Kebersamaan adalah kekuatan,
Ketika manusia merasa sendiri di keramaian
Karena kehadiran formal bukan impian keluarga
Meskipun kota kita membutuhkannya
Mari mencintai sekali lagi keluarga kita
Membiarkan pelukan kemanjaan anak-anak
Dan kemesraan pasangan menjadi pesta
Kamu pasti tahu bagaimana rasanya
Semoga kamu tidak pernah lupa
Keluarga-keluarga Katolik yang terkasih,
Senang sekali kita mengingat kebersamaan semasa liburan kemarin. Kita dan seluruh keluarga menikmati acara bersama yang mengakrabkan dan membangun persaudaraan yang utuh dan asli. Bukankah liburan membuat kita bisa recharge kekuatan pribadi juga? Seperti batere HP kita yang kita sambungkan di powerbank, kita menemukan kesejatian hidup bersama orang yang kita sayangi di dalam keluarga.
Pada waktu kita mulai sibuk dalam pekerjaan masing-masing, semoga kita tidak lupa kebutuhan waktu bersama ini. Meskipun tuntutan hidup dan ekonomi kadang memacu semangat “ke luar rumah”, ingatlah bahwa hidup Anda tidak di sana, melainkan di dalam keluarga. Mungkin ini kebijaksanaan pertama yang perlu kita sadari bersama.
Dalam pertemuan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) yang baru lalu, kami mendapat pengajaran dan pencerahan perlunya suatu kesadaran akan pentingnya dan tantangan gadget yang masuk di rumah kita. Bahkan di rumah pun kita bisa “berada di luar” karena gadget merebut perhatian kita sehingga kita menambah lagi waktu terpisah kita dengan orang-orang yang terdekat dengan kita.
Gadget semestinya dapat dipakai sebagai alat komunikasi yang membuat hidup kita semakin nyaman, bukan menambah berat beban hidup. Fasilitas yang semula menjadi sarana ini telah “mengganggu” hidup bersama karena kita kurang peka pada prioritas waktu kita sendiri. Kita bisa habis mengoperasikan gadget dan menarik orang-orang di luar rumah, padahal mereka yang dekat kita abaikan. Apa yang kita cari?
Kesepian bisa semakin melanda anggota keluarga, karena hidup dalam dunia virtual (tidak nyata) dan merasa memiliki segalanya. Banyak orang yang kecanduan teknologi kehilangan kemampuan berkomunikasi dan sisi menarik alami dirinya. Ia sibuk dengan benda mati yang seakan hidup itu dan meninggalkan kebutuhan tersambung dengan orang-orang hidup di sekelilingnya. Hidup bersama jadi tidak menarik, karena setiap orang saling mengabaikan dan saling membangun dunia mayanya sendiri.
Kalau Tuhan Yesus saja menginginkan kita selalu berada dalam persekutuan, dalam Matius 18:20, dikatakan “..di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Sabda ini barangkali banyak benarnya, karena kita bisa sangat asyik berjejaring sendiri dan lupa membangun jaringan dalam keluarga inti (Suami, isteri, anak-anak). Kesulitan dan gangguan mudah muncul karena kita sendiri, tanpa kontrol dari orang lain.
Sebuah kebersamaan dibangun dari komitmen bersama, berjanji untuk bertemu secara periodik dalam suatu minggu dan menikmati waktu bersama yang indah. Waktu bersama anak-anak sangat terbatas, mereka selalu beranjak dewasa dan suasana setiap hari berubah. Apakah kita mau kehilangan momen yang tak terlupakan bersama mereka? Masa depan masih besok hari, tetapi hari ini adalah untuk hari ini. Kita tidak boleh mengabaikan saat demi saat dalam keluarga.
Saya merindukan keluarga-keluarga Katolik makin terbiasa berdoa bersama. Berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, dan berdoa sebelum bekerja adalah cara-cara praktis agar doa bersama jadi habit yang membuat Tuhan Yesus makin terlihat nyata. Rumah tanpa Tuhan pasti akan terlunta-lunta meskipun penuh harta. Rumah bersama Tuhan pasti terberkati, jika selalu bersama-Nya dan bersama seluruh anggotanya.
Selamat datang masa sekolah, selamat menjelang liburan tambahan pada hari raya Idul Fitri yang akan datang. Semoga di masa hari raya saudara-saudara muslim, anak-anak dan seluruh keluarga juga diajari hidup dalam damai dan kerukunan antar umat beragama. Kita ingin menampilkan keluarga Katolik yang bersahaja, ramah, dan penuh persaudaraan dan kasih.
Tuhan memberkati kita semua.
Salam dalam Yesus, Maria, dan Yusuf
Alexander Erwin MSF