehari-hari? Dengan cara yang paling sederhana kita ingin merasakan kerahiman Allah ini dalam hidup sehari-hari. Batin kita sungguh rindu didekati Allah. Menghadapi persoalan menjadi lebih ringan kalau Allah terasa begitu dekat dan menyentuh kita.
Dunia tidak mendekatkan kita kepada Allah. Dunia mengarahkan kita pada kekuatan kita sendiri. Dengan berbagai kekuatan dan kehebatan teknologi dan penemuan, kita semakin diingatkan bahwa kita mempunyai daya dan kekuatan yang semakin hebat, seakan-akan kita dapat melakukan semuanya sendiri. Kebanyakan penemuan dan pemikiran mengarahkan kita bukan pada kesadaran sebagai makhluk ciptaan, melain kepada kemampuan yang terus dapat digali dan dikembangkan sehingga kita bahkan dapat mengabaikan kenyataan lain: manusia itu terbatas, dan batasnya adalah kemahakuasaan Allah.
Sehebat apapun kita dalam hidup ini. Semakmur apapun hidup kita, tetaplah kita terbatas pada situasi yang tak kita mengerti. Kita masih dapat merasa sakit. Kita dapat terhibur oleh hal-hal yang tak masuk akal; kita masih rindu cinta kasih yang tak terbayar dengan apapun juga; bahkan hati kita dapat berkobar karena pengalaman diterima dan dimengerti. Sehebat apapun kita, kita masih akan mengalami rasa sakit, rasa sedih, dan dan seringkali rasa sepi di tengah-tengah perasaan mahabisa kita itu.
Syukurlah Allah itu Pribadi yang Mahasabar. Ia mengerti bahwa kita terbatas, juga terbatas pengetahuan rohani kita. Kepongahan kita sering kali diatasi dengan pengalaman-pengalaman sederhana yang mengantar kita sampai pada kesadaran bahwa kita terbatas. Ada banyak hal yang kita tidak bisa dan hanya Allah yang bisa. Keluarga kita pun dilanda pengalaman berjuta tentang Allah yang baik ini. I Yoh.5:3 mengatakan, “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat,..”
Saat menekuni pekerjaan saya sebagai seorang pemerhati dan pelayan pastoral keluarga, sering saya merasa tidak berdaya . Tidak sedikit masalah tampak tak mungkin ditangani dan mustahil diperbaiki atau disembuhkan, karena luka yang terlalu dalam dari pihak yang satu kepada pihak lain dalam keluarga. Perselingkuhan yang menahun, anak yang terkena KDRT, isteri yang ditinggal kawin lagi suaminya, atau kemiskinan yang memukul ekonomi keluarga. Saya tidak berdaya. I Kor.2:5 mengingatkan saya, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.
Tetapi ketika Tuhan mengingatkan, “Mengapa harus kamu yang menyelesaikan?” Saya jadi merasa malu. Sebagai seorang pemerhati yang mendapat pendidikan khusus, saya sungguh tidak berdaya. Saya tidak mungkin hanya menerapkan ilmu-ilmu yang saya peroleh dalam setiap kasus yang kadang mengerikan. Di tengah proses konseling, kadang saya merasa gamang, tidak yakin, bahwa kata-kata saya ada gunanya. Sering justru saya merasa kagum “Betapa kuatnya orang ini?!!!”
Hidup kita tidak ditentukan seberapa besar penderitaan menerpa. Kita tidak dibatasi oleh seberapa banyak kesedihan memukul kita. Akan tetapi kita hidup dari iman akan Allah yang tidak menjanjikan hidup yang selalu menyenangkan hanya untuk membuktikan bahwa Dia ada. Inilah janji itu, Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. (I Pet.II:19). Percaya berarti tetap bertekun meski pengalaman terasa pahit dan menantang.
Dalam pertanyaan itu, saya menemukan Allah Yang Maharahim bekerja. Hati saya begitu bahagia menyaksikan beberapa pasangan kembali bersama. Saya merasa lega karena mereka tidak hanya mendengarkan saya, tetapi lebih mendengarkan suara hati yang baik yang Allah berikan kepada mereka. Saat itulah saya menjadi semakin sadar, semua ini adalah karya kerahiman Allah yang begitu besar buat keluarga-keluarga itu dan saya. Puji Tuhan!
Seandainya keluarga-keluarga berkenan didampingi oleh Allah secara pribadi dan seandainya mereka menyediakan diri untuk dihibur oleh Allah dalam retret dan rekoleksi keluarga, saya percaya mereka akan melihat betapa baiknya Allah kita. Kekurangan kita bukanlah iman, melainkan waktu. Kita kurang waktu bercengkrama dengan Pencipta kita. Keterbatasan kita hanya dapat didobrak melalui pengenalan akan kehendak Allah yang tersembunyi. Berdoa, berbicara dengan Allah melalui waktu suci, akan dapat membuat kita mengenali suara suci itu dalam hati nurani kita.
Allah Yang Maharahim itu masih ada. Ia masih membisikkan kata-kata cinta kepada kita. Ia masih memperdengarkan suara-Nya dalam kebisingan hidup sehari-hari. Lihatlah betapa baiknya Tuhan! Percayalah kepada Tuhan, meskipun dunia mendesakmu untuk hanya terikat padanya (pada dunia). Kebingungan telah menelantarkan hidup sejati kita di hadapan Allah. Kesibukan bisa menjadi alat setan untuk mengesampingkan hati kita mendengar “suara KASIH” dari Allah yang rindu diajak turut campur tangan.
2 Timotius 1:7 mengatakan, Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Setan hanya mengarahkan kita pada ketakutan dan kekuatiran yang tidak menyelesaikan apa-apa, tetapi perasaan dekat dengan Allah meneguhkan kita, bahwa kita mempunyai Allah Yang Kuat dan Maharahim.
Keluarga-keluarga terkasih, mari mengembalikan iman. Marilah menyerahkan seluruh keluarga kepada Allah. Jangan biarkan iman kita dibiarkan merana dalam kegalauan dunia yang tak tentu arahnya. Berikan waktu kita untuk Tuhan barang sejenak. Ikutlah Ekaristi dengan sungguh hati dan gembira, ajaklah seluruh keluarga mengalami Allah yang datang. Semoga dunia menjadi lebih baik mulai dari diri kita dan orang-orang yang kita kasihi dalam keluarga.
Salam Keluarga Kudus
Alexander Erwin MSF
Komisi Kerasulan Keluarga KAJ
Gedung Karya Pastoral
Jl. Katedral 7
Jakarta10710