Perjuangan panjang Gereja Katolik di Malaysia untuk terus memakai kata “Allah” dalam majalah mingguan Herald selesai pada Rabu sesudah pengajuan bandingnya dihentikan.
Lima hakim yang dipimpin oleh Tan Sri Abdull Hamid Embong dengan cara bulat menyatakan bahwa ada ketidakadilan prosedural. Dia memberikan bahwa ambang batas untuk review belum tercukupi.
Suatu panel beranggotakan tujuh hakim Pengadilan Federal pada 23 Juni 2014, memberhentikan banding Gereja untuk ajukan banding ke Pengadilan Banding dalam hal melarang Herald memakai kata “Allah”.
Hakim Agung Tun Arifin Zakaria yaitu diantara empat hakim panel yang sepakat memberhentikan banding Gereja, Sedangkan tiga hakim yang lain tak sepakat.
Untuk memperjuangkan hak untuk memakai kata “Allah” di Herald, editornya Pastor Lawrence Andrew menyatakan kekecewaan berkenaan penghentian banding oleh Pengadilan Federal, yang menurut dia bakal mengakibatkan kerusakan hak-hak minoritas. Akan terjadi penindasan tirani; akan meningkatkan tindak intoleransi di Malaysia.
Pastor Andrew mengharapkan bahwa hak-hak minoritas, termasuk juga orang-orang miskin serta kurang mampu, tak bisa diinjak-injak.
Saat ditanya perihal alasan pengacara dari grup Muslim berkenaan penghentian banding itu, yaitu adalah ditujukan tidak untuk “membuka luka lama serta mengakibatkan keresahan orang-orang muslim”. Menurut pastor Andrew, ia tak tahu bagaimana hubungan “membuka luka lama serta keresahan” dengan topik penggunaan kata “Allah” pada majalah Herald, ini lantaran kata “Allah” sendiri sudah dipakai ratusan tahun lamanya oleh orang Kristen di Malaysia.
“Melayu sudah jadi bahasa dalam Gereja di Malaysia dan Indonesia dan bangsa serumpun, sepanjang beratus-ratus tahun dan saya sudah tunjukkan bukti (bahwa Bhs Malaysia) telah jadi bhs ibadat sepanjang beberapa ratus th. di buku Misa, ” tuturnya. “Dan sampai kini tak ada permasalahan apa pun, jadi saya tak lihat kemungkinan menghidupkan permasalahan. ”
Kata “Allah” dipakai dengan cara luas oleh beberapa orang Kristen di Sabah serta Sarawak serta Gereja memiliki pendapat bahwa larangan pemakaiannya di Herald adalah pelanggaran kebebasan beragama serta berekspresi.
Tokoh Gereja Cyrus Das menyampaikan bahwa masalah hak-hak konstitusional golongan minoritas masih tetap dapat memperolehnya.
“Ada permasalahan konstitusional yang lain yang belum diakukan, serta ini bisa dikerjakan dalam masalah lain, ” kata Das diluar ruangan sidang.
Politisi Malaysian Chinese Association (MCA) Gan Peng Sieu, yang juga seseorang pengacara, menuturkan penghentian banding di Pengadilan Federal pada Rabu juga sebagai suatu ketidakadilan.
“Orang-orang menginginkan Pengadilan Federal untuk berbuat lebih banyak lantaran ini adalah diluar politik, pekerjaan dari Pengadilan Federal yaitu melestarikan serta mempertahankan Konstitusi Federal serta sekarang ini permasalahan kata ‘Allah’ tak lagi ada gunanya untuk negara, ” kata Gan.
Gan juga menyampaikan bahwa orang awam serta golongan agama bakal menyimpulkan bahwa permasalahan ini sudah selesai dengan ketentuan pada Rabu.
?Datuk Zainul Rijal Abu Bakar, ketua Asosiasi Pengacara Muslim, nampaknya sepakat, seraya menyampaikan bahwa ketentuan itu cuma terbatas pada Herald, berarti Gereja tak bisa memakai kata “Allah” dalam publikasi.
“Komunitas Muslim Malaysia tak sukai bila kata ‘Allah’ dipakai non-Muslim. Berbeda dengan bangsa serumpunya Indonesia, yang secara sosio agama lebih dewasa”.