Dalam rangka menanamkan bibit panggilan hidup bakti religius, maka Komisi Panggilan Keuskupan Agung Jakarta (KomPang KAJ) bersama seksi panggilan paroki-paroki serta tarekat-tarekat religius biarawati di KAJ (OSU, JMJ, FSE, KSFL, PBHK, AK, PIJ, H.Carm, SPM, dsb) akan mengadakan LIVE IN bagi Remaja Putri (SMP/SMA).
Acara diadakan pada 15 – 16 November 2014. Mohon Seksi Panggilan Paroki mendaftarkan Remaja Putri (SMP/SMA) yang berminat dan turut mendampingi saat Brifing (9 November). Info lengkap dan konfirmasi kehadiran hubungi Ani Arnold (email: ani_darmanto@yahoo.com atau sms ke 08161364830). (*)
Dalam rangka sharing iman dan membangun persaudaraan diantara Para Pewarta di paroki-paroki (katekis, guru agama, pembina iman, prodiakon dan pemandu Kitab Suci) dan menyemarakkan Tahun Pelayanan 2014 “Dipilih untuk Melayani”, maka Komisi Kateketik (Komkat), Komisi Kerasulan Kitab Suci (KKS) dan Komisi Liturgi (Komlit) KAJ, membuat gerakan bersama dalam bentuk “Temu Pewarta Iman” dalam bingkai spirit “Duc in Altum” (Luk 5:2-6).
Kegiatan dilaksanakan pada Minggu, 2 November 2014 di Aula SMP St. Maria, Juanda. Rangkaian kegiatannya: Aneka Kontes, Talkshow, dsb. Info lengkap hubungi: Komisi Kateketik (021-3519193, eks. 222).
Susunan Acara:
PERAYAAN EKARISTI (09.00-10.00)
Perayaan Ekaristi akan dipimpin oleh Rm. Vikjen KAJ, RD. Samuel Pangestu. Perayaan Ekaristi ini sebagai gong pembuka seluruh rangkaian acara. Dalam Perayaan Ekaristi ini diharapkan Romo Vikjen member motivasi kepada para pewarta iman tentang peran strategis mereka dalam pertumbuhan iman umat di KAJ. Konsekuensinya, para pewarta ini harus terus meningkatkan kualitas pribadi dalam mengemban tugas mulia ini.
BRIEFING TENTANG KONTES (10.00-10.30)
Panitia menjelaskan secara rinci tentang rangkaian acara, mengenai jadwal, tempat atau lokasi acara dan juga hal-hal praktis lain yang perlu diketahui peserta.
KONTES PEWARTA IMAN
Kontes ini akan berlangsung selama kurang lebih 2.5 jam untuk babak penyisihan dan 1 jam sesudah makan siang untuk babak final. Metode dan proses akan ditentukan setelah mengetahui berapa jumlah peserta.
Prodiakon (KontesMembawakan Kotbah)
Setiap paroki mengirimkan 1 orang Prodiakon wakilnya dan mempersiapkan kotbahnya maksimal 5 menit dengan tema: (a) Kotbah/Renunganterkait“Peringatan Arwah semua Orang Beriman”
Katekis (KontesPengajaranIman / KPI)
Setiap Paroki mengirimkan 2 orang wakilnya untuk presentasi 5 menit bagaimana mengajar: (a) CalonBaptis Dewasa (b) siswa-siswi yang belajar agama katolik di Paroki (c) Anak-anak Bina Iman Anak dan Anak-anak Bina Iman Remaja
Fasilitator KS (KontesPendalamanKitabSuci / KPKS)
Setiap paroki mengirimkan 2 orang wakilnya untuk mempresentasikan selama 5 menit bagaimanamemimpinpendalamanKitabSuci di lingkungandengan tema“Peringatan Arwah semua Orang Beriman”
Setiap Paroki mengirimkan 3 orang wakilnya yang terdiri dari: 1 orang prodiakon, 1 orang katekis dan 1 orang fasilitator KS untuk mengikuti acara Kuis Cepat Tepat ini. Soal yang diajukantentangapasajaterkaitimankatolik.
Fun Games (Untukpeserta yang tidakmengikuti ke-4 acara di atas)
Peserta yang tidak ikut dalam ke-4 acara di atas, akan tetap tinggal di Aula Besar untuk bersama Sie Acara mengadakan suatu acara yang menarik bersama dan berkesempatan juga untuk memenangkan suatu kontes tertentu. Gagasan atau ide masih sedang dikembangkan.
TALK SHOW
Selama 30 menit, kita akan mengundang RD. Yust. Ardianto untuk membawakan seminar dengan tema “Pulgatorium”. Acara akan dilanjutkan dengan Tanya jawab atau pun tukar pikiran yang dialami oleh para peserta dalam karya pastoral mereka sehari-hari.
Vincent Kardinal Nichols dari Westminster, Inggris, berbicara dengan Raymond Kardinal Burke, pejabat Vatikan.
Vincent Kardinal Nichols dari Westminster, Inggris, berbicara dengan Raymond Kardinal Burke, pejabat Vatikan.
Setelah beberapa hari perdebatan terkait laporan pertengahan sinode, Sinode Uskup tentang Keluarga menyepakati dokumen akhir berdasarkan pada ajaran Gereja. Namun, Sinode itu gagal mencapai konsensus mengenai pertanyaan-pertanyaan terutama isu-isu kontroversial seperti umat Katolik bercerai dan menikah lagi secara sipil lalu menerima Komuni, serta pelayanan pastoral bagi pasangan sejenis.
Diskusi-diskusi di aula Sinode telah memanas setelah laporan pengantar jangka menengah pada 13 Oktober menggunakan bahasa yang kurang etis terhadap orang-orang dengan cara hidup bertentangan dengan ajaran Gereja, termasuk umat Katolik bercerai dan menikah lagi secara sipil, kumpul kebo dan pernikahan sesama jenis.
Ringkasan dari diskusi kelompok, yang diterbitkan pada 16 Oktober, menunjukkan mayoritas Bapa-Bapa Sinode menginginkan dokumen akhir untuk lebih mempertegas ajaran Gereja dan memberi perhatian lebih pada keluarga-keluarga yang hidupnya mengikuti ajaran Gereja.
Laporan akhir, dimana Bapa Suci memerintahkan untuk diterbitkan menyusul kesimpulan sinode, menampilkan lebih banyak kutipan dari Kitab Suci, serta referensi pada Katekismus Gereja Katolik dan ajaran Beato Paus Paulus VI, Santo Yohanes Paulus II, dan Paus Emeritus Benediktus XVI.
Bapa-Bapa Sinode memilih pada masing-masing dokumen dengan 62 paragraf. Mayoritas menerima semuanya, tapi tiga Bapa Sinode tak setuju, namun telah mendapatkan dua pertiga mayoritas yang biasanya diperlukan untuk persetujuan dokumen sinode.
Dua dari paragraf tersebut berhubungan dengan sebuah proposal dari Walter Kardinal Kasper dari Jerman yang akan membuat lebih mudah bagi umat Katolik bercerai dan menikah lagi secara sipil lalu menerima Komuni. Dokumen itu mencatat perbedaan pendapat tentang topik dan direkomendasikan akan dikaji lebih lanjut.
Bagian dokumen tentang homoseksualitas, yang juga mendapat persetujuan supermayoritas, secara signifikan mengubah laporan paruh sinode.
Judul asli – “menyambut kaum homoseksual” – diubah menjadi “pelayanan pastoral kepada orang-orang dengan orientasi homoseksual.”
Pastor Federico Lombardi, juru bicara Vatikan, mengatakan kepada para wartawan bahwa tidak ada supermajoritas menunjukkan kurangnya konsensus dan membutuhkan diskusi lebih lanjut, namun ia menekankan bahwa tidak ada dokumen yang menjadi beban doktrinal.
Laporan akhir sinode akan berfungsi sebagai agenda untuk Oktober 2015 berkaitan dengan sinode dunia tentang keluarga, yang akan membuat rekomendasi kepada Bapa Suci.
Paus Fransiskus mengatakan ia menyambut ekspresi tak setuju dari sinode itu.
Sementara meyakinkan majelis bahwa kesatuan Gereja tidak dalam bahaya, Paus Fransiskus memperingatkan terhadap beberapa godaan yang katanya telah hadir selama dua minggu sinode.
Uskup Agung Joseph E. Kurtz dari Louisville, Kentucky, ketua presiden Konferensi Waligereja Amerika Serikat, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia “bersyukur bahwa klarifikasi dan pendalaman refleksi alkitabiah dan teologis muncul secara konsisten” melalui laporan akhir. (ucanews.com)
Pada Senin (21/10, usai Sidang Luar Biasa Para Uskup) Konsistori para kardinal difokuskan pada penderitaan orang-orang Kristen di Timur Tengah, terutama mengingat munculnya Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), dan juga memutuskan dua kanonisasi.
Para kardinal dan patriark dari Timur Tengah bersama dengan para pejabat dari Sekretariat Negara Vatikan dan dicasteries (departemen-departemen Vatikan) mengadakan pertemuan tersebut pada Senin bersama Bapa Suci.
Pertemuan itu awalnya dijadwalkan dalam rangka kanonisasi Beato Joseph Vaz dan Beata Maria Cristina dari Kongregasi Suster-Suster Perkandungan Tak Bernoda, kemudian diperluas oleh Paus Fransiskus, yang menginginkan untuk membahas tentang nasib orang-orang Kristen.
Dalam sambutannya, Paus Fransiskus menekankan, “Kita perlu membangun rasa solidaritas dengan orang-orang Kristen di Timur Tengah yang hak-hak mereka telah dirampas. Mereka telah tinggal di sana selama lebih dari 2.000 tahun”.
Bapa Suci mengatakan, “Begitu banyak saudara-saudara kita dianiaya dan harus meninggalkan rumah-rumah mereka,” seraya menambahkan, “Tampaknya nilai kehidupan manusia tidak dianggap lagi, manusia tidak diperhitungkan lagi, dan bisa menjadi korban untuk kepentingan tertentu”.
Setelah sambutan awal Paus, Pietro Kardinal Parolin, Sekretaris Negara Vatikan, juga menyampaikan sambutan. Kardinal Parolin mengatakan bahwa “respon militer tidak bisa menjadi satu-satunya” solusi untuk mengatasi krisis di Timur Tengah.
“Dalam kasus pelanggaran dan pelecehan yang dilakukan oleh ISIS, masyarakat internasional, melalui PBB dan badan-badan terkait, harus bertindak untuk mencegah genosida baru dan membantu para pengungsi,” kata prelatus itu.
Mengenai drama kemanusiaan – pengungsi dan orang terlantar di Timur Tengah – Kardinal Parolin menggarisbawahi bahwa Gereja mendesak masyarakat internasional “untuk bersikap belarasa menghadapi tragedi ini” dan pada saat yang sama memberikan bantuan melalui layanan bantuan lokal.
Konsistori juga menyetujui dua kanonisasi. Para kardinal tidak menetapkan tanggal untuk kanonisasi Beata Maria Cristina, seorang suster dari Italia yang mendirikan sebuah kongregasi suster di awal abad ke-20.
Bapa Suci sendiri akan mengkanonisasikan Beato Joseph Vaz, yang berasal dari Goa, India, yang menyebarkan Kabar Baik ke Sri Lanka, yang Misa kanonisasinya akan berlangsung pada 14 Januari 2015, selama perjalanannya ke Sri Lanka. (ucanews.com)
Siti Musdah Mulia, Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) mengatakan bahwa negara tidak boleh diam saat terjadi kekerasan bernuansa perbedaan agama.
“Negara harus hadir negara tidak boleh kalah dengan premanisme apa pun alasannya negara tidak boleh kalah oleh kelompok preman berkedok apa pun,” kata Musdah kepada satuharapan.com usai acara Peresmian Graha Oikoumene di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (15/10).
Beberapa waktu lalu ICRP mengeluarkan pernyataan sikap tetang kebebasan beragama sebagai semangat dalam menjalani kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai Pancasila dan konstitusi UUD 1945. Pernyataan tersebut terbagi dalam beberapa poin-poin penting antara lain
Pertama, Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan pada konstitusi. Hukum Indonesia tidak membernarkan adanya diskriminasi terhadap kelompok agama atau keyakinan tertentu seperti tertuang pada pasal 29 ayat 2 UUD 1945 leh sebab itu, upaya-upaya diskriminasi berbasis agama merupakan tindakan melanggar hukum dan inkonstitusional.
Kedua, pemerintah terpilih harus menegakkan hak-hak warga negara dan melindungi semua warganya dari ancaman pelanggaran Hak Asasi Manusia. Ketiga, ICRP mengingatkan pemerintah terpilih untuk melaksanakan janji-janji kampanye terkait kebebasan beragama.
Keempat, ICRP mendukung aparat negara untuk tegas terhadap pelaku kekerasan. Kelima, mendukung pemerintah untuk merancang Undang-undang perlindungan hak-hak beragama dan berkeyakinan. Keenam, ICRP mengajak segenap lapisan masyarakat untuk bersikap arif dalam menyikapi gejolak perpolitikan di Indonesia pasca pemilihan umum presiden 2014.
Musdah berpendapat bahwa seluruh aksi kekerasan tanpa merinci kasus merupakan sebuah kemunduran bagi Indonesia, dan bertentangan dengan konstitusi sehingga pemerintahan baru harus bertindak tegas.
“Menurut hemat saya seluruh aksi yang berusaha untuk memecah belah konstitusi saya anggap sebagai premanisme itu jelas sekali itu tidak boleh dibiarkan,” kata Musdah.
Bila ada kekerasan, aparat harus objektif
Romo Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa saat ini aparat penegak hukum dan pemberantas kekerasan diharap bertindak seobjektif mungkin.
“Saat ini kita dorong otoritas hukum untuk bertindak seobjektif mungkin, karena dalam negara demokrasi hukum harus menjadi payung semua tindakan, termasuk pencegahan dan penindakan aksi anarkis,” kata Romo Benny kepada satuharapan.com.
Romo Benny menegaskan bahwa tidak hanya aksi anarkis saat sekelompok organisasi kemasyarakatan terlibat aksi kerusuhan di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menentang pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur, tetapi juga aksi-aksi di daerah lain agar pemerintah menjadi yang dipercaya rakyat.
“Kalau aksi intoleran itu mekanismenya kalau dia melakukan kekerasan maka aparat kepolisian bertindak,” lanjut Romo Benny.
Saat kerusuhan terjadi di Gedung DPRD DKI Jakarta pada Jumat (3/10) lalu, ratusan massa Front Pembela Islam (FPI) melakukan aksi menolak Basuki Tjahja Purnama jadi Gubernur di depan gedung DPRD DKI Jakarta, unjuk rasa berakhir rusuh akibatnya belasan orang dari aparat kepolisian terluka di kepala akibat lemparan batu yang dilakukan demonstran.
“Kita harus memuji langkah kepolisian yang tegas menegakkan aturan tersebut kita berharap polisi konsisten menjalankan tugasnya,” kata Romo Benny.
Romo Benny berharap pada pemerintahan “baru”, Jokowi- JK, akan memberikan warna baru sekaligus ketegasan terhadap pelaku kekerasan di seluruh wilayah Indonesia.
“Kita harapkan di pemerintah baru (Jokowi-JK), ada kesadaran bahwa kekerasan bukan sebuah solusi dalam demokrasi, karena pada intinya kita harus ada keterbukaan dalam menerima perbedaan pendapat,” tambah Romo Benny. (satuharapan.com)
JAKARTA, KOMPAS.com – Tanggal 6 Oktober menjadi hari bersejarah bagi umat Katolik di Kampung Sawah, Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat. Di tanggal yang sama, Pastur Bernardus Schweitz asal Belanda membaptis 18 anak setempat “memeluk” Katolik, 118 tahun lalu.
Momen ketika itu kemudian dijadikan hari bersejarah sebagai lahirnya benih-benih umat Katolik di wilayah sebelah tenggara kota Jakarta itu. Peristiwa itu juga menjadi hari peringatan bagi lahirnya Gereja Katolik Santo Servatinus atau yang dikenal Gereja Kampung Sawah.
Sabtu (4/10/2014) lalu, Gereja Kampung Sawah memperingati hari ulang tahun yang ke 118. Di usia yang menginjak lebih dari satu abad, Gereja Kampung Sawah memiliki spirit untuk menjaga toleransi di tengah kemajemukan.
Masyarakat asli Kampung Sawah, yang berbudaya asli Betawi itu, bukan hanya pemeluk Katolik, tetapi juga memeluk agama lainnya, seperti Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha. Salah satu upaya menjaga kerukunan ala masyarakat Kampung Sawah yakni melalui kegiatan ngeriung bareng.
Cara itu mengadopsi warisan leluhur yang mengajarkan kerukunan. Ngeriung bareng menjadi kumpulan bagi perwakilan lintas agama untuk berkomitmen memberdayakan Kampung Sawah tetap harmonis.
“Dengan adanya “Ngeriung Bareng” bila terjadi permasalahan bisa atasi. Sekalipun ada tantangan luar yang merongrong akan diatasi dengan cara yang dibekali,” kata Eddy Pepe (54), Wakil Ketua Dewan Paroki Gereja Kampung Sawah, kepada Kompas.com. Hidup berdampingan
Secara historis, masyarakat asli Kampung Sawah erat karena berkerabat. Walaupun, sesama keluarga ada yang menganut keyakinan yang berbeda.
Dalam suasana kemajemukan di Kampung Sawah, toleransi antar umat beragama berjalan baik. “Dan pada kegiatan tertentu, kita juga bekerja sama dengan baik,” ujar Ketua Pengurus Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi, Iman S.
Misalnya, kata Iman, dibentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) di Kampung Sawah. Forum ini dibentuk menggantikan Rukun Kegiatan Kepemudaan Kampung Sawah (RKKKS). “Yang FKUB ini masih aktif,” ujar Iman.
Menurut dia, pemimpin Gereja Kampung Sawah juga dikenal punya cara untuk melakukan silaturahmi. Pastur atau romo di gereja, biasanya keliling ke rumah pemuka agama Islam setempat.
Anton Priwartono (42), jemaat Gereja Kampung Sawah mengatakan, perbedaan dapat melebur karena warga asli setempat mau untuk membuka diri. Pria yang tinggal di RT 1 RW 4 Kampung Sawah, ini, tak pernah merasa adanya diskriminasi antar umat yang berbeda keyakinan di tempat tinggalnya.
Misalnya, lanjut Anton, jika ada peristiwa kematian. Warga yang berbeda keyakinan saling membantu. Ada yang mendirikan tenda, menyiapkan fasilitas, dan lainnya. Untuk kegiatan keagamaan di rumah-rumah, kata Anton, selama ini berjalan baik.
Masyarakat tak pernah saling mengusik mengganggu. Katolik dalam Betawi Gereja Kampung Sawah memadukan usur religi dan budaya menjadi satu dalam kehidupan iman kristiani jemaatnya.
Kekhasan budaya Betawi langsung dirumuskan dalam berbagai kegiatan gereja. Misalnya, lagu pembukaan di awal misa sampai lagu penutup. Para pelayan liturgi juga ada yang memakai pakaian Betawi. Serba Betawi
Selain itu, pada perayaan, gereja juga ada penggunaan bahasa Betawi. Sejarah masuknya budaya Betawi ke gereja itu tak lepas dari datangnya relikui Santo Sarvatius. Penyambutan relikui Santo Servatius, dari Kota Maastricht, Belanda, yang dibawa pada 1996, ke Jakarta, kemudian diperingati sekali setahun.
Setiap tanggal 30 September jemaat Gereja Santo Servatius berjalan kaki membawa relikui mengelilingi kampung. Kegiatan itu, biasa mulai pukul 18.00 sampai dengan pukul 21.30. “Jadi keliling kampungnya itu sejauh empat kilometer, memutar kembali, dan dalam keadaan hening,” ujar Romo Agustinus Purwantoro.
Menurut Agustinus, prosesi tersebut tidak sampai mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Karena, dilakukan dengan hening. Budaya Betawi juga masuk dalam prosesi ini. Sejumlah pria dengan pakaian dan celana koko mengenakan peci menjadi penggotong relikui.
“Mereka Grida Wibawa, sama seperti Garda Swiss (pengawal Paus). Jadi kalau direfleksikan mereka itu garda gereja,” ujar Agustinus.
Antonius Yepta Noron (61), mengatakan, budaya Betawi masuk ke dalam Gereja Kampung Sawah melalui Romo Kurris, pada tahun 1996. “Berkat Romo Kurris gereja kita bisa seperti ini,” ujar warga asli Kampung Sawah itu.
Kini, budaya Betawi menjadi identitas gereja tersebut. Ia mengatakan, budaya Betawi yang dikenal di Kampung Tengah berbeda dengan Betawi asal Jakarta. Perbedaannya pada sisi bahasanya. Masyarakat setempat menyebut bahasa Betawi mereka sebagai bahasa Betawi A. Sedangkan Betawi-Jakarta, cenderung memakai E dalam lafalnya. “Kalau di Jakarta gue, kalau di sini jadi gua,” ujarnya.
Sebagaimana yang telah berlangsung saat ini, setiap minggu pk. 11.30 merupakan pelayanan ekaristi dengan bahasa Inggris,
khusus misa tanggal 12 Oktober 2014 ada hal yang berbeda.
Dalam rangka peringatan 25 Tahun Kedatangan Santo Yohanes Paulus II ke Indonesia serta mengisi bulan Rosario.
Kami; Paroki Kristus Raja bekerjasama dengan Cultura di Vita (CdV) dan Gerakan Rohani Santo Yohanes Paulus II bermaksud akan menyelenggarakan Perayaan Ekaristi Syukur pada :
Hari/Tanggal : Minggu, 12 Oktober 2014 Waktu : Pk. 11.30 – selesai Tempat : Gereja Kristus Raja, Jl. Danau Toba no. 56
Perayaan Ekaristi akan dipimpin dengan Selebran Mgr. A. Guido Filipazzi (Dubes Vatikan untuk Indonesia), bersama dengan romo: RD Adi Prasojo, RD H. Sridanto Aribowo, RD TAM Rochadi W, RD Y. Sulistiadi dan RD Y. Ferdinan
Seperti halnya dalam kunjungan pastoral ke berbagai belahan dunia mendiang Paus Johanes Paulus II yang bersentuhan dengan berbagai macam budaya.
Maka dalam Misa tanggal 12 Oktober 2014 ini selain menggunakan bahasa Inggeris, doa umat akan juga digunakan berbagai bahasa dari negara lain.
Dalam suatu kesempatan, seorang ibu mengeluhkan teman anak-anaknya yang setiap kali bermain di rumahnya. Bukan karena mereka banyak saja, tetapi mereka dianggap tidak sopan dan sangat buruk tingkah lakunya kepada orang yang lebih tua. Sering ia mengeluh pada anaknya sendiri yang bingung antara membela teman-temannya atau membenarkan kata-kata ibunya yang memang telah diterapkan di rumah itu.
Setiap kali masuk rumah, anak-anak usia belasan tahun itu hanya berkata, “Hai Tante!” pada si ibu. Kemudian anak anak itu tak peduli lagi dengan keberadaan si empunya rumah dan langsung main beberapa alat musik di rumah itu. Mereka juga makan minum di ruangan musik dan meninggalkan kotoran yang banyak di situ. Jika kekurangan makanan, mereka ambil sendiri makanan di kulkas tanpa bicara apa apa, meskipun si ibu ada di sekitarnya. Tentu hal ini membuat si ibu jengkel dan menyampaikan hal itu pada anaknya.
Apakah ini suatu generation gap? Apakah ini karena mereka masih berusia 14 tahun? Apakah ini karena si ibu yang terlalu menuntut dan kurang mengerti anak-anak remaja? Ataukah ada suatu proses belajar yang hilang dalam diri anak anak remaja itu? Kita sering menjumpai dan maklum dengan tingkah laku anak-anak itu kereta menganggap mereka belum dewasa. Akhir-akhir ini rentang ketidaksopanan dan ketidakmengertian anak-anak akan tata krama atau etiket bergaul dengan orang yang lebih tua bisa lebih luas lagi.
Banyak juga para OMK di tingkat mahasiswa tidak mengerti bagaimana bergaul dengan orang yang lebih tua. Beberapa dari mereka bahkan tidak tahu melobi, menghibur, meminta sesuatu, dan memberi salam pada orang tua. Masalah dengan orangtua mereka sendiri banyak terjadi. Seringkali dugaannya adalah soal lingkungan yang membuat tidak sopan atau soal “anak-anak sekarang”. Masalah tidak sesederhana itu : menyalahkan suatu masa dan berhenti berusaha.
Jika anak remaja mulai tidak bisa diajak berbicara, melawan tanpa alasan, atau bahkan sering “kabur-kaburan” dari rumah, maka Anda mempunyai masalah dengan mereka. Anak-anak perlu mendapat pola pendidikan nilai dan relasi di rumah. Mereka tidak mendapatkannya dengan sempurna di luar rumah, karena lingkungan luar adalah lapangan praktik, bukan tempat belajar pertama. Tempat pertama adalah bersama keluarganya.
Pendidikan etiket atau tata Krama adalah pendidikan yang sangat halus yang harus dilatihkan di rumah, sebagai tempat pertama pendidikan terjadi. Anggapan bahwa anak dan orangtua adalah sahabat tidak sama dengan menyingkirkan pelajaran menghormati orangtua seperti kebiasaan orang Indonesia pada umumnya. Persahabatan anak dan orangtuanya adalah suatu status mental, bukan suatu cara bergaul orang-orang seusia atau teman sekelas.
Bayangkanlah jika anak Anda memegang kepala Anda karena jengkel atau marah. Atau meninju Anda karena kecewa permintaannya tidak dipenuhi? Apakah Anda akan merasa malu atau biasa-biasa saja? Jika Anda merasa malu, berarti cara didik Anda belum tepat. Inilah yang saya maksudkan dengan perbedaan antara status mental sebagai sahabat dan cara bergaul yang seharusnya. Lihatlah ayat dalam Amsal 15:20: Anak yang bijak menggembirakan ayahnya, tetapi orang yang bebal menghina ibunya.
Keluarga-keluarga Katolik yang terkasih, ketika seorang anak merasa tidak ada batas antara dirinya dengan orangtua, barangkali mereka akan kehilangan hormat juga pada nasihat dan pengaruh baik dari orangtuanya. Masa pendidikan moral dan etiket anak jadi terganggu. Yang saya maksudkan bukanlah soal kegembiraan atau fun di rumah karena anak-anak dan orangtua dekat saja. Ini adalah persoalan pendidikan moral dan nilai.
Justru ketika kita menempatkan diri sewajarnya sebagai orangtua, anak anak selain mendapat pendidikan yang wajar, juga mendapatkan cara bergaul denga orang tua atau orang yang lebih dewasa yang lain dengan lebih baik. Penempatan ini membuat anak anak sadar tempatnya. Mereka akan tahu bahwa mereka perlu bertingkah laku tertentu agar dapat bergaul wajar dengan lingkungan sekitarnya.
Anak-anak Katolik harus belajar menjadi anak-anak yang tahu tata karma, terdidik dalam pergaulan dan akhirnya menjadi anak-anak yang berbudaya Indonesia yang benar. Hal ini berguna bagi anak-anak kita agar mereka dapat belajar sesuatu yang berguna dari orangtuanya. Hal ini nanti akan berujung juga pada hal iman keluarga. Kitab Amsa mengingatkan kita juga dalam Amsal 10:1: Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya.
Pendidikan iman bukanlah hal yang tidak mungkin atau amat sulit dilakukan. Orangtua akan mudah mengajarkan apa saja jika mereka mempunyai wibawa sebagai orangtua yang dapat diteladani. Saat itu tidak akan dapat digantikan oleh orang lain. Mengerti bagaimana membangun hubungan yang sewajarnya. Kalau dulu orangtua menggunakan kekerasan atau sikap otoriter, sekarang dengan keteladanan dan kewajaran bergaul orangtua-anak.
Saat ini sedang dimulai sinode luar biasa tentang keluarga di Roma. Bapak Uskup Ignatius Suharyo juga menghadirinya. Semoga Bapak Uskup membawa “oleh-oleh” istimewa untuk seluruh keluarga di Keuskupan Agung Jakarta ini. Semoga Anda semua juga menjalankan hidup berkeluarga dengan baik dan disiplin. Melakukan kewajiban agama dan melakukan hukum kasih dengan rajin.
Semoga bulan Maria juga menyemangati setiap kita untuk bersikap iman yang teguh, tak tergoyahkan dan berani mengambil bagian dalam penyebaran iman di dalam keluarga kita masing-masing dan lingkungan sekitar. Tuhan memberkati
Mzm.119:2: Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati,
“Mencintai dan merawat bumi untuk pangan sehat bagi semua”
(Disampaikan sebagai pengganti khotbah, pada
Misa Sabtu/Minggu, 27/28 September 2014)
Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater, Kaum Muda, Remaja dan Anak-anak yang terkasih dalam Kristus,
1. Setiap tanggal 16 Oktober Gereja Katolik ikut memperingati Hari Pangan Sedunia, sebagai wujud keterlibatan Gereja di tengah keprihatinan dunia sekarang ini. Saya mengajak saudari-saudara sekalian untuk ikut menyambut Hari Pangan Sedunia ini sebagai salah satu wujud iman kita.
2.1. Saat peringatan Hari Pangan Sedunia 2013 , Bapa Suci Fransiskus menyampaikan pesan yang sangat penting. Beliau mengatakan bahwa Hari Pangan Sedunia menghadapkan kita pada salah satu tantangan yang sangat serius bagi kemanusiaan, yaitu kondisi tragis adanya jutaan orang lapar dan menderita gizi buruk, di antaranya banyak anak-anak. Beliau menyebut kelaparan dan gizi buruk sebagai skandal yang mestinya menantang kesadaran pribadi dan kesadaran bersama kita untuk ikut menemukan pemecahan masalah itu secara adil dan menyeluruh, demi kebaikan seluruh umat manusia (bdk Flp 2:1-5). Ternyata sikap individualis justru tumbuh berkembang dan semakin menyebar. Kecenderungan ini mengarahkan orang pada sikap acuh tak acuh terhadap saudari-saudara yang mati atau dalam bahaya mati karena kelaparan gizi buruk. Keadaan seperti ini belum jauh berbeda dengan keadaan bumi pada abad yang lalu. Mengenai keadaan itu Mahatma Gandhi mengatakan, “Bumi menyediakan makanan cukup untuk kebutuhan setiap manusia tetapi bukan untuk keserakahannya.” Oleh karena itu, harus ada perubahan.
2.2. Apa yang dapat kita lakukan? Bapa Suci mengajak kita pertama-tama untuk sungguh-sungguh melepaskan diri dari sikap individualis, dari ketamakan atau keserakahan, dari sikap acuh tak acuh terhadap orang lain, dari sikap diperbudak oleh nafsu mencari untung sendiri. Selanjutnya beliau mengajak kita untuk mendidik diri sendiri dalam sikap belarasa, menemukan kembali nilai dan makna solidaritas dalam hubungan antar manusia. Tujuannya antara lain adalah untuk menghilangkan aneka bentuk kekurangan pangan akibat kemiskinan.
2.3. Pesan-pesan Bapa Suci sungguh pantas kita renungkan karena di sekitar kita masih begitu banyak orang lapar dan menderita gizi buruk. Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, kelaparan parah dialami oleh satu dari delapan orang di dunia. FAO memperkirakan 842 juta orang, atau sekitar 12 prosen pendudukan dunia, mengalami kelaparan kronis pada 2011-2013.
3.1. Sementara itu menurut Laporan Akhir tahun 2012 Komisi Nasional Perlindungan Anak, dari 23 juta anak balita di Indonesia, 8 juta jiwa atau 35 persennya mengidap gizi buruk kategori berat, yang menyebabkan tinggi badan lebih rendah dari balita normal; sementara 900 ribu bayi atau sekitar 4,5 persen dari total jumlah bayi di seluruh Indonesia mengalami gizi buruk. Menurut Dirjen FAO Jose Graziano da Silva, Indonesia merupakan satu dari 19 negara yang dinilai berhasil mengurangi jumlah penduduk kekurangan gizi; dari sekitar 20 persen total jumlah penduduk pada tahun 1990-an menjadi 8,6 persen pada tahun 2012. Angka penduduk kelaparan dan kurang gizi ini masih besar dan tentu membuat kita prihatin dan sedih.
3.2. Ketidak-pedulian kita terhadap mereka yang lapar dan menderita gizi buruk tercermin dalam sikap kita terhadap makanan. Ada yang membuang-buang makanan. Ada yang hanya suka makanan enak dan menyenangkan, tanpa memikirkan asupan gizi yang cukup dan menyehatkan. Akibatnya banyak orang sakit dan rawan penyakit berat karena kelebihan makanan yang tidak menyehatkan, sementara yang lain kelaparan.
Saudari-saudara terkasih,
4. Tidak jarang orang mempertanyakan keadilan Tuhan ketika berhadapan dengan keadaan dunia yang buruk dan tidak menyenangkan seperti kelaparan, gizi buruk, bencana alam, atau sakit. Padahal sesungguhnya semua itu adalah akibat tindakan manusia sendiri. Tuhan menyediakan makanan cukup, tetapi manusia tidak mengelolanya dengan baik. Tuhan menyediakan makanan bervariasi yang sehat, manusia memilih yang enak dan menyenangkan saja. Kritik terhadap orang yang mempertanyakan Tuhan dan tindakan-Nya kita dengar dalam sabda Tuhan yang diwartakan hari ini. Nabi Yehezkiel mengkritik orang-orang yang cenderung membenarkan diri dan melemparkan kesalahan pada Tuhan (18:25). Sementara itu Yesus menyatakan bahwa orang yang benar dan selamat adalah mereka yang insaf dan berbalik dari segala kesalahannya (Mat 21:28-32). Yesus menuntut perubahan tingkah laku dari kita semua juga. Yang disoroti adalah orang yang berubah dari “ya” dalam perkataan menjadi “tidak” dalam kelakuan. Dalam hal percaya dan berubah, sikap orang-orang terpandang ternyata lebih buruk daripada orang yang dalam masyarakat dipandang paling jelek dan hina. Orang yang dipandang hina mau membuka diri bagi Kerajaan Allah. Sebaliknya, kaum elit atau cerdik pandai menutup diri terhadap kedatangan pemerintahan Allah dan pelaksanaan kehendak-Nya di dunia ini.
5. Apa yang bisa kita buat? Bapa Suci memberikan pesan yang sangat jelas agar kita melepaskan diri dari sikap acuh tak acuh dan serakah, serta bersikap solider terhadap mereka yang kelaparan dan menderita gizi buruk. Sikap tobat itu bisa dimulai dalam keluarga dengan tindakan nyata. Pertama, sediakanlah pangan yang sehat dan gizi yang seimbang dalam keluarga. Jangan sekedar mencari yang enak dan berlebihan. Patut diingat bahwa sehatnya masyarakat ditentukan oleh kesehatan dalam keluarga. Kedua, kita bisa membantu keluarga lain yang kelaparan dan menderita gizi buruk dengan menyisihkan sebagian pangan sehat keluarga kita untuk mereka yang kelaparan dan menderita gizi buruk dalam bentuk dana solidaritas.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
7. Solidaritas dalam bentuk lain dapat kita wujudkan dengan menjaga lingkungan hidup yang sehat. Lingkungan hidup kita yang kurang sehat dapat membuat makanan kita tercemar. Mari kita dukung solidaritas dalam menjaga lingkungan hidup agar tanah tidak makin rusak; agar air tidak makin kotor; agar udara tidak makin panas dan mengandung racun. Kita teruskan gerakan peduli sampah, mengurangi pemakaian plastik dan styrofoam dan prakarsa-prakarsa kreatif yang lain.
8. Baiklah kita juga memakai kesempatan bulan Rosario, bulan Oktober yang akan datang ini, untuk berdoa bersama dan seperti Maria, Bunda Gereja. Kita mohon agar kita semakin peduli menyediakan pangan sehat dalam keluarga kita sendiri; agar melalui gerakan solidaritas, kita semakin peduli menyediakan makanan bagi mereka yang kelaparan dan menderita gizi buruk.
9. Akhirnya, bersama-sama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para Ibu/Bapak/Suster/Bruder/adik-adik kaum muda, remaja dan anak-anak semua yang dengan beraneka cara terlibat dalam karya perutusan Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia kali ini, kita diajak untuk semakin peduli dengan berbagi kehidupan yang sehat dengan sesama umat kita maupun masyarakat yang lebih luas. Sambil menimba kekuatan dari teladan Bunda Maria, kita berharap bahwa gerakan pelayanan pangan sehat tetap berlanjut dan menjadi habitus umat di Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai ini. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda.