Home Blog Page 36

RENUNGAN HARIAN 13 APRIL 2023, Kamis Oktaf Paskah

Kis 3:11-26

Luk 24:35-48

 

Kitab Yang Sulit

Kita baru saja memasuki masa paskah. Sebagai persiapan, di masa prapaskah lalu diadakan pertemuan APP – retret umat. Kita semua diberi kesempatan untuk mengisi hidup dengan firman Tuhan dari KItab Suci. Senang sekali mendengar kisah para penggiat lingkungan yang mengusahakan pertemuan ini tetap berjalan meski dengan cara virtual. Syukur Kitab Suci masih dirindukan. Mereka tetap berusaha hadir, meski kadang merasa Kitab Suci adalah bacaan yang sulit.

Dalam kisah kebangkitan, terlebih dalam kisah Murid yang ke Emaus, rahmat kebangkitan menghantar para murid untuk memahami Kitab suci. “Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci.” (Luk 24:45). Memahami kitab suci bukan sekedar mempunyai banyak pengetahuan. Pemahaman berlangsung dari Tuhan. Pemahaman dan pikiran para murid yang terbuka tentang kitab suci justru terjadi ketika mereka “berkumpul” dan merenungkan bersama. Dalam kebersamaan, iman tumbuh dan pemahaman berbuah.

Lalu?

Sabda Tuhan di dalam Kitab suci bukan sekedar tulisan mati. Yesus bukan sekedar tokoh di masa lalmpau. Ia tetap berjalan bersama kita. Ia terus membuka hati dan pikiran kita untuk memahami sabda-Nya. Baiklah kita membuka dengan doa sebelum membaca sabda-Nya.

PHW

RENUNGAN HARIAN 12 APRIL 2023, Rabu Oktaf Paskah

Bacaan I : Kis 3: 1-10
Mzm : Mzm 105: 1-2.3-4.6-7.8-9
Bacaan Injil : Luk 24: 13-35


Kekhasan yang Menggembirakan

Setelah kematian Yesus dan peristiwa kubur kosong, para rasul mengalami kehilangan dan kebimbangan, termasuk kedua rasul yang sedang berjalan menuju Emaus. Dalam perjalanan, Yesus mendekati, berbincang, berjalan bersama mereka dan singgah untuk makan bersama mereka. Dari sepanjang waktu perjalanan dengan Yesus, kedua rasul tidak mengenal Yesus. Namun, ketika perjamuan makan bersama dengan Yesus, mereka mengenal Yesus karena kebiasaannya dan kekhasannya dalam mengucapkan doa syukur.

Dalam permenungan saya, kebangkitan Kristus semakin diperkuat dengan mengenal kekhasan Yesus. Dalam hal ini, kekhasan itu adalam makan bersama, atau sekarang kita mengenalnya dengan Ekaristi. Perjamuan makan telah membuka mata dan hati kedua rasul dan mereka pulang dengan keyakinan bahwa Yesus telah bangkit. Mereka tidak lagi mempersoalkan apakah Yesus telah hilang atau apakah mereka kecewa dengan kematian Yesus. Mereka kembali dengan keyakinan, Yesus sudah bangkit, karena orang yang telah makan bersama dengan mereka adalah Yesus yang mereka kenal, hanya Dia yang seperti itu.

Dalam hidup sehari-hari, kita pun dapat mengenali orang dari kekhasannya dan kita sungguh yakin bahwa dia adalah orang yang kita kenal. Demikian pula dalam kehidupan iman kita. kita dapat berefleksi, peristiwa hidup manakah yang senantiasa mengingatkan saya kepada Tuhan? atau, dalam Ekaristi, apakah aku sungguh merasakan kedekatan dan kegembiraan dengan Tuhan? Kegembiraan Paskah dapat senantiasa kita rasakan ketika kita mengenal Tuhan dan merasakan kekhasan-Nya dalam hidup kita. Kekhasannya akan senantiasa menjadi penanda bahwa Dia telah bangkit dan menyertai perjalanan hidup kita.

AL

RENUNGAN HARIAN 11 April 2023, Selasa Oktaf Paskah

Kata Yesus kepada Maria Magdalena, "Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa"

Kis 2:36-41
Yoh 20:11-18

“DARI WARISAN MENJADI KEPUTUSAN”


Anda baptis bayi atau dewasa?
Tentu baptisnya sama saja. Yang membedakan adalah siapa yang membuat keputusan.

Waktu kecil, orangtuaku yang memutuskan bahwa iman katolik adalah yang terbaik. Dan itu mereka wariskan kepadaku. Aku dibaptis katolik 9 bulan setelah lahir di dunia.

Berpuluh-puluh tahun berlalu, mengenal, semakin memahami aku menjadikan iman yang pada awal mulanya dipilihkan ini menjadi pilihanku sendiri. Ini keputusanku untuk tetap mengimani Yesus dalam Gereja Katolik. Bahkan lebih lagi, aku menjadi imam-Nya. Aku tidak ingin kehilangan segala hal yang Tuhan berikan lewat Gereja-Nya. Dari warisan menjadi keputusan, aku tetap simpan apa yang telah diberikan.  



Namun ada banyak yang terjadi sebaliknya. Pada usia hidup tertentu memutuskan tidak memilih iman katolik yang dulu dipilihkan oleh orangtuanya. Itu sah-sah saja. Tuhan menghargai kebebasan setiap orang.

Namun, pertanyaannya adalah apa yang terjadi pada fase antara dipilihkan sampai pilihannya sendiri? Apakah dia dibantu untuk mengenal, memahami dan akhirnya semakin mencintai iman yang telah dipilihkan itu? Apakah lingkungan hidupnya, keluarga dan komunitasnya memberi kesaksian yang cukup bagi perkembangan imannya?

Dan dengan banyak perkataan lain lagi Petrus memberi suatu kesaksian yang sungguh-sungguh, dan ia mengecam dan menasihati mereka, katanya “Biarlah dirimu diselamatkan dari angkatan yang jahat ini”.

Banyak orang terharu mendengar kesaksian Para Rasul dan bertanya, “Apakah yang harus kami perbuat?”. Iman adalah sebuah keputusan. Setelah mendengar dan mengalami Tuhan lewat kesaksian para rasul mereka ditantang untuk ambil keputusan bagi hidup mereka sendiri. 

Bertobatlah, dan hendaklah dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu”, kata Petrus kepada mereka. 

Maria Magdalena menangis di dalam kubur Yesus. Tuhan menampakkan diri kepadanya dan memanggil nama pribadinya, “Maria!”. Imannya diteguhkan kembali. Tuhan lalu mengutusnya untuk memberi kesaksian kepada para murid yang lain. 

Maria Magdalena menjadi saksi pertama kebangkitan dan diutus untuk menguatkan para murid yang sedang goyah. Ia bersaksi kepada para Murid, “Aku telah melihat Tuhan!”. Tebak keputusan apa yang diambil para murid setelah mendengar kesaksian itu?

Jadi kamu gimana?

RA

RENUNGAN HARIAN 10 APRIL 2023, Senin Oktaf Paskah

Kis 2:14.22-32
Matius 28:8-15

MARI BERSAKSI

Kalau ada sesuatu yang menarik, lucu, atau bagus dalam medsos, kita tak jarang meneruskannya untuk orang lain. Kita membiarkan orang lain menontonnya atau membacanya. Ya kan? Tujuannya apa? Supaya mereka ikut tertawa, ikut waspada, ikut bersyukur, dan ikut mengalami yang kita rasakan.

Inilah bentuk kesaksian saat ini. Mestinya, kesaksian iman pun juga diteruskan seperti itu. Kita bersyukur atas kebangkitan Kristus sebagai kebangkitan kita semua. Kita bahagia karena Yesus mencintai kita. Mari kita bagikan kebahagiaan itu kepada sesama kita. Kita teruskan pesan ini kepada banyak orang.

Kita lakukan seperti apa yang Petrus lakukan hari ini dalam bacaan pertama. Seandainya jaman Petrus sudah ada medsos, pasti ia akan bersaksi di berbagai medsos yang ada tentang Yesus yang mencintainya dan mencintai kita.

Semoga kita bisa bersaksi tentang cinta Yesus seperti Petrus yang semangat meneruskan cinta Yesus. Mari bersaksi dan berbahagia sebagai orang beriman. Thank God It’s Monday!

RAB

RENUNGAN HARIAN 9 APRIL 2023, HARI RAYA PASKAH

Kis 10:34a.37-43
Kol 3:1-4
Yoh 20:1-9

DIA BANGKIT!!

Beneran? 

Yesus bangkit?

Dari mana kita tahu?

Bahkan sejak dulu, kebangkitan Yesus dari kematian sangat problematik. Sampai-sampai Imam-imam kepala perlu menyebarkan berita bohong (hoax) supaya banyak orang tidak percaya.

“Kamu harus mengatakan bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur” (Mat 28:13). 

Yesus mati di salib. Ini peristiwa definitif. Ada saksi-saksi yang melihat kejadian itu. Dan mereka melihat-Nya dari dekat. Tapi kebangkitannya? tidak ada saksi. 

Memang benar, tidak seorang pun yang menyaksikan langsung proses kebangkitan Yesus. Yang saya maksud adalah peristiwa saat Ia berdiri dari pembaringannya, menggeser pintu batu yang besar itu dan keluar. Tidak ada. 

Yang ada hanya makam – tempat pembaringan jenazah Yesus – kosong! Kain kafan tergeletak di tanah. Kain peluh kepala Yesus tergulung di samping. Hanya itu saja. 

Situasi ini dilihat pertama kali oleh Maria Magdalena. Dia lari mendapati Simon Petrus dan Murid yang dikasihi Yesus – kita tahu siapa yg dimaksud. Simon Petrus – karena lebih tua, kalah lari oleh murid itu yang sampai dulu di makam. Dia tidak masuk, tapi mendahulukan Simon Petrus lebih dulu masuk dan melihat. Murid yang dikasihi lalu masuk kemudian. Ia melihatnya DAN PERCAYA. 

“Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus, sehingga ia lebih dahulu sampai di kubur.”

Kebangkitan Tuhan diimani bukan karena saya tahu, tapi karena saya percaya. Dan menjadi percaya – membutuhkan proses. Proses yang panjang. Tidak dalam satu malam. Butuh waktu. 

“Sebab selama itu, mereka belum mengerti isi Kitab Suci yang mengatakan, bahwa ia harus bangkit dari antara orang mati” (Yoh 20:9). 

Karena belum mengerti bisa jadi kita belum percaya. Hanya sekedar tau belum tentu mengerti, bahkan hanya melihat pun belum tentu mengerti. Mengerti – artinya sadar dan paham apa yang dimaksudkan dan harus dilakukan. Pengertian membantu kita untuk percaya. 

Pertanyaannya – apakah aku sudah paham maksud dari wafat dan kebangkitan-Nya?

Di rumah Kornelius, Petrus bersaksi akan kebangkitan Yesus dengan penuh iman. Karena setelah diterangi Roh Kudus, ia mengerti. Kristus ditentukan Allah menjadi hakim atas orang-orang hidup dan mati. Barangsiapa PERCAYA kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya. 

Lalu, percaya kepada Kristus maksudnya apa?

Renungkan kata-kata Paulus dalam bacaan kedua hari ini. Kolose 3:1-4

Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.

Percaya pada Kristus yang bangkit. Kristuslah hidupmu. Hidupmu untuk Kristus. Percayakan hidupmu pada Kristus yang telah mengalami semuanya, aniaya, hinaan, wafat dan akhirnya bangkit. 

Jadi kamu gimana?

RA

 

 

RENUNGAN HARIAN 8 APRIL 2023, Sabtu Suci

33 Tahun


Masa hidup Tuhan Yesus sangat singkat, 33 tahun sahaja. Sekitar dua setengah tahun lebih panjang dari Yohanes Pembaptis yang digadang-gadang sebagai penghantar kehadiran Tuhan di dunia. Keduanya punya masa hidup lebih rendah dari rata-rata ekspektasi hidup zaman itu yang sekitar 50 tahunan. Maklum jaman perang dan penjajahan.

Terlepas dari singkatnya masa hidup Tuhan Yesus. Kehidupan Nya cukup penuh dengan pencapaian-pencapaian luar biasa. KelahiranNya tahun 0 Masehi, ditandai fenomena alam luar biasa. Supernova besar terjadi, menggerakkan tiga Majus berpindah 1000 km dari Persia di Timur ke Yudea di Barat. Membangunkan gembala-gembala terlelap bergegas datang dan bayi Yesus dipersembahkan ke Bait Allah usia 40 hari. Membangkitkan gusar iblis dalam diri Herodes yang membuatnya mengeluarkan dekrit pembunuhan bayi. Memaksa Yusuf menghantar Maria dan Bayi Yesus ke Mesir, kebetulan sekali juga sekitar 1000 km ke arah Barat.

Yesus merepotkan Yusuf dan Maria saat remaja. Hilang dan ditemukan sedang berdiskusi dengan ahli taurat di usia 12 tahun dan menjawab teguran Maria, “bukankah Aku harus ada di rumah BapaKu?”

Yesus memberi diri dibaptis di sungai Yordan usia 30tahun. Kemudian selama 3 tahun tidak berhenti berkarya. Mengkader 12 rasul, mendidik 70 murid lainnya, mengajar dan memberi makan lebih dari 5000 orang laki-laki.

Tujuh hari terakhir hidupNya. Yesus menggoncangkan bait Allah dengan kehadiranNya di Minggu Palma, hari Senin mengunjugi Lazarus dan diurapi Maria dengan minyak narwastu, hari Selasa memprediksi pengkhianatan Yudas dan penolakan Petrus, hari Rabu mengetahui Yudas menjualnya dengan 30 keping perak, hari Kamis merombak perjamuan Paskah, ditangkap di kebun Zaitun. Hari Jumat, memanggul salib, disalibkan dan wafat. Kemudian menjenguk kerajaan maut di hari Sabat, menghancurkan maut itu dan bangkit di hari pertama setelah Paskah tahun 33 M.

Berapa umur anda saat ini? Apakah anda sudah cukup sibuk mengerjakan kehendak Allah? Perlu berapa tahun lagi anda hidup?

FE

RENUNGAN HARIAN 7 APRIL 2023, Jumat Agung

Yesaya 52:13-53:12
Ibr 4:14-16;5:7-9
Yoh 18:1-19:42


Consummatum est ; “Sudahlah selesai”.

 

Pada saat penghormatan salib, kita akan melihat pengorbanan Kristus yang amat mencintai kita. Kristus yang mau menyerahkan hidup-Nya demi keselamatan kita. Kristus yang juga hadir dalam diri pribadi-pribadi yang mengasihi kita secara tulus: keluarga, pasangan, orang tua, anak, saudara/i kita. Mereka yang juga mau memberikan tenaga, waktu, pikiran, perasaan, harta benda, bahkan segala yang ada pada diri mereka. Sudahkah kita menyadari pengorbanan mereka dan sungguh-sungguh menghormati mereka? Tidak sedikit dari kita yang berubah menjadi pribadi yang lebih baik, pada saat kita mau mengemban tanggung jawab sebagai seorang suami/istri/orang tua/ dan anak.

Maka pada saat prosesi penyembahan salib, saya mengajak anda untuk bukan sekedar menghormati salib Tuhan, tetapi juga mengungkapkan rasa syukur atas pengorbanan anggota keluarga anda. Peluklah mereka, ucapkanlah rasa terima kasih, rasa cinta, rasa syukur anda atas jerih-payah mereka selama ini, atas kedewasaan dan perkembangan diri yang anda terima karena kasih dan kesabaran mereka. Peluklah mereka sebagaimana anda memeluk Kristus sendiri. Jangan sampai anda menyesal dan baru menyadarinya pada saat mereka meninggalkan anda, sebagaimana prajurit yang mengungkapkan, “Sungguh orang ini adalah orang benar!”

Keluarga anda adalah “Salib” yang dianugerahkan Tuhan. Salib yang membentuk anda untuk semakin memiliki iman yang mendalam; harapan yang membebaskan; dan kasih yang mendewasakan. Melalui keluarga, iman kita akan penyertaan Allah menjadi semakin konkret; harapan kita akan sesuatu yang fana/semu tentang kekuasaan/harta benda/kenikmatan duniawi semakin dibebaskan; dan kitapun semakin berani mengorbankan keseluruhan diri kita demi mereka yang kita cintai.

Salib bukan sekedar jalan penderitaan dan kematian, tidak ada dari kita yang mau menderita dan mati. Tetapi Salib menjadi jalan kekudusan dan keselamatan. Kita diajak untuk berani mengikuti Kristus, dengan menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Dia. Bukan mencari-cari masalah dan kesulitan, tetapi juga tidak melarikan diri dari tanggung jawab yang mesti diemban. Justru melalui salib kita semua diselamatkan. Dalam setiap tahapan hidup kita pasti memiliki salib, berupa tanggung jawab yang mesti kita pikul. Bagaimana kita berani mengambil tugas tersebut dengan sukacita bukan melemparkannya kepada orang lain?

AY

RENUNGAN HARIAN 6 APRIL 2023, Kamis Putih

Kel. 12:1-8,11-14;
Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18; 1Kor. 11:23-26;
Yoh. 13:1-15.

Pembasuhan Kaki

Perayaan Kamis Putih, tidak lengkap jika tidak ada pembasuhan kaki. PAnitia biasanya sudah mulai bergerak mencari calon rasul sejak beberapa minggu sebelumnya. Pencarian rasul kerap kali memberikan tantangan. Tidak semua orang mau, ada yang grogi, gugup tidak pantas dan lain sebagainya. Tetapi pernah juga ada umat yang trauma tidak mau lagi menjadi rasul. Seorang bapak yang pernah jadi rasul, dibercandain oleh teman-temannya. Kali lalu setelah upacara kamis Putih, ia mendapat julukan baru sebagai Yudas (iskariot), murid yang mengkhianati Yesus.

Yesus merayakan perjamuan terakhir bersama dengan para murid. Sesudah itu Ia ditangkap dan menjalani saat penderitaanNya. Perjamuan dilakukan selama 3-4 jam. Semua murid pun hadir kala itu. Perjamuan panjang itu diselingi dengan doa, Mazmur dan pujian. Para murid menikmati  sukacita perjamuan. Akan tetapi, memahami pembasuhan kaki, ternyata bukan hal yang mudah. Pembasuhan kaki sebagai persiapan menuju kesempurnaan pelayanan yang hendak dilakukan Yesus dalam salib. Salib masih diimani sebagai kegagalan mesias. Yesus menanggapi meuridNya dengan mengatakan : “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak (Yoh 13:7). Yesus pun juga menegaskan dengan mengatakan, “sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh 13:15). Teladan itu, tidak berhenti pada pembasuhan kaki saja; melainkan, mengasihi hingga wafat di salib.

“Jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki.”

Lalu?
Inilah bahagia yang Yesus maksudkan,  maka berbahagialah murid melakukannya (Yoh 13:17). Bagi para murid hal ini  yang berat. Jalan menuju kebahagiaan yakni persatuan dengan Allah, bukanlah rasa enak dan aman (Bdk juga Luk 9:33-36). Pada saatnya, para murid akan merasakan , kerahiman Allah yang membawa kesadaran akan kelemahan diri membawa pada pengalaman kasih Tuhan. Jangan-jangan, reaksi penolakan para murid, juga menjadi reaksi kita dalam pelayanan.

PHW

RENUNGAN HARIAN 5 APRIL 2023, Rabu dalam Pekan Suci

www.nelsonsamosir.com

Bacaan I : Yes 50: 4-9a
Mazmur Tgp : Mzm 69: 8-10.21bcd-22.31.33-34
Injil : Mat 26: 14-25


“Pengorbanan vs Mengorbankan”



Mari kita melihat perbedaan sikap antara Yudas Iskariot dan Yesus Kristus. Dalam Injil kita membaca tentang Yudas yang sedang bernegosiasi dengan imam-imam kepala untuk menjual Yesus. Kesepakatan di antara mereka adalah tiga puluh uang perak. Kemudian, mereka mencari kesempatan untuk dapat menangkap Yesus. Cerita beralih kepada Yesus yang sedang makan bersama dengan para murid-Nya. Dalam makan bersama itu, Yesus berkata bahwa Ia akan diserahkan kepada imam-imam kepala oleh seorang murid-Nya. Tetapi, sikap Yesus adalah menerima peristiwa tersebut sesuatu dengan nubuat.

“Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus”


Kita bisa melihat dua situasi dan sikap yang berbeda antara Yesus dan Yudas Iskariot. Yudas Iskariot „menjual“ Yesus dan bersekongkol dengan imam-imam kepala. Ia ingin mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan tega hati, ia mengorbankan Yesus demi keuntungan pribadinya. Sikap ini sangat kontras dengan sikap Yesus. Yesus dengan sadar dan bebas memutuskan untuk siap dan rela hati menerima penderitaan. Yesus tidak mengorbankan orang lain untuk keuntungan diri-Nya, sebaliknya Dia mengorbankan diri-Nya sendiri demi keselamatan orang banyak dan penggenapan nubuat.

Kita mungkin kerap bertanya, bagaimana kita menjadi pribadi yang Bahagia? Atau bagaimana kita mendapatkan keinginan kita? Tentu hal ini menjadi dorongan dan motivasi agar hidup kita menjadi lebih baik. Namun, kita perlu menyadari cara dan tujuan dari kebahagiaan itu. Apakah hal tersebut baik hanya untuk diriku dan merugikan orang lain? Apakah kita dengan tega hati mengorbankan orang lain demi kesenangan pribadi? Atau sebaliknya, kita sedang berusaha untuk mewujudkan kebaikan hidup bersama? Belajar dari Yesus Kristus, pengorbanan adalah kerelaan dan kebebasan hati untuk memberikan diri demi kebaikan hidup bersama.

Tuhan memberkati.

AL

RENUNGAN HARIAN 4 APRIL 2023, Selasa dalam Pekan Suci

Yesaya 49:1-6
Injil Yohanes 13:21-33.36-38

YANG DUDUK DEKAT, BERKHIANAT

Drama terjadi di seputar perjamuan terakhir Yesus dengan para murid-Nya. Dalam percakapan, Yesus membuat pernyataan mengejutkan. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku”. Semua saling pandang, tidak ada yang mengaku, bahkan pretensi untuk menuduh. 

Petrus, yang duduk di seberang depan memberi isyarat kepada Yohanes supaya Yesus memberitahu siapa orangnya. Yohanes duduk di sebelah kanan. Sedang Yudas di sebelah kiri-Nya.

“Dia adalah orang, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya”.

Yudas Iskariot menerima juga dari Yesus Roti yg dicelup Anggur. Tapi, Yudas kerasukan iblis.

Tuhan tidak melarang pun tidak mencegah apa yang mau diperbuat Yudas. Dengan segala kebebasannya, Yudas dibiarkan untuk memilih. Dan Yudas melakukan apa yang menjadi pilihannya. Suara Tuhan begitu lirih sehingga tidak ada murid lain yang mengerti apa maksud Yesus menyuruh Yudas melakukan apa yang harus diperbuat saat itu. Perjamuan belum selesai tapi Yudas sudah pergi lebih dulu. 

“Yesus mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot”

Petrus, kemungkinan pindah tempat. Dari seberang, ia duduk di tempat kosong yang ditinggalkan Yudas. Tempat duduk itu sangat “panas”. Bekas duduk Yudas yang pergi, kerasukan iblis dan berkhianat. Maka Petrus bisa berbicara kepada Yesus – tanpa harus memberi isyarat. Ia berjanji untuk mengikuti-Nya ke mana pun Yesus pergi – juga kalau harus pergi menyambut kematian bersama-Nya. 

Lantas, Yesus menguak fakta menyakitkan. Petrus akan menyangkal-Nya tiga kali. Yang duduk paling dekat dengan-Nya justru yang mengkhianati dan menyangkal-Nya. Yang berjanji mau mati bersama-Nya malah yang akan menyangkal-Nya.

Yang disayang, melukai.

Yang berjanji, menyangkal. 

Kepada murid itu, Simon Petrus memberi isyarat dan berkata, “Tanyakanlah siapa yang dimaksudkan-Nya”

Setiap orang bisa mendekat kepada Yesus. Siapa saja. Duduk dekat-Nya, mendengar setiap perkataan-Nya. Tapi, orang yg sama bisa menjadi orang yang menyangkal-Nya bahkan mengkhianati-Nya. Itulah manusia. Realita. 

Apakah Tuhan Yesus marah dengan itu? Tidak. Dia menghargai pilihan bebas kita. 

Karena yang paling penting adalah tindakan apa yang kita ambil setelah itu. 

Memohon pengampunan dan bertobat seperti Petrus, atau 

… kita tau apa yang terjadi pada Yudas Iskariot. 

Jadi kamu gimana?

RA

 

 

Terbaru

Populer

Open chat
Butuh Bantuan?
Adakah yang bisa kami bantu?