Home Blog Page 95

1 Mei 2016 Launching Rosario Merah Putih di Paroki Katedral dihadiri Ribuan Umat

Bulan Maria di tahun 2016 ini diawali dengan moment spesial yaitu launching Rosario Merah Putih oleh Uskup Agung Jakarta Mgr Suharyo di Gereja Katedral Jakarta pada hari Minggu, 1 Mei 2016 pukul 16.25.
“Rosario Merah Putih” merupakan salah satu wujud gerakan “Amalkan Pancasila” dari Arah Dasar 2016-2020,” ungkap Uskup Suharyo dalam sambutan saat me-launching Rosario Merah Putih. Acara launching ini dihadiri oleh ribuan umat dari berbagai paroki se-KAJ dan bahkan ada yang dari keuskupan lain.
Acara diawali dengan perarakan Rosario Merah Putih dan Patung Bunda Maria dari pintu utama oleh 57 anak-anak SD St. Maria yang membawa Patung Bunda Maria dan Rosario Merah Putih besar ke dalam gereja kemudian dilanjutkan dengan pembacaan arti Rosario Merah Putih oleh Rm Sridanto dan PEMBERKATAN dan PERESMIAN penggunaan Rosario Merah Putih oleh Mgr Suharyo.

Setelah pemberkatan dan peresmian kemudan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu “Putri Kerahiman” dilanjutkan dengan doa rosario bersama dan menyanyi lagu “Mari Amalkan Pancasila” kemudian diakhiri dengan misa kudus
Rosario merah putih adalah salah satu penanda gerakan “Amalkan Pancasila” sesuai arah dasar 2016 – 2017 Keuskupan Agung Jakarta.

Launching ini juga serentak dilakukan di beberapa paroki se-KAJ, berikut link-linknya:
Paroki Katedral Jakarta: https://www.facebook.com/katedraljakarta/
Paroki Serpong, St. Monika: http://paroki-monika.org/index.php/86-news/kegiatan-paroki/3845-foto-foto-launching-rosario-merah-putih
Paroki Kapuk, St. Philipus Rasul: https://instagram.com/p/BE6IyI_mQhw/
Paroki Kampung Duri, Damai Kristus: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10206266209282364&id=1479684736
Paroki Bidaracina, St. Antonius Padua: https://www.facebook.com/FP.Paroki.Santo.Antonius.Padua/photos/?tab=album&album_id=610422892441003
Paroki Kelapa Gading, St. Yakobus: http://www.yakobus.or.id/?p=25708 dan http://www.yakobus.or.id/?p=25520
 

Dialog FKUB DKI MGR. SUHARYO: ”PERLU ADA INGATAN BERSAMA”

Dialog juga berlangsung dengan perwakilan Majelis Agama.

Waktu baru menunjukkan hampir jam 9.30 pagi pada 16 April 2016 lalu. Tetapi  ruang aula Sekolah Tarsisius Kemakmuran, Jakarta Barat sudah ramai pengunjung. Padahal acara dialog dan doa bersama bertitel: “Persaudaraan Sejati Antar Umat Beragama Dalam Mengamalkan Pancasila Untuk Jakarta Damai” baru akan dimulai pukul 10.00 WIB. Ini ujud dari antusiasme para peserta untuk menghadiri acara yang dirancang bersama Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi DKI (FKUB DKI) dan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) ini. Para peserta adalah perwakilan dari pimpinan FKUB DKI maupun wilayah-wilayah, Majelis Agama-agama, para alumni Sekolah Agama-agama dan Bina Perdamaian (SABDA) angkatan I hingga III yang berjumlah kurang lebih 220 orang.

Tepat pukul 10 acara dialog dimulai. Tampil sebagai narasumber utama adalah Mgr. I. Suharyo, Uskup Agung Jakarta (sekaligus tuan rumah yang dipercayakannya ke paroki Bunda Hati Kudus, Kemakmuran). Kemudian penanggap adalah Ketua FKUB DKI Prof. Kiyai Ahmad Syafi’i Mufid,  Kadin Depag Abdurrahman serta perwakilan Kabiro Dikmental Hendarto dan perwakilan Kakesbangpol Benny. Selain penanggap yang duduk satu meja di pentas bersama Mgr. Suharyo ada penanggap lain yaitu perwakilan dari Majelis Agama-agama.

Penanam Pohon Perdamaian di halaman Gereja Bunda Hati Kudus Kemakmuran oleh Para Perwakilan Majelis agama.
Penanam Pohon Perdamaian di halaman Gereja Bunda Hati Kudus Kemakmuran oleh Para Perwakilan Majelis agama.

Dalam paparannya Mgr. Suharyo menyitir sejarah pembebasan umat Allah dari perbudakan yang dipimpin oleh Musa. Kisah pembebasan yang dimuat dalam Kitab Keluaran Perjanjian Lama dinyatakan oleh uskup wajib dibacakan setiap perayaan Paskah katolik. Sebab menurut Mgr. Suharyo kisah ini bukan sekedar sejarah masa lampau tetapi juga merupakan :”Ingatan Bersama” dari nenek moyang yang diceritakan secara turun temurun. Apa maksudnya? “Kisah pembebasan ini merupakan identitas dasar umat Allah sekaligus berfungsi sebagai sumber kekuatan umat Allah dalam menghadapi berbagai persoalan, tantangan  dan permasalahan hidup,” tandas Mgr. Suharyo. Ingatan bersama adalah sebuah ungkap teknis yang juga bisa diartikan sebagai pengikat kebersamaan umat Allah dalam menuju pembebasan.

Nah, lanjut Mgr. Suharyo,  bangsa kita Indonesia juga memiliki “ingatan bersama” yaitu hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. “Ini hanya merupakan puncak dari seluruh perjuangan dan proses yang sangat lama. Untuk lebih ringkas saya mulai saja dari 1908 yaitu lahirnya Budi Utomo yang kemudian diabadikan menjadi hari kebangkitan nasional Indonesia. Pada saat itu penjajah mengijinkan anak bangsa ini studi lanjut. Dalam kesempatan itu mereka mulai berdialog, berdiskusi yang memunculkan lahirnya nasionalisme baru oleh Dowes Dekker,” ungkap Mgr. Suharyo.

Ketua FKUB DKI Prof. Kiyai Ahmad Syafi’I Mufid memberikan buku hasil dialog antarumat beragama kepada Mgr. Ign. Suharyo, usai dialog.
Ketua FKUB DKI Prof. Kiyai Ahmad Syafi’I Mufid memberikan buku hasil dialog antarumat beragama kepada Mgr. Ign. Suharyo, usai dialog.

Kemudian aksi ini berlanjut hingga pada 1928 melahirkan semangat kebersamaan yaitu mengikrarkan Sumpah Pemuda: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Akhirnya puncaknya adalah Proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 yang sebelumnya diawali dengan melahirkan Pancasila 1 Juni 1945. “Disini ada semangat ingatan bersama yang menjadi kekuatan dan identitas dasar bangsa Indonesia. Sama seperti ingatan bersama dan identitas dasar umat Allah. Inilah konsep iman yang kami terjemahkan dalam hidup berbangsa dan bernegara serta mengamalkan Pancasila,” tegas Mgr. Suharyo.

Bagaimana umat KAJ mengejawantahkannya? Lambang KAJ adalah : Hendaklah kamu murah hati seperti Bapamu murah hati adanya. “Untuk lima tahun ke depan (2016-2020) kami jabarkan lebih kongkrit dalam memaknai nilai-nilai Pancasila dan pesan-pesannya yaitu : Kerahiman Allah Memerdekakan. Amalkan Pancasila. Secara kongkrit kami akan melakukan doa Rosario dengan menggunakan Rosario Merah-Putih yang akan dimulai dan diluncurkan pada  1 Mei 2016,” jelas Mgr. Suharyo. Semua Rosario terdiri dari 50 manik-manik yang dibagi dalam lima kelompok masing-masing 10. Tiap kesepuluhan Rosario itu akan direnungkan sila-sila Pancasila. “Selain itu kami juga sedang mempersiapkan sebuah lagu Pancasila Rumah Kita, Pancasila Cinta Kasih. Lagu ini akan juga dibagikan ke sekolah-sekolah katolik agar menjadi gerekan bersama meujudkan nilai-nilai Pancasila,” harapa Mgr. Suharyo.

Pelepasan Merpati Perdamaian oleh para Perwakilan Majelis Agama-agama
Pelepasan Merpati Perdamaian oleh para Perwakilan Majelis Agama-agama

Mgr. Suharyo juga menjelaskan bahwa program 5 tahun ke depan ini adalah lanjutan dari program lima tahun lalu yang dirumuskan : Semakin beriman, semakin bersaudara dan semakin berbelarasa. Iman yang benar akan melahirkan persaudaraan sejati. Persaudaraan sejati membuahkan confession atau belarasa. “Rumusan ini kemudian diperkaya dengan nilai-nilai Pancasila untuk kami ujudkan dalam karya-karya kongkrit selama 5 tahun ke depan,” lanjutnya.

Menanggapi paparan Mgr. Suharyo ini, Ketua FKUB DKI Prof Kiyai Ahmad Syafi’I Mufid mengatakan sangat terkesan dengan persaudaraan sejati yang diungkapkan oleh Mgr. Suharyo. “Persaudaraan sejati itu hanya bisa kita ujudkan antarumat beragama kalau kita terus menerus membangun dialog. Saya semakin optimis bahwa dialog seperti  ini akan semakin bergaung yang telah kita mulai sejak 2012 lalu dan hasilnya kita bukukan agar dapat diikuti oleh semua pihak,” lanjut Syafi’i.

Kiyai Syafi’i menandaskan bahwa sejarah telah juga membuktikan bahwa toleransi dan persaudaraan sejati telah meujudkan NKRI saat ini. “Sumpah pemuda yang dilansir Mgr. Suharyo tadi dilahirkan oleh tokoh-tokoh pemuda dari berbagai suku dan agama. Sumbagnan besar telah diberikan oleh katolik yaitu Gedung Sumpah Pemuda saat ini adalah milik katolik yang disumbangkan menjadi asset Negara. Demikian juga isi Sumpah Pemuda yang awalnya dalam konsep Muhamad Yamin Berbahasa Satu Bahasa Melayu. Tetapi oleh anak muda Betawai Muhammad Tabrani diminta diganti menjadi Berbahasa SAtu Bahasa Indonesia. Ketika dikatakan bahwa tidak ada Bahasa Indonesia, M. Tabrani justeru mengusulkan agar pemuda membuatnya,” ungkap Kiyai Syafii. Lebih jauh Kiyai Syafii mengatakan bahwa bangsa ini telah lahir jauh sebelum proklamasi oleh kelompok-kelompok agama dan suku. “Peran penting kelompok agama dalam merumuskan Pancasila juga sangat besar. Mereka tidak merumuskan  Pancasila atas dasar agama. Ini pengorbanan yang sangat besar dari para tokoh agama,” tandas Kiyai Syafii.

Doa bersama untuk kedamaian Jakarta oleh para perwakilan agama-agama
Doa bersama untuk kedamaian Jakarta oleh para perwakilan agama-agama

Kyai Syafii berharap peran tokoh agama itu akan tetap tampil kini dan dimasa yang akan dating. “Kalau Katolik sudah coba membuat Rosario Merah Putih, ke depan kita harapkan dialog seperti ini akan terus berkesinambungan untuk mengatasi kebuntuan dan masalah bangsa ini. Terutama yang menjadi masalah besar saat ini yang disebut extraordinary crime adalah korupsi, narkoba dan terorisme. Kita harus bergandeng tangan mengatasi hal ini,” harap Kyai Syafii.

Kyai Syafii juga menceritakan bahwa pada 2015 lalu di bawah Tugu Proklamasi Bung Karno dan Bung Hatta kita kembali meneguhkan komitmen kebangsaan kita. “Ini juga akan kita ujudkan lewat program pencetakan kader-kader perdamaian melalui program SABDA. Kini telah kita lakukan hingga angkatan ke-3 dan semua Majelis Agama mendukungnya. Kalau kita bisa berdamai akan muncul persaudaraan sejati itu,” lanjutnya.

Abdurrahman, Kakanwil Depag pun sangat menyambut baik upaya para pemuka agama dalam menciptakan persaudaraan sejati yang merupakan ujud dari toleransi. “Sebagai pemerintah kami akan tetap mendukung dan memasilitasi  apa yang dilakukan oleh pemuka agama dan FKUB DKI terutama di grassroot. Yang pasti Pancasila itu sudah final. Sehingga kami menjamin setiap umat beragama bebas melaksanakan ajaran agamanya dan semua memiliki kesempatan yang sama. Kita boleh berbeda aliran politik dan pilihan tetapi semangat persaudaraan kita harus tetap kita jaga,” tandasnya.

Sonar Sihombing

Pengurus Komisi Komsos KAJ

Mereka Menerapkan Laudato Si

Melestarikan alam dengan menanam pohon guna menjaga kesinambungan air curug yang ada

Sambungan Artikel: Pertemuan Komsos Regio Jawa:  MEMAKNAI PERAN  KOMSOS
Tekad warga desa Tegalsalam, Kec. Baturaden, Kab. Banyumas, Jawa Tengah sudah bulat. “Kami ingin menjadikan desa kami ini menjadi sebuah desa wisata. Selain didukung alam yang indah permai kami juga dianugerahi tempat-tempat menarik untuk dikunjungi seperti curug (air terjun) yang ada dua yaitu Curug Tiga dan Curug Tebela,” jelas Sisworo   ketua dusun yang kerap menjadi humas desa itu. Desa ini terdiri dari dua dusun dan berjarak 17 km dari kota Purwakerto.
Ternyata kesiapan warga  untuk menjadikan desa mereka sebagai desa wisata tidak hanya angan-angan. “Kami telah menargetkan tiap tahun akan menanam 2.000 batang pohon untuk menghijaukan lokasi-lokasi  yang mulai erosi dan gundul. Kami juga mengajak para pengunjung apabila punya waktu untuk ikut serta menanam pohon,” lanjutnya.

Melestarikan alam dengan menanam pohon guna menjaga kesinambungan air curug yang ada
Melestarikan alam dengan menanam pohon guna menjaga kesinambungan air curug yang ada

Kini hasil dari merawat curug itu telah juga nyata. Perusahaan  Air Minum Daerah (PAMD) telah memanfaatkan air salah satu dari Curug Tiga sebagai sumber air. Air dari Curug itu langsung ditangkap dan dialirkan ke pengolahan air minum. Tentu saja desa ini mendapatkan pembagian keuntungan atas usaha ini.
Keterlibatan yang jauh lebih nyata dalam meujudkan desa wisata adalah kesiapan tiap keluarga menjadi induk semang bagi para pengunjung yang ingin menginap di desa itu. “Kami sudah terbiasa hidup bersama para pengunjung di rumah ini. Kami sajikan makanan desa apa adanya kepada mereka. Tetapi kami tetap berupaya menyajikan makanan yang sehat dan bersih,” ungkap Solidah yang hidup berdua bersama suaminya Tri Supriyanto penisunan PNS. Anak-anak mereka sudah pergi merantau karena kuliah dan yang lain telah berkeluarga.
Menurut Solidah kunjungan ke desa mereka lumayan ramai. Baru saja desa mereka menerima para mahasiswa yang melaksanakan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN). “Mei mendatang menurut informasi akan ada lagi rombongan pengunjung ke desa ini selama sebulan. Kami sudah siap untuk menerima mereka seperti kami menerima rombongan bapak Komsos Keuskupan Sejawa ini,” ungkap Solidah. Solidah mengaku suaminya juga senang mendapat kunjungan seperti itu. “Karena sebagai pensiunan PNS kami tidak punya sawah dan keahlian bertani. Jadi ketimbang menganggur lebih baik ada kegiatan melayani tamu-tamu itu sekalian untuk menambah sumber pendapatan,” ungkap Tri Supriyanto.
Nasi dibungkus pakai daun palma dari pinggir hutan, kini dihidupkan kembali
Nasi dibungkus pakai daun palma dari pinggir hutan, kini dihidupkan kembali

Model ini menurut Supriyanto sangat baik dikembangkan sehingga tidak perlu investasi mendirikan  hotel di desa ini. Terlalu banyak risiko karena kehadiran hotel nantinya. Bisa saja mereka membeli lahan luas kemudian membuat berbagai kegiatan yang sama sekali tidak melibatkan masyarakat. Atau bias juga kehadiran hotel menghadirkan perilaku negatif seperti pelacuran, mabuk-mabukan, makanan berlimpah sia-sia. “Dengan model menginap di rumah penduduk ini distribusi pendapatan bisa lebih baik,” tanggap Tri Supriyanto. (Boleh jadi ini juga bagian dari konsep riil dari sharing economy (ekonomi berbagi) yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan.)
Tetapi konsep ramah lingkungan ini sudah merupakan pengejawantahan dari konsep Ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si yang diterbitkan pada 18 Juni 2015 lalu. Paling tidak dalam enseklik ini ada 10 ajakan Paus Fransiskus. Salah satu ajakan itu  dan kebetulan pula berada di nomor satu adalah kewajiban kita memikirkan bumi seperti apa yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang. Jawabannya tentu adalah bumi yang tetap berkesinambungan memelihara segala isinya termasuk manusia.
Selain menjaga lingkungan, warga desa inipun berupaya juga menyuguhkan budaya nenek moyang kepada pengunjung. Ada tari-tarian, ada minuman khas dari nira rebus dan juga ada cara penyuguhan makanan zaman dahulu kala dan yang sudah sempat menghilang. Untuk  makanan nasi kotak telah mereka ganti dengan  nasi bungkus dengan daun tanaman palma dari pinggir hutan. “Memang zaman dahulu memberi makan orang tua akan jauh lebih hormat bila makanan yang disuguhkan kepada mereka dikemas dalam daun itu. Hilangnya kebiasaan membungkus makanan dengan daun palma itu seiring dengan semakin langkanya tanaman itu. Karena itu sekarang di pinggir-pinggir sungai dan curug sudah mulai dihidupkan kembali penanamannya agar ada dipakai untuk melanjut kebiasaan itu ke depan. Karena sistim bungkus seperti itu hanya ada di desa ini,” jelas Tri Supriyanto.
Tri juga melanjutkan bahwa keberadaan G. Slamat di desa mereka menjadi salah satu daya tarik tersendiri. “Selain gunung paling tinggi di Asia Tenggara, G. Slamat juga memberikan signal kepada kami di sisi setiap ada pergantian pimpinan Negara,” cerita Tri. Ketika pergantian Soeharto dulu, gunung ini meletus dan batuk-batuk terus. Menurut Tri karena memang sempat kacau. BEgitu juga ketika pergantian SBY dengan Jokowi. “Kami saksikan gunung ini batuk cukup lama karena waktu itu memang situasinya sangat menegangkan. Tetapi begitu pemilu selesai gunung ini diam kembali,” tambah Tri.
 
Sonar Sihombing
Anggota Komsos KAJ
 
Gunung Slamat  memberikan signal setiap kali ada pergantian pimpinan nasional. Bila ada kisruh gunung akan meletus dan kalau kondisinya aman gunung pun tenang kembali
Gunung Slamat memberikan signal setiap kali ada pergantian pimpinan nasional. Bila ada kisruh gunung akan meletus dan kalau kondisinya aman gunung pun tenang kembali

Box :
10 Ajakan Paus Fransiskus Mengenai Perubahan Lingkungan (Laudato Si)
1.Think of Future Generation : Dunia seperti apa yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang?
2.Embrace Alternative Energy Sources : segeralah gantikan penggunaan teknologi berbahan bakar energy fosil yang polutif seperti batu bara, bbm dengan gas yang lebih bersih dan jangan ditunda lagi.
3.Consider Pollution Effect on the Poor :  sentuhlah hati mereka yang hanya berusaha mencari keuntungan dan merugikan orang miskin dan bumi.
4.Take the bus : prioritaskanlah pengadaan dan pembenahan  transportasi publik.
5.Be Humble : kita bukan Allah. Bumi telah ada sebelum kita.
6.Don,t become a slave of your phone : karena itu akan membuat mental anda terpolusi.
7. Don’t Trade Online Relationships for real one: relasi nyata kini telah digantikan dengan relasi maya (komunikasi internet) yang memungkinkan kita memilih dan menghilangkan hubngan dengan siapa saja
8.Turn off the lights, Recycle and Don’t Waste Food : tanggungjawab lingkungan dapat secara signifikan memengaruhi bumi di sekitar kita, seperti menolok menggunakan plastic, kertas, mengurangi konsumsi air,  separating refuse, memasak makanan seperlunya untuk dikonsumsi, memadamkan lampu yang tidak dibutuhkan.
9.Educate Yourself : karena pendidikan mampu membawa prubahan nyata dalam gaya hidupmu
10.Believe you can make a difference : kita harus yakin bahwa kita saling membutuhkan saling memiliki tanggungjawab kepada orang lain dan bumi ini.

Pertemuan Komsos Regio Jawa: MEMAKNAI PERAN  KOMSOS

Mgr. Julianus Sunarko, SJ membuka resmi pertemuan Pegiat Komsos Keuskupan se-Jawa.

Mgr. Julianus Sunarko, SJ baru keluar dari rumah sakit. Di tengah guyuran hujan lebat semangatnya untuk mendukung kegiatan temu pegiat Komunikasi Sosial (Komsos) Regio Jawa  sangat membara.  Meskipun ada pengeras  suara tetapi karena lebatnya hujan terpaksa dia pun harus bersuara yang jauh lebih keras lagi. Sampai-sampai dia terbatuk-batuk dan minum sejenak. “Komsos itu sangat penting untuk menyuarakan kebenaran Gereja. Sejak 1960 saya terlibat dalam Komsos melalui berbagai media. Tidak terbatas hanya tulis menulis tetapi juga lewat pewayangan, ludruk dan sarana lain. Karena itu saya sangat senang mengikuti segala kegiatan komunikasi,” ungkapnya saat membuka resmi pertemuan itu di Balai Desa Karangsalam, Kec. Baturaden, Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Jawa Tengah pada 1 April 2016.

Mgr. Julianus Sunarko, SJ membuka resmi pertemuan Pegiat Komsos Keuskupan se-Jawa.
Mgr. Julianus Sunarko, SJ membuka resmi pertemuan Penggiat Komsos Keuskupan se-Jawa.

Menurut Mgr. Sunarko peran Komsos terutama saat ini sangat dibutuhkan. Bukan hanya menyuarakan ajaran Gereja tetapi juga menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. “Hanya dengan demikian kita bisa mengatasi nilai intoleransi yang semakin hari semakin tak terkendali dan tindakan-tindakan yang negatif yang akhir-akhir ini sangat memalukan seperti korupsi para pejabat negara yang gila-gilaan. Narkoba yang semakin merajalela mulai dari masyakat kelas atas, menengah, pejabat negara hingga rakyat kecil ,” ungkapnya prihatin.  Ini menandakan telah semakin menurunnya kepribadian bangsa kita. Untuk itulah arti penting kehadiran Komsos untuk membawa kabar sukacita dan kegembiraan serta kabar kebenaran.
Bapa Uskup juga mengatakan bahwa kehadiran para pegiat Komsos di desa Karangsalam di kaki Gunung Slamet ini termasuk membawa kabar gembira. “Kita bisa berbagi kemampuan ekonomi kita dengan masyarakat setempat dengan live in bersama keluarga-keluarga disini yang pada umumnya non Katolik,” jelas Uskup Sunarko yang kini sudah berusia 75 tahun 6 bulan.
Uskup berharap pertemuan pegiat Komsos regio Jawa ini akan bisa juga diikuti oleh pertemuan komsos di regio lainnya. “Dengan semakin erat hubungan para pegiat, semakin mudah untuk saling membantu dalam mengatasi berbagai masalah atau untuk saling meniru kegiatan yang benar-benar bisa membuka dan menyuburkan toleransi antar umat beragama di negeri kita,” harapnya.
Melihat Kelemahan Bersama
Dalam temu Komsos  regio Jawa  ini ada sesi khusus berbagi pengalaman dan dinamika kegiatan di keuskupan masing-masing.  Dari  sesi pertemuan ini terungkap bahwa masih banyak pastor paroki yang belum memberikan perhatian pada Seksi Komsos. Sehingga masih banyak  paroki yang belum memiliki seksi Komsos. “Ini terjadi karena banyak romo yang belum mengerti secara mendalam amanat berbagai dokumen Gereja yang mengharuskan hadirnya komisi/seksi Komsos,” ungkap Teno, peserta pertemuan dari KAJ. Kalaupun sudah ada seksi Komsos paroki tetapi masih banyak yang belum berkegiatan  sebagai semestinya.
Pembukaan pertemuan dengan tarian warga setempat bersama para peserta.
Pembukaan pertemuan dengan tarian warga setempat bersama para peserta.

Atas keprihatinan ini diusulkan agar Komisi Komsos Konferensi Waligereja Indonesia  (KWI) mulai membenahi ini.  Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Komisi Komsos KWI Rm. Camillus pihaknya kini fokus pada “Pastoral Komunikasi”. Artinya lebih membenahi supaya manusia sebagai mahluk komunikasi semakin mampu melaksanakan komunikasi dengan baik dan benar. Karena itu peserta temu Komsos Regio Jawa  mengusulkan agar Komisi Komsos KWI menyusun buku yang mengatur tentang landasan hukum dan peran Komisi Komsos  di tiap keuskupan dan seksi Komsos di paroki-paroki.  Dengan kehadiran buku ini  diharapkan para romo paroki tidak punya dalih lagi untuk tidak menghadirkan seksi komosnya.
Selain ketidakhadiran seksi komsos di paroki, juga yang masih memprihatinkan adalah anggaran bagi Seksi Komsos di keuskupan. Namun bagi Romo Agung Nugroho ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Semarang masalah anggaran bukan segalanya. “Mari kita berbuat dulu. Kalau hasilnya dilihat baik bagi pengembangan Gereja pasti akan didukung oleh keuskupan. Itu kami alami dahulu ketika memulai Komsos,” ungkapnya.
Memang banyak keuskupan di Jawa yang baru memulai secara serius menangani Komisi Komsosnya. Ini untuk menanggapi perkembangan zaman. Banyak yang mengambil strategi menyekolahkan romo muda di bidang teknologi informasi sambil menugaskannya di bidang Seksi Komsos. Mau tidak mau kehadiran multimedia harus digunakan sebagai alat dan sarana  evangelisasi. Sebab ke depan akan semakin banyak umat yang memanfaatkannya sebagai sarana bersosialisasi.
 
Sonar Sihombing
Anggota Komsos KAJ

DOWNLOAD FILE LEAFLET “ROSARIO MERAH PUTIH”

Rosario Merah Putih adalah salah satu penanda gerakan “Amalkan Pancasila” sesuai Arah Dasar 2016-2020 Keuskupan Agung Jakarta. Dinamakan Rosario Merah Putih karena:

1. Warna merah putih sangat impresif, dimaksudkan untuk mengingatkan kita pada Bendera  Indonesia, Sang Saka Merah Putih. Merah berarti berani membela kebenaran karena Iman kepada Allah Bapa, Allah Putera dan Roh Kudus. Putih berarti suci, tulus dan murni  karena Kasih Allah semata.

2. Terbuat dari butiran-butiran manik yang berwarna merah dan putih lengkap dengan medali Kerahiman Allah yang memerdekakan dan logo KAJ serta Salib khas KAJ.

Diharapkan Rosario Merah Putih mampu membangun kesadaran kita di dalam peziarahan ini untuk berdoa bersama Bunda Maria bagi keselamatan Bangsa dan Negara. Mengingatkan kita untuk semakin 100% Katolik 100% Indonesia. Berdoa Rosario Merah Putih juga menjadi salah satu ungkapan cinta umat beriman kepada tanah air dan tanda kepedulian kita untuk terus-menerus amalkan Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai sebuah gerakan, dianjurkan untuk membuat sendiri Rosario Merah Putih bersama keluarga/lingkungan/komunitas. Selain sebagai bagian dari ungkapan devosional kita kepada Bunda Maria, aktivitas membuat Rosario Merah Putih juga dapat mengakrabkan kita satu sama lain, terutama antar-anggota keluarga sebagaimana yang diharapkan dalam Target (point 1.3) Rencana Strategis Arah Dasar 2016-2020. Selain digunakan sendiri, Kita pun dapat membagikan Rosario Merah Putih yang kita buat kepada mereka yang membutuhkan.

Berdoa dengan menggunakan Rosario Merah Putih sama seperti berdoa Rosario pada umumnya. Intensi doa saja yang perlu ditambahkan  untuk Bangsa dan Negara. Ada lima intensi yang terbagi ke dalam setiap peristiwa. Apapun peristiwanya, silakan mendoakan intensi ini:

1.Peristiwa Pertama untuk kebahagiaan kekal jiwa-jiwa para pahlawan,

2. Peristiwa Kedua untuk keutuhan alam Indonesia yang kaya dan subur.

3. Peristiwa Ketiga untuk persatuan Indonesia.

4. Peristiwa Keempat untuk kebijaksanaan para Pemimpin kita.

5. Peristiwa Kelima untuk upaya-upaya mewujudkan keadilan sosial.

Diucapkan dan dimohonkan setelah merenungkan peristiwa. Dilanjutkan dengan doa “Bapa Kami” dan 10x doa “Salam Maria”. Intensi doa dapat dilihat pada lembaran ini. Terdiri dari doa anak, doa remaja dan doa umum.

Rosario Merah Putih: bergemalah!

DOWNLOAD MATERI PRESENTASI GERAKAN “ROSARIO MERAH PUTIH”

KAJ download

DOWNLOAD FILE LEAFLET ROSARIO MERAH PUTIH:

LEAFLET BAGIAN DEPAN:

KAJ download

LEAFLET BAGIAN DALAM:

KAJ download

LEAFLET FILE PHOTOSHOP (PSD):

KAJ download

MENCARI TUHAN DI ALAM HENING DI PERTAPAAN OSK

Deburan hujan deras selama perjalanan dari Desa Tegalsalam ke Desa Depok di Baturaden, Banyumas, Purwokerto, Jateng 4 april 2016 membuat perasaan hati adem. Meskipun harus berdesak-desakan di mobil dinas Keuskupan Semarang. Tiba Desa Depok, kami parkir langsung di samping rumah penduduk setempat yang bukan Katolik tetapi saudara dari keluarga Muslim. Dengan senyum ramah mereka menyambut kedatangan kami. Rupanya selama ini mereka sudah menjadi bagian penting bagi para peziarah yang datang ke lokasi Oasis Sungai Kerit (OSK) tempat khusus pertapaan bukan hanya kepada para kaum klerus tetapi juga bagi para awam.
Di tempat yang hanya difasilitasi jalan setapak bersemen itu dikhususkan kepada pihak-pihak yang ingin mencari Tuhan dalam keheningan dalam bentuk pertapaan dan meditasi.Tak jauh dari cerita pertapaan yang identik dengan gua-gua di sisi gunung dan lembab serta gelap, pertapaan OSK pun demikian. Pertapaan ini berada tepat di kaki Gunung Cendana dan hanya berjarak 10 km dari Gunung Slamet. “Bak harumnya Kayu Cendana” maka tak lama lagi wangi pertapaan OSK di kaki G. Cendana ini pasti akan juga menyebar ke seantero nusantara.
Rm. Maximilian mengukuhkan komitmen ke-5 volunteer dan Kaul sementara Suster calon pengikut Pelayan Pertapaan
Itu terlihat misalnya ketika Minggu 4 April 2016 ada 5 orang sukarelawan yang menyatakan kesiapannya dan komitmennya selama enam bulan ikut melayani di OSK. Selain ke-5 relawan itu ada pula seorang suster yang ikut mengikrarkan kaul sementaranya untuk jadi anggota komunitas pertapaan ini. Jadi ketertarikan orang untuk ikut ambil bagian dalam pelayanan ini sebuah harapan besar di masa datang.
Seperti sejarah singkat OSK yang dituturkan oleh romo pimpinan pertapaan ini Rm. Maximilian Rukmito Er Dio, seorang imam pertapa, nama-nama lokasi maupun gunung yang ada di sekitar pertapaan secara tidak sengaja sangat mendukung visi dan misi Keuskupan Purwokerto dalam pengembangan OSK. Nama di Baturaden ini misalnya berasal dari dua kata bahasa Jawa  yaitu batur dan raden. Batur berarti “Abdi Sedang”; Raden berarti Tuan. Konon nama ini dibuat karena di lokasi ini jaman dahulu terjadi pernikahan antara seorang abdi dengan putri raja (tuan putri). “Cerita ini sangat cocok untuk menggambarkan “Pernikahan Rohani” yang diistilahkan ole St. Avilla. Pernikahan Rohani adalah kemampuan kita sebagai hamba menyatukan diri kita dengan Allah Yang Maha Kuasa,” jelas Rm. Maximilian.
Kali Cimanggis yang telah dibaptis menjadi Sungai Kerit
Selain itu nama G. Slamet juga sangat dekat dengan nama lain yang disapa oleh umatNya  dalam Perjanjian Lama sebagai Gunung Batu Keselamatan (Mzr. 89:27). Sementara Sungai Kerit adalah nama Sungai dimana Nabi Elia dalam perjanjian Lama disapa Tuhan dan diberi makan oleh burung dalam pertapaannya. Kini sungai yang mengalir di kawasan pertama yaitu Kali Cimanggis telah pula dibaptis menjadi Sungai Kerit.
Mencari Tuhan merupakan usaha manusia untuk mendekatkan diriNya kepada Penciptanya. Sedang sang Pencipta dengan belas kasihnya yang sangat besar telah menebus kembali manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dengan mengutus PutraNya sendiri. “Itulah makna terdalam dari penebusan manusia yaitu Allah yang penuh belas kasih, melebihi segala kedosaan dan kesalahan manusia,” jelas Rm. Maximilian.
Sungguh sebuah pengalaman yang sangat berharga bisa ikut meditasi sambil misa selama 2 jam di pertapaan ini pada Hari Minggu Kerahiman Ilahi 4 April 2016. Secara mendalam kita diajak untuk menyatakan Yesus sebagai sumber keselamatan dinyanyikan berulang-ulang dan membangkitkan kesadaran akan kebenaran itu.
Tapak luar Goa Pertoban
Rm. Maximilian juga yakin bahwa kehadiran pertapaan ini akan mampu melahirkan para pendoa bagi keselamatan manusia dan dunia. “Bangkitnya ISIS yang telah menelan ratusan ribu korban termasuk para imam dan suster merupakan tanda-tanda zaman yang harus kita cermati. Bom di Brussel, di kafe Australia dan di berbagai negara Eropa lainnya harusnya akan menjadi sebuah kesadaran baru bagi manusia yang  semakin menjauh dari Allah. Disinilah peran para pendoa dan pertapa memohon belas kasihan Allah bagi kita manusia dan dunia,” ungkapnya.
Dengan berkembangnya semangat pertapaan dan doa meditatif ini Rm. Maximilian berharap akan semakin banyak jiwa terselamatkan. “Bermistik dalam kesunyian doa meditative adalah suatu retret unik untuk menyucikan diri sendiri, dan mempersembahkan waktu berkualitas untuk Tuhan dan menumbuhkembangkan tempat persamaian hidup kontemplatif,” jelas Rm. Maximilian.
Contoh gubuk yang dibangun kecil-kecil untuk para pertapa
Karena itu selain mempersiapkan metode khas kontemplasi yang dia sebut Meditasi Cinta Kasih Ilahi (MCKI) di tempat ini telah pula didirikan beberapa pondok. Pondok-pondok itu berfungsi untuk  penampungan  para peserta tapa. Gubuk-gubuk yang dibangun itu kecil-kecil hanya dua hingga tiga kamar dalam satu gubuk. Tujuannya agar bangunan yang hadir tidak sampai mengganggu lingkungan (pohon, landskap) yang telah lebih dahulu ada.
Disini pun gua-gua meditasi dan tapa dibangun di batu-batu besar yang ada di lokasi. Sehingga sama sekali tidak merusak atau mengubah kondisi awalnya. Air yang bersumber dari mata air dicelah batu-batu besar itu dimanfaatkan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan para pertapa pada alam dan Penciptanya.
Para calon pertapa bisa dalam bentuk rombongan dengan jumlah tertentu. Perorangan pun bisa tetapi harus bergabung dengan rombongan lain atau perorangan lainnya hingga mencapai jumlah tertentu. Anda tertarik bertapa di OSK, silahkan mengunjunginya.
 
Sonar Sihombing
Pengurus Komisi Komunikasi Sosial KAJ

UNDANGAN LOMBA: INMI AWARDS 2016 (PEMILIHAN MAJALAH/WARTA PAROKI TERBAIK SE-KAJ)

Nomor: 09/Komisi/KOMSOS/III/16
Hal: INMI AWARDS (PEMILIHAN MAJALAH/WARTA PAROKI TERBAIK SE-KAJ)
Lampiran: 2 lembar (SYARAT DAN KETENTUAN PESERTA & FORMULIR PENDAFTARAN)
 
Kepada Yth.
PASTOR KEPALA PAROKI
PENGURUS SEKSI KOMSOS PAROKI
PENGELOLA MAJALAH PAROKI
PENGELOLA LEMBARAN WARTA MINGGUAN PAROKI
SE- KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA
Di Tempat
 
Salam Damai dalam Kristus,
Komisi KOMSOS Keuskupan Agung Jakarta akan menyelenggarakan pemilihan majalah/warta Paroki terbaik se-Keuskupan Agung Jakrta dengan tajuk acara “INMI AWARD” (ANUGERAH INTER MIRIFICA) 2016.
Tujuan ajang ini adalah:

  • Memberikan apresiasi atas perjuangan dan karya insan pengelola majalah/buletin/tabloid Gereja Katolik mingguan maupun bulanan se-Keuskupan Agung Jakarta.
  • Memacu semangat insan pengelola majalah/buletin/tabloid Gereja untuk memberi yang terbaik
  • Membantu mengevaluasi, meningkatkan kualitas karya dan kesadaran para penggerak Komunikasi Sosial untuk berkarya dalam terang Sabda Tuhan dan koridor Inter Mirifica serta dokumen Gereja lainnya tentang Komunikasi Sosial.

Penghargaan “INMI AWARDS” untuk Majalah akan dianugerahkan kepada para pemenang dengan masing-masing kategori, sbb: 1) Design Cover Terbaik, 2) Tata Lay Out Terbaik, 3) Ilustrasi/FotoTerbaik, 4) Artikel Rohani/Refleksi Terbaik, 5) Berita Terbaik, 6) Feature Terbaik, 7) Pemakaian Bahasa Indonesia Terbaik, 8) Majalah Terbaik (Best of the Best/Yang terbanyak mendapatkan AWARDS)
Panitia juga akan menganugerahkan “INMI AWARDS” kepada “Lembaran Warta Mingguan TERBAIK”.
Pendaftaran peserta bersama pengiriman materi selambat-lamatnya 25 April 2016 (LIHAT LAMPIRAN: SYARAT DAN KETENTUAN). Adapun rangkaian acara setelah masa pendaftaran:

  1. Penjurian dari juri-juri yang independen dan qualified di bidang media cetak,
  2. Penetapan 5 (lima) nominasi untuk masing-masing kategori dan pada Hari Komsos akan ada pameran karya nominator sebagai ajang belajar dari karya-karya terpilih di aula Katedral.
  3. Misa Hari Komsos Se-Dunia bersama BAPAK USKUP AGUNG JAKARTA di GEREJA KATEDRAL Hari SABTU, 7 MEI 2016 18.00 dengan mengundang seluruh insan yang bergerak di bidang media (Seluruh Pengurus Komsos Paroki, Para Wartawan, Para Artis, Produser, dll). Sesudah Misa (Pk.19.00), seluruh undangan akan menghadiri acara puncak penganugerahan “INMI AWARDS” di aula Katedral.

Demikianlah pemberitahuan kami ini. Atas kerjasamanya, kami mengucapkan terimakasih.
 
Jakarta, 31 Maret 2016
Hormat kami,
Harry Sulistyo, Pr
(Ketua Komsos KAJ)
 
NB:

  • Download Surat Resmi dan Lampiran Pendaftarannya dibawah ini:

 
KAJ download

GERAKAN MENCINTAI KOTA BEKASI “Melalui Kerukunan Umat Beragama”

Rabu (30/3), Walikota Bekasi, Bapak Rahmat Effendi beserta aparat Pemerintahan Daerah Kota Bekasi berkenan mengunjungi umat Katolik di Gereja Santo Mikael Bekasi. Kunjungan dilangsungkan di Gedung Karya Pastoral Paroki Kranji-Santo Mikael. Segenap Romo, DPH, dan Seksi HAAK dari seluruh paroki di Dekenat Bekasi turut hadir dalam kunjungan tersebut.

Pertemuan kunjungan diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipimpin langsung oleh Ibu Enie Widhiastuti, anggota DPRD Tk II Kota Bekasi. Beliau juga umat dari Paroki Bekasi Utara, Santa Clara. Kemudian, kunjungan dibuka dengan doa oleh Romo Widoyoko, SJ, Romo Paroki Kampung Sawah yang juga Romo Moderator HAAK Dekenat Bekasi.
Selanjutnya, Romo Antonius Sarto Mitakda SVD selaku Romo Deken Dekenat Bekasi menyampaikan pengantar sekilas mengenai paroki-paroki yang ada di Dekenat Bekasi yang berada dalam teritori sebagian Jakarta Timur, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Selain menyampaikan sekilas paroki dekenat Bekasi, Romo Sarto juga berkenan memperkenalkan romo-romo paroki Dekenat Bekasi yang hadir pada saat kunjungan tersebut.
Menyambung berikutnya, Bapak Rahmat Effendi atau yang kerap dipanggil Bang Pepen ini menyampaikan kata sambutan. Awal sambutan disampaikan bahwa Kota Bekasi adalah kota yang penuh dengan multi etnis, dan multi agama. Oleh karena itu, Bang Pepen pun menghimbau agar warga kota Bekasi bersatu untuk mencintai kotanya sendiri sebagai kota persaudaraan dan bukannya malah membuat perpecahan karena perbedaan tersebut.
Selain itu, ajakan pula bagi umat Katolik di Bekasi untuk bersama-sama hadir bergabung dengan umat beragama lainnya dalam Deklarasi Kerukunan Beragama yang akan diselenggarakan pada tanggal 16 April 2016 di Stadion Patriot, Kota Bekasi. Walikota pun meminta kepada para Romo untuk menggerakkan umatnya di paroki masing-masing agar menghadiri acara tersebut.
Untuk menggerakkan umat pada tanggal 16 April mendatang, Romo melalui Seksi HAAK pun akan turut melibatkan peran serta Seksi Komsos, OMK, dan ibu-ibu WKRI untuk menggalang umat.
Yohanes Dewandaru
Ketua Tim Karya Komsos
Paroki Kranji, St. Mikael

Komunikasi dan Kerahiman: Perjumpaan yang Memerdekakan

Pesan Paus Fransiskus Untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-50  

yubikomunikasi
Saudara dan saudari terkasih,
TAHUN SUCI Kerahiman mengajak kita semua untuk merefleksikan keterkaitan antara komunikasi dan kerahiman. Gereja, dalam kesatuan dengan Kristus sebagai penjelmaan yang hidup dari Bapa Yang Maha Rahim, dipanggil untuk mewujudkan kerahiman sebagai ciri khas dari seluruh diri dan perbuatannya. Apa yang kita katakan dan cara kita mengatakannya, setiap kata dan sikap kita, harus mengungkapkan kemurahan, kelembutan dan pengampunan Allah bagi semua orang. Kasih, pada hakikatnya, adalah komunikasi; kasih mengarah kepada keterbukaan dan kesediaan untuk berbagi. Jika hati dan tindakan kita diilhami oleh kasih insani, kasih ilahi, maka komunikasi kita akan disentuh oleh kuasa Allah sendiri.
Sebagai putra dan putri Allah, kita dipanggil untuk berkomunikasi dengan semua orang, tanpa kecuali. Dengan caranya yang khusus, perkataan dan perbuatan Gereja dimaksudkan seluruhnya untuk menyampaikan kerahiman, menjamah hati orang-orang dan mendukung perjalanan manusia menuju kepenuhan hidup seperti yang dimaksudkan Bapa ketika mengutus Yesus Kristus ke dunia. Ini berarti bahwa kita sendiri haruslah bersedia menerima kehangatan Bunda Gereja dan berbagi kehangatan itu dengan orang lain, sehingga Yesus dapat dikenal dan dikasihi. Kehangatan itulah yang memberi hakikat kepada sabda iman; melalui pewartaan dan kesaksian kita, sabda iman itu menyalakan “percikan api” yang memberi mereka kehidupan.
Komunikasi memiliki kekuatan untuk mempertemukan, menciptakan perjumpaan dan penyertaan, dan dengan demikian memperkaya manusia. Betapa indahnya ketika orang-orang memilih kata-kata dan melakukan perbuatan dengan penuh kepekaan, agar bisa terhindar dari kesalahpahaman, untuk menyembuhkan kenangan-kenangan yang terluka dan membangun perdamaian dan keharmonisan. Kata-kata dapat mempertemukan pribadi-pribadi, antar anggota keluarga, kelompok-kelompok sosial dan bangsa-bangsa. Hal ini bisa terjadi di dunia nyata maupun dunia digital. Perkataan dan perbuatan kita seharusnya diungkapkan dan dilakukan untuk membantu kita semua agar terbebas dari lingkaran setan untuk selalu menyalahkan dan membalas dendam yang terus menerus menghantui manusia baik secara pribadi maupun dalam komunitasnya, yang pada akhirnya memicu ungkapan-ungkapan kebencian. Perkataan orang-orang Kristen haruslah menjadi sebuah dukungan terus menerus bagi komunitas dan bahkan dalam hal di mana manusia harus mengutuk kejahatan dengan tegas, hal ini seharusnya tidak sampai memutus relasi dan komunikasi.
Karena alasan inilah, saya ingin mengajak semua orang yang berkehendak baik untuk menemukan kembali daya kuasa kerahiman guna menyembuhkan relasi yang terluka dan memulihkan perdamaian dan kerukunan dalam keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas. Kita semua mengetahui bagaimana luka-luka lama dan dendam kesumat dapat menjerat manusia dalam menghalangi komunikasi dan rekonsiliasi. Hal yang sama terjadi juga dalam relasi antar bangsa-bangsa. Di setiap situasi, kerahiman selalu mampu menciptakan cara baru untuk berbicara dan berdialog. Shakespeare merumuskannya dengan elok ketika ia berujar: “Kualitas kerahiman tak terkekang. Ia turun bagai hujan lembut yang menetes dari langit di atas ke bumi di bawah. Kerahiman membawa berkat ganda: ia memberkati dia yang memberi dan dia yang menerima” (Saudagar Venisia, Lakon IV, Adegan I).
Bahasa politik dan diplomatik kita akan berhasil dengan baik jika terinspirasi oleh kerahiman, yang tidak pernah kehilangan harapan. Saya meminta mereka yang mengemban tanggung jawab kelembagaan dan politik dan mereka yang diberi amanat untuk membentuk pendapat publik, untuk tetap memperhatikan secara khusus cara berkomunikasi kepada orang-orang yang berpikir atau bertindak secara berbeda, atau orang-orang yang mungkin telah melakukan kesalahan. Sangatlah mudah menyerah pada godaan untuk mengeksploitasi situasi-situasi seperti itu yang dapat menyulut api kecurigaan, ketakutan dan kebencian. Sebaliknya, diperlukan keberanian untuk membimbing orang-orang menuju proses rekonsiliasi. Keberanian positif dan kreatif seperti itulah yang sebenarnya menawarkan penyelesaian nyata atas berbagai perseteruan yang mengesumat serta membuka peluang untuk membangun perdamaian abadi. “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan” (Mat. 5:7), “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9).
Saya sangat berharap agar cara berkomunikasi kita, seperti juga pelayanan kita sebagai gembala Gereja, jangan sampai memberi kesan kekuasaan yang angkuh nan jaya atas seorang musuh, atau menistakan orang-orang yang dianggap sebagai pecundang yang mudah dicampakkan. Kerahiman dapat membantu meringankan berbagai kesulitan hidup dan memberi kehangatan kepada mereka yang hanya mengenal dinginnya penghakiman. Semoga cara kita berkomunikasi membantu mengatasi pola pikir yang dengan tegas memisahkan orang-orang berdosa dari orang-orang benar. Kita bisa dan harus menilai aneka situasi keberdosaan – seperti tindak kekerasan, korupsi dan eksploitasi – akan tetapi kita tidak boleh menghakimi pribadi-pribadi, karena hanya Allahlah yang mampu melihat ke kedalaman hati manusia. Menjadi tugas kita untuk memperingatkan dan menegur mereka yang berbuat salah serta mengecam kejahatan dan ketidakadilan dari tindakan-tindakan tertentu, untuk membebaskan para korban dan membangkitkan mereka yang telah jatuh. Injil Yohanes mengatakan kepada kita bahwa “kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32). Kebenaran itu pada akhirnya ialah Kristus sendiri, kerahiman-Nya yang lembut menjadi tolok ukur untuk menakar cara kita menyatakan kebenaran dan mencela ketidakadilan. Tugas utama kita adalah menegakkan kebenaran di dalam kasih (bdk. Ef 4:15). Hanya perkataan yang diucapkan dengan kasih yang disertai dengan kelembutan dan kerahiman mampu menjamah hati kita yang sarat dosa. Kata-kata dan tindakan-tindakan yang keras dan moralistik cenderung semakin mengasingkan orang-orang yang ingin kita tuntun kepada pertobatan dan kebebasan, sehingga semakin memperkuat rasa penolakan dan sikap bertahan mereka.
Sebagian pihak merasa bahwa visi tentang sebuah masyarakat yang berakar pada kerahiman adalah idealisme tanpa harapan atau kebaikan yang berlebihan. Tetapi marilah kita mencoba dan mengingat kembali pengalaman kita yang pertama tentang relasi, di dalam keluarga kita. Orangtua kita mengasihi kita dan menghargai kita karena siapa kita dan bukan karena kemampuan dan pencapaian kita. Para orangtua secara alamiah menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, namun kasih itu tidak pernah bergantung pada pemenuhan atas syarat-syarat tertentu. Rumah keluarga adalah salah satu tempat di mana kita selalu diterima (bdk. Luk 15:11-32). Saya ingin mendorong setiap orang untuk melihat masyarakat bukan sebagai sebuah forum di mana orang-orang yang tidak saling mengenal bersaing dan berupaya tampil di puncak, tetapi terlebih sebagai sebuah rumah atau sebuah keluarga, di mana pintu selalu terbuka dan setiap orang merasa diterima.
Untuk mewujudkan hal ini, maka pertama-tama kita harus mendengarkan. Berkomunikasi berarti berbagi, dan berbagi menuntut sikap mendengarkan dan menerima. Mendengarkan bermakna lebih dalam dari sekedar mendengar. Mendengar adalah tentang menerima informasi, sedangkan mendengarkan adalah tentang komunikasi yang mensyaratkan kedekatan dan keakraban. Mendengarkan memungkinkan kita melakukan hal-hal yang benar, dan tidak sekadar menjadi penonton, pengguna atau pemakai yang pasif. Mendengarkan juga berarti mampu berbagi aneka persoalan dan keraguan, berjalan beriringan, membuang semua tuntutan akan kekuasaan mutlak serta mendayagunakan berbagai kemampuan dan karunia kita demi melayani kesejahteraan umum.
Mendengarkan bukanlah hal yang mudah. Acapkali lebih mudah untuk berpura-pura tuli. Mendengarkan berarti mengindahkan, kerelaan untuk memahami, menghargai, menghormati dan merenungkan apa yang orang lain katakan. Mendengarkan melibatkan semacam kemartiran atau pengorbanan diri, tatkala kita berusaha untuk meneladan Musa di hadapan semak bernyala: kita harus menanggalkan kasut kita ketika berdiri di “tanah yang kudus” perjumpaan kita dengan orang yang berbicara kepadaku (bdk. Kel 3:5). Memahami cara untuk mendengarkan adalah sebuah karunia yang besar, maka karunia itulah yang perlu kita mohonkan dan kemudian dengan segenap daya dan tenaga kita coba melaksanakannya.
Surat elektronik, pesan teks singkat, jejaring sosial dan percakapan daring (dalam jaringan, on line) dapat juga menjadi bentuk-bentuk komunikasi insani seutuhnya. Bukanlah teknologi yang menentukan apakah komunikasi itu asli atau tidak, melainkan hati dan kemampuan manusia untuk secara bijak memanfaatkan sarana-sarana yang dimiliki. Pelbagai jejaring sosial dapat memperlancar relasi dan memajukan kesejahteraan masyarakat, namun jejaring sosial itu juga dapat menyebabkan pertentangan dan perpecahan yang lebih dalam di antara pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok. Dunia digital adalah ruang umum terbuka, sebuah tempat pertemuan di mana kita bisa saling mendukung atau menjatuhkan, terlibat dalam diskusi sarat makna atau melakukan serangan yang tidak jujur. Saya berdoa agar Tahun Yubileum ini, yang dihayati dalam kerahiman, “dapat membuka diri kita kepada dialog yang lebih bersungguh-sungguh sehingga kita bisa mengenal dan memahami satu sama lain dengan lebih baik: dan ini bisa melenyapkan berbagai bentuk kepicikan dan sikap kurang hormat, dan menghilangkan setiap bentuk kekerasan dan diskriminasi” (Misericordiae Vultus, 23). Internet dapat membantu kita untuk menjadi warga negara yang lebih baik. Akses ke jaringan digital membawa sebuah tanggung jawab atas sesama kita yang tidak kita lihat namun benar-benar nyata, dan yang memiliki martabat yang mesti dihormati. Internet dapat digunakan secara bijak untuk membangun sebuah masyarakat yang sehat dan terbuka untuk berbagi.
Komunikasi, di mana pun dan bagaimana pun bentuknya, telah membuka aneka cakrawala yang lebih luas bagi banyak orang. Komunikasi adalah sebuah karunia Allah yang menuntut sebuah tanggung jawab besar. Saya ingin merujuk pada kekuatan komunikasi ini sebagai “kedekatan”. Perjumpaan antara komunikasi dan kerahiman akan sangat bermanfaat ketika sampai pada tahap di mana perjumpaan itu menghasilkan sebuah kedekatan yang peduli, memberi rasa nyaman, menyembuhkan, menyertai dan merayakan. Dalam sebuah dunia yang hancur, terbelah, dan bertentangan, berkomunikasi dengan kerahiman berarti membantu menciptakan sebuah kedekatan yang sehat, bebas dan bersaudara di antara anak-anak Allah dengan segenap saudara dan saudari kita dalam satu keluarga umat manusia.
Diberikan di Vatikan, 24 Januari 2016
Paus Fransiskus

Terbaru

Populer

Open chat
Butuh Bantuan?
Adakah yang bisa kami bantu?