Info Gembala Baik KAJ Edisi Ke-6/3/2014
UNDANGAN: “Cipta Lagu Liturgi dalam rangka Festival Lagu Liturgi Anak 2014”
Salam damai dalam Tuhan kita Yesus Kristus,
Merespon keprihatinan akan minimnya ketersediaan lagu-lagu liturgi untuk anak, maka Komisi Liturgi KAJ mengadakan rangkaian kegiatan guna mendorong para komponis dan pemerhati anak untuk menciptakan lagu-lagu liturgi anak. Rangkaian kegiatan telah dimulai sejak Desember 2013 dan puncaknya akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 mendatang dalam bentuk Festival Nyanyian Liturgi Anak. Sehubungan dengan hal tersebut kami mengundang Bapak/Ibu/Sdr/i untuk berpartisipasi dalam mencipta lagu-lagu yang dapat digunakan dalam perayaan-perayaan liturgi oleh anak-anak di KAJ. Berikut kami sertakan penjelasan singkat menyangkut kriteria-kriteria lagu yang akan dibuat :
KRITERIA SYAIR
– Lagu liturgi anak untuk perayaan-perayaan liturgi pada masa biasa.
– Lagu diperuntukan di dalam Perayaan Ekaristi untuk kategori lagu pembuka, persiapan persembahan, komuni dan sesudah komuni (penutup).
– Selaras dengan ajaran Katolik, yang bersumber dari Kitab Suci, Tradisi dan sumber-sumber liturgi (cfr. SC 121)
– Memakai bahasa Indonesia yang baik, benar (seturut Kamus Bahasa Indonesia yang resmi) dan mudah dimengerti oleh anak-anak.
KRITERIA MUSIK
– Melodi original dan belum pernah diterbitan dalam bentuk buku.
– Wilayah nada : C’-D”
– Menggunakan interval melodi yang bisa dinyanyikan oleh anak-anak
– Panjang : minimal 8 bar maksimal 32 bar, jumlah bait maksimal 2 bait.
– Lagu-lagu yang diciptakan boleh bercorak inkulturatif.
– Harap diperhatikan keserasian :
- Karakter : syair dan melodi selaras
- Frasering : pemenggalan kata, kalimat syair dan melodi tepat
- Aksentuasi : penekanan suku kata, kalimat dan melodi selaras (bds. bahan lokakarya komposisi nyanyian liturgi anak KomLit KAJ 2014)
Lagu yang terkumpul akan diperiksa oleh tim musik KomLit KAJ. Sebagai bentuk apresiasi, KomLit KAJ akan memberikan sertifikat kepada seluruh komponis yang telah berpartisipasi dan lagu terbaik yang terpilih akan ditampilkan dalam festival pada bulan Oktober 2014. Semua lagu-lagu yang terkumpul dan memenuhi syarat akan dicetak, sebagai kumpulan lagu liturgi anak KomLit KAJ. Batas pengumpulan lagu pada hari Kamis, 31 Juli 2014 (cap post) . Lagu dikirim dalam bentuk :
- Hardcopy (4 rangkap) ke Komisi Liturgi KAJ dengan alamat Jl. Katedral No 7, Jakarta 10710
- Softcopy ke email kajkomlit@gmail.com
Besar harapan kami Bapak/Ibu/Saudara/i berkenan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini guna mengembangkan dan memperkaya khazanah nyanyian liturgi di Keuskupan yang kita cintai ini. Demikian yangdapat kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Salam Liturgi,
RD. Hieronymus Sridanto Aribowo Nataantaka
(Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Agung Jakarta)
SURAT KELUARGA JULI 2014: “Kebersamaan dalam Kesibukan”
Kebersamaan adalah kekuatan,
Ketika manusia merasa sendiri di keramaian
Karena kehadiran formal bukan impian keluarga
Meskipun kota kita membutuhkannya
Mari mencintai sekali lagi keluarga kita
Membiarkan pelukan kemanjaan anak-anak
Dan kemesraan pasangan menjadi pesta
Kamu pasti tahu bagaimana rasanya
Semoga kamu tidak pernah lupa
Keluarga-keluarga Katolik yang terkasih,
Senang sekali kita mengingat kebersamaan semasa liburan kemarin. Kita dan seluruh keluarga menikmati acara bersama yang mengakrabkan dan membangun persaudaraan yang utuh dan asli. Bukankah liburan membuat kita bisa recharge kekuatan pribadi juga? Seperti batere HP kita yang kita sambungkan di powerbank, kita menemukan kesejatian hidup bersama orang yang kita sayangi di dalam keluarga.
Pada waktu kita mulai sibuk dalam pekerjaan masing-masing, semoga kita tidak lupa kebutuhan waktu bersama ini. Meskipun tuntutan hidup dan ekonomi kadang memacu semangat “ke luar rumah”, ingatlah bahwa hidup Anda tidak di sana, melainkan di dalam keluarga. Mungkin ini kebijaksanaan pertama yang perlu kita sadari bersama.
Dalam pertemuan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) yang baru lalu, kami mendapat pengajaran dan pencerahan perlunya suatu kesadaran akan pentingnya dan tantangan gadget yang masuk di rumah kita. Bahkan di rumah pun kita bisa “berada di luar” karena gadget merebut perhatian kita sehingga kita menambah lagi waktu terpisah kita dengan orang-orang yang terdekat dengan kita.
Gadget semestinya dapat dipakai sebagai alat komunikasi yang membuat hidup kita semakin nyaman, bukan menambah berat beban hidup. Fasilitas yang semula menjadi sarana ini telah “mengganggu” hidup bersama karena kita kurang peka pada prioritas waktu kita sendiri. Kita bisa habis mengoperasikan gadget dan menarik orang-orang di luar rumah, padahal mereka yang dekat kita abaikan. Apa yang kita cari?
Kesepian bisa semakin melanda anggota keluarga, karena hidup dalam dunia virtual (tidak nyata) dan merasa memiliki segalanya. Banyak orang yang kecanduan teknologi kehilangan kemampuan berkomunikasi dan sisi menarik alami dirinya. Ia sibuk dengan benda mati yang seakan hidup itu dan meninggalkan kebutuhan tersambung dengan orang-orang hidup di sekelilingnya. Hidup bersama jadi tidak menarik, karena setiap orang saling mengabaikan dan saling membangun dunia mayanya sendiri.
Kalau Tuhan Yesus saja menginginkan kita selalu berada dalam persekutuan, dalam Matius 18:20, dikatakan “..di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Sabda ini barangkali banyak benarnya, karena kita bisa sangat asyik berjejaring sendiri dan lupa membangun jaringan dalam keluarga inti (Suami, isteri, anak-anak). Kesulitan dan gangguan mudah muncul karena kita sendiri, tanpa kontrol dari orang lain.
Sebuah kebersamaan dibangun dari komitmen bersama, berjanji untuk bertemu secara periodik dalam suatu minggu dan menikmati waktu bersama yang indah. Waktu bersama anak-anak sangat terbatas, mereka selalu beranjak dewasa dan suasana setiap hari berubah. Apakah kita mau kehilangan momen yang tak terlupakan bersama mereka? Masa depan masih besok hari, tetapi hari ini adalah untuk hari ini. Kita tidak boleh mengabaikan saat demi saat dalam keluarga.
Saya merindukan keluarga-keluarga Katolik makin terbiasa berdoa bersama. Berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, dan berdoa sebelum bekerja adalah cara-cara praktis agar doa bersama jadi habit yang membuat Tuhan Yesus makin terlihat nyata. Rumah tanpa Tuhan pasti akan terlunta-lunta meskipun penuh harta. Rumah bersama Tuhan pasti terberkati, jika selalu bersama-Nya dan bersama seluruh anggotanya.
Selamat datang masa sekolah, selamat menjelang liburan tambahan pada hari raya Idul Fitri yang akan datang. Semoga di masa hari raya saudara-saudara muslim, anak-anak dan seluruh keluarga juga diajari hidup dalam damai dan kerukunan antar umat beragama. Kita ingin menampilkan keluarga Katolik yang bersahaja, ramah, dan penuh persaudaraan dan kasih.
Tuhan memberkati kita semua.
Salam dalam Yesus, Maria, dan Yusuf
Alexander Erwin MSF
Doa Menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014
Allah Bapa yang Mahamurah,
kami mengucap syukur atas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan alam yang indah, subur dan kaya, dengan penduduk yang Bhinneka Tunggal Ika.
Tuhan Yesus yang penuh kasih,
negara kami sedang merayakan pesta demokrasi untuk memilih presiden dan wakil presiden kami. Kami mohon pertolonganMu,
agar pemilihan ini berjalan lancar, jujur, aman dan damai. Jauhkanlah pesta demokrasi ini
dari rencana dan cara yang curang dan tak terpuji.
Ya Roh Kudus,
curahkanlah rahmat kebijakasananMu
agar kami berani melakukan pilihan
dengan hati nurani dan pikiran yang jernih.
Semoga presiden terpilih Kau terangi
untuk mengusahakan damai sejahtera bagi seluruh bangsa.
Bunda Maria,
doakanlah kami, agar tetap hidup damai penuh persaudaraan dan menghargai setiap perbedaan, terutama di saat pemilihan presiden dan wakil presiden ini.
Doa ini kami panjatkan dengan perantaraan Kristus, Tuhan dan Penyelamat kami.
Bapa Kami 1X
Salam Maria 3X
Kemuliaan 1X
Kelompok amal Katolik bantu para korban konflik di Irak
Irak, sebuah negara yang sedang bergolak menghadapi masa depan yang semakin suram, organisasi-organisasi amal Katolik sedang menggalang pertemuan untuk membantu mereka yang menderita akibat kekerasan yang sedang berlangsung.
“Gerakan ini cukup terbatas sehingga semua angka dan informasi yang kami peroleh serba ketidakpastian,” kata Kris Ozar, koresponden untuk Karitas Mesir, sebuah lembaga bantuan internasional Gereja Katolik, kepada CNA belum lama ini.
“Satu hal yang pasti dan saya dengar di sini adalah bahwa tidak ada yang tahu, tidak ada yang tahu,” katanya. “Tidak ada yang tahu kemana orang pergi, tidak ada yang tahu berapa lama orang tinggal, orang menyewa rumah tetapi bersifat sementara karena harganya mahal.”
“Semuanya serba ketidakpastian, benar-benar ketidakpastian.”
Meskipun Ozar secara resmi ditugaskan ke Mesir, ia telah dikirim oleh organisasi itu ke Irak dalam rangka memberikan bantuan kepada para pengungsi.
Setelah melarikan diri dari Mosul hanya 15 menit sebelum diserbu oleh ISIS pada 10 Juni, Ozar meninggalkan Mesir, dan tiba kembali ke Irak pada 30 Juni.
Bertujuan untuk mendirikan negara Sunni di Suriah dan Irak, yang merupakan mayoritas Syiah, ISIS, Islamic State Iraq and Levant(ISIL), juga dikenal sebagai kelompok Islamic State Iraq and Syria(ISIS), melakukan serangan ke Irak pada awal Juni, dan merebut Mosul, kota terbesar kedua negara itu pada 10 Juni.
Kelompok ini sekarang menguasai sebagian besar utara dan tengah Irak, termasuk kota Tal Afar.
Pada akhir pekan, para pengungsi yang melarikan diri setelah serangan 10 Juni di Mosul, mulai kembali ke daerah mereka, banyak yang berlindung di kota tetangga Erbil, dimana mereka berada di bawah perlindungan tentara Kurdi.
“Ketika saya berbicara dengan keluarga-keluarga pengungsi, mereka membutuhkan bantuan,” kata Ozar.
“Tapi, kebutuhan terbesar adalah makanan, kasur, dan uang agar mereka bisa membeli ponsel untuk menelepon keluarga mereka. Mereka juga memerlukan obat-obatan.”
Banyak keluarga kini terpaksa tidur di sekolah-sekolah setempat. “Mereka membutuhkan kasur, seprai dan selimut, mereka membutuhkan sabun dan pakaian.” (Indonesia.Ucanews.Com)
Persiapan Sinode Keluarga, Vatikan Rilis Dokumen tentang Keluarga
Perjuangan dan tantangan yang dihadapi umat Katolik di seluruh dunia dalam mengikuti ajaran Katolik terungkap dalam dokumen yang menjadi pedoman untuk sinode para uskup tentang keluarga di Vatikan mendatang.
Dokumen itu, yang diharapkan banyak umat Katolik sebagai barometer untuk sinode itu, juga mempertegas kembali ajaran Gereja tentang perkawinan tak terceraikan, pembatasan perkawinan pasangan heteroseksual, dan pasangan harus terbuka untuk memiliki anak.
Dokumen itu juga menyatakan bahwa Gereja harus merespon perjuangan keluarga untuk mematuhi ajaran Gereja yang menentang – perceraian dan pernikahan kembali, kontrasepsi, kumpul kebo, dan pernikahan sesama jenis.
Dirilis oleh Vatikan pada Kamis, dokumen tersebut dipersiapkan untuk sinode para uskup yang akan diadakan pada Oktober.
Seperti yang disampaikan oleh Paus Fransiskus tahun lalu, sinode 2014 itu adalah pertama dari dua pertemuan para uskup dari seluruh dunia di Vatikan dengan tema “Tantangan pastoral keluarga dalam konteks evangelisasi.”
Kantor Sinode Uskup menyusun dokumen persiapan itu setelah konsultasi dengan para imam dan awam yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Beberapa bulan terakhir, berita tentang sinode tersebut telah memberikan harapan bahwa Paus Fransiskus mungkin mempertimbangkan perubahan dalam praktik pastoral Gereja di sejumlah bagian, terutama yang berkaitan orang bercerai dan menikah lagi lalu menerima Komuni.
Namun, dokumen itu menjelaskan sinode mendatang itu sebagai acara khusus bagi para uskup untuk mengevaluasi bagaimana menjelaskan ulang ajaran-ajaran saat ini, bukan mengevaluasi ajaran mereka sendiri.
Dokumen, yang dikenal dalam bahasa Latin sebagai instrumentum laboris, juga menyalahkan budaya modern yang membuat umat Katolik kurang menerima ajaran Gereja tertentu.
Tanggapan atas konsultasi global kantor sinode itu – dengan melihat jawaban kuesioner yang panjang dari konferensi waligereja di seluruh dunia tentang bagaimana umat Katolik menganggapi ajaran-ajaran Gereja – terkait “alasan yang mendasari kesulitan mereka dalam menerima ajaran Gereja,” tulis dokumen itu.
Di antara alasan-alasan tersebut: “Budaya hedonistik, relativisme, materialisme, individualisme, sekularisme berkembang, prevalensi ide-ide yang mengarah ke sebuah liberalisasi moral.”
Dokumen, yang mencakup 85 halaman itu, akan digunakan oleh para uskup di seluruh dunia dalam mempersiapkan sinode 2014 dan 2015.
Dokumen itu diumumkan secara resmi dan ditandatangani oleh Lorenzo Kardinal Baldisseri, sekjen Kantor Sinode Uskup Vatikan.
Dokumen ini dibagi menjadi tiga bagian: Sebuah penelitian “pengetahuan dan penerimaan” umat Katolik terhadap ajaran Gereja; Sebuah studi tentang “berbagai tantangan dan situasi” yang dihadapi keluarga; Tantangan pastoral tentang “keterbukaan untuk kehidupan” dan membesarkan anak-anak.
Butir-butir dokumen itu juga mengacu pada aborsi, kontrasepsi, pernikahan sesama jenis, serta perceraian dan pernikahan kembali. Butir-butir lain berbicara banyak tentang iman dan ajaran Gereja dalam konteks yang lebih luas terkait keluarga.
Para uskup yang menghadiri sinode Vatikan itu diharapkan meninjau kembali dokumen itu dalam persiapan untuk laporan mereka selama pertemuan pada Oktober.
Sinode 2014, dikenal sebagai sinode luar biasa, akan dibatasi terutama untuk para pemimpin konferensi-konferensi waligereja nasional. Pertemuan 2015 akan jauh lebih besar, yang terdiri dari beberapa uskup terpilih yang mewakili masing-masing negara. (Indonesia.UCANews.com)
Tokoh Lintas Agama Serukan Pilpres Damai
Perwakilan tokoh Agama Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu menyerukan kepada masyarakat agar menjaga pemilihan presiden (pilpres) 2014 berlangsung berjalan dengan damai. Mereka juga mengimbau para pasangan capres-cawapres dan pendukungnya untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Hal itu terungkap dalam sebuah kesepakatan yang dihadiri oleh wakil dari agama masing-masing seperti dikutip dalam rilis yang diterima detikcom, Sabtu (21/6/2014). Kesepakatan itu ditandatangani oleh Din Syamsuddin yang juga menjabat Ketua MUI dan Ketua PP Muhammadiyah, Pdt Gomar Gultom sebagai Sekum PGI, Nyoman Udayana dari Parisada Hindu Dharma Indonesia, M Iqbal Sullam dari PBNU, Romo YR Edy Purwanto dari Sekretaris Eksekutif KWI, WS Wawan Wiratma dari Matakin, Slamet Effendy Yusuf dari MUI, dan Rusli dari Walubi.
“Seruan ini kami ungkapkan semoga dengan begitu kita dapat menghindarkan terjadinya chaos, kekacauan, apalagi konflik sesama anak bangsa dalam momentum Pilpres ini. Kami menyerukan semua pihak agar menyatukan tekad bagi terwujudnya Pilpres yang aman dan damai,” tulis rilis tersebut.
Berikut seruan yang disepakati oleh para tokoh lintas agama tersebut:
1. Agar pihak-pihak yang bersaing dalam penyuksesan calon Presiden dan Wakil Presiden memegang teguh cara bersaing yang menjunjung tinggi kejujuran yang dilandasi oleh semangat persaudaraan sesama anak bangsa. Karena itu harus dihindari cara-cara yang dapat memecah belah masyarakat, menimbulkan permusuhan sesama anak bangsa , dan merusak persatuan.
2. Agar semua pihak dapat menggunakan momentum Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ini sebagai bagian dari pendidikan politik bagi rakyat Indonesia untuk secara terus menerus makin mematangkan kesadaran dan meningkatkan partisipasi politiknya dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Untuk itu mesti dihindarkan praktik politik uang, kampanye hitam (black campaign) yang hanya memperbodoh masyarakat dan mengurangi kualitas demokrasi.
3. Agar kemuliaan dan universalitas nilai agama dapat didayagunakan sebagai pegangan oleh semua yang terlibat dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Maka kami menyerukan agar pihak-pihak dan lembaga yang berkontestasi tidak memanfaatkan sentimen agama untuk kepentingan politik sesaat dan mempolitisasi agama, dengan mengedepankan kebajikan, kemaslahatan, kejujuran, keadilan, dan kemaslahatan umum menjadi dasar dan tujuan dalam bersikap, bertindak dan mengambil kebijakan.
4. Agar seluruh rakyat dapat menggunakan hak politiknya secara bertanggung jawab, menjunjung tinggi demokrasi, dan saling menghormati hak sesama warga negara Republik Indonesia, sehingga apapun hasilnya Rakyat Indonesia menerima dan mengakui hasil Pemilihan Presiden/Wakil Presiden. (Detik.Com)
Akhir-akhir ini banyak masyarakat Indonesia gelisah akan Pilpres 2014 ini yang lebih panas dari pada Pilpres sebelumnya. Indikator yang paling terlihat adalahnya banyaknya Kampanye Hitam (fitnah) dan Kampanye Negatif yang bertebaran dimana-mana yang memprovokasi masyarakat Indonesia. Kita sebagai Gereja Katolik tentu bersikap netral! Tidak memihak capres-cawapres manapun! Namun Kita tetap wajib mengusahakan Pemilu untuk berjalan Damai dan Harmoni.
Marilah secara khusus kita mendoakan Ibu Pertiwi kita, agar proses demokrasi ini berjalan penuh kedamaian tanpa terjadi konflik besar apalagi berdarah. Dan marilah kita proaktif menyerukan Pemilu untuk berjalan damai tanpa ada kebencian. Semoga Allah Bapa di Surga menunjukkan jalan terbaik bagi masa depan bagi Indonesia yang berdemokrasi dan berbhineka tunggal Ika ini. Amin
Ketika Azan dan Lonceng Bersahutan Penuh Harmoni di Kampung Sawah
Azan zuhur berkumandang merdu dari Masjid Al Jauhar milik Yayasan Pendidikan Fisabilillah (YASFI) yang berlokasi di Kampung Sawah, Kelurahan Jati Murni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis pekan lalu. Dalam waktu hampir bersamaan, dentang lonceng terdengar dari belakang masjid. Sekitar 200 meter dari sana berdiri Gereja Kristen Pasundan.
“Lonceng bunyi, kita di sini azan, sudah menjadi hal biasa,” ujar pendiri YASFI Rahmadin Afif saat berbincang dengan di rumahnya. Suasana seperti itu di Kampung Sawah sudah terjadi sejak zaman Belanda. Meski berbeda agama, kerukunan antara umat Nasrani dan Islam dapat tercipta begitu kuat. Rahmadin juga mengatakan kebudayaan Kampung Sawah tidak banyak memiliki perbedaan dengan adat Betawi meski secara geografis tidak masuk wilayah Jakarta. Dia membenarkan kelompok Nasrani menggunakan simbol-simbol Betawi untuk melestarikan budaya. “Karena bahasanya juga sama sih. Di sini kan omongnya sama dengan Betawi,” katanya. “Makanya gereja Katolik ini menghidupkan budaya Betawi.”
Tradisi Berpakaian dan Balikin Rantang
Rahmadin tidak menampik ada penolakan dari komunitas Islam saat kalangan Katolik mengenakan simbol-simbol Betawi dan Islam. Tetapi masyarakat akhirnya dapat menerima setelah mendapat penjelasan dari kelompok Katolik. “Kalau baju muslim kan jilbab, dia pakai kerudung, kebaya. Ada juga baju koko,” ujarnya. “Baju koko itu baju China, cuma dipakai orang Betawi.”
Rahmadin mengakui toleransi antar umat beragama telah mengakar di sana. Ini lantaran setiap orang terikat identitas sama, yakni penduduk Kampung Sawah. “Karena masih satu keturunan, bahasanya sama dan penduduk asli, jadi kita tidak ada masalah. Saling menghormati dan menghargai,” katanya.
Sekretaris Kelurahan Jati Murni Mohamad Ali menjelaskan kadang warga dari masing-masing agama saling bertukar makanan saat hari raya tertentu. Dia mencontohkan saat Natal jemaat Nasrani memberi makanan kepada orang Islam. Begitu juga sebaliknya, orang Islam berbagi hal serupa atau istilahnya balikin rantang.
Alhasil, suasana kehidupan beragama di Kampung Sawah berjalan kondusif. Bahkan mereka saling menjaga keamanan dan ketertiban saat tiap penganut agama beribadah. Misalnya kalau Natal ada organisasi kemasyarakatan Islam menjaga parkir jemaat Nasrani. Begitu pula sebaliknya ketika Idul Fitri. “Itu berjalan alami dan tanpa dikomandoi,” kata Ali.
“Kebiasaan Kampung Sawah ini bisa dibilang unik,” kata Mohamad Ali, dia mengatakan itu lantaran melihat sendiri sesuatu mungkin tidak ditemukan di desa lain. Jemaat Nasrani beribadah menggunakan pakaian khas Betawi. Padahal Betawi terlanjur identik dengan nilai-nilai Islam.
Paguyuban Umat Beragama (PUB) Sangat Berperan Aktif Menjaga Kerukunan Beragama
Untuk menjaga dan meningkatkan komunikasi antar penganut agama terdapat wadah bernama Paguyuban Umat Beragama (PUB). Lembaga ini digunakan warga untuk kegiatan sosial kemasyarakatan di Kecamatan Pondok Melati, khususnya di Kampung Sawah. “Pengurusnya dari Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha. Jadi (kegiatan) sifatnya sosial, tidak ada hubungannya dengan akidah,” tutur Jacobus Napiun, yang merupakan salah satu pengurus PUB Pondok Melati. Lelaki asli Kampung Sawah ini bahkan berani bertaruh identitas semacam itu tidak ada di daerah lain. “Tradisi Kampung Sawah bukan produk dari generasi sekarang, melainkan sejak nenek moyang kami,” ucapnya.
Tradisi Sedekah Bumi
Ia juga menjelaskan kelompok Katolik dan Protestan di Kampung Sawah kadang menggunakan simbol adat Betawi dalam peribadatan tertentu. Beberapa perayaan menjadi tradisi Betawi juga menjadi kebiasaan di gereja.
“Ada sebuah tradisi berkembang di masyarakat seperti kenduri. Kami sebut itu sedekah bumi,” ujar Jacobus. “Itu ditempatkan dalam sebuah ritual. Ini kan tema pokoknya bersyukur baik dalam komunitas kecil atau besar.”
Ritual sedekah bumi ini digelar umat Katolik di Gereja Santo Servatius saban 13 Mei. Saat peringatan ini, seluruh jemaat mengenakan pakaian adat Betawi, kebaya dan kerudung bagi perempuan serta baju jawara atau baju koko bagi laki-laki.
Jacobus mengungkapkan hal ini merupakan bagian dari upaya melestarikan kebudayaan Betawi sudah lama ada di Kampung Sawah. “Tradisi Kampung Sawah memang identik dengan Betawi, tapi ada juga pengaruh Sunda,” tuturnya.
Dia pun akrab dengan busana tradisional Betawi. Dia sering berbaju koko dan berpeci tidak hanya saat beribadah, melainkan juga ketika menghadiri undangan hajatan. Bahkan dandanannya itu kerap disebut lebih ustaz ketimbang ustaz beneran.
Dia tidak sependapat dengan pandangan menyebut simbol kebudayaan Betawi di Kampung Sawah adalah ajaran Islam. “Kami tidak mau ada dikotomi seolah ini produk orang muslim. Ini produknya orang Kampung Sawah.”
Kebiasaan ini tidak hanya dijalankan oleh orang asli dan keturunannya. Warga pendatang diwajibkan mengikuti tradisi Kampung Sawah dan tidak boleh memaksakan kebiasaan daerah asalnya. “Kalau orang datang dan sudah minum air Kampung Sawah maka dia harus menjadi orang Kampung Sawah.”
Sungguh indah menyaksikan secara nyata bahwa masih ada sebuah tempat yang betul-betul menjadikan kerukunan beragama sebagai bagian dari tradisi asli masyarakatnya yang heterogen. Kiranya kita wajib proaktif dengan segala cara untuk meningkatkan kerukunan beragama di wilayah kita masing-masing, jangan hanya berpangku tangan saja menunggu hal itu terjadi. Bukankah kewajiban Hukum Cinta Kasih Tuhan dijalankan pertama-tama dalam bentuk perbuatan aksi nyata? (Merdeka.Com)