Bila ziarah anda sebelumnya terasa mahal dan tidak bermakna, karena waktu untuk berdoa yang disediakan singkat dan lebih banyak waktu untuk rekreasi dan berbelanja, maka Kami mencoba membantu anda untuk menemukan ziara murah dan bermakna:
Biaya dapat diangsur, membantu niat ziarah anda dengan tidak menginap di penginapan mewah, tidak mengunjungi tempat rekreasi umum dan tempat belanja.
Mendampingi ziara anda dengan menyertakan PEREKAT (Pendamping retret dan rekoleksi Katolik)
(Tujuan: Gua Maria Weleri, Salatiga, Jawangmangu, Kediri, Solo dan Ambarawa)
Keamanan di Vatikan serta Italia sudah diperketat lantaran ancaman serangan makin bertambah oleh beberapa militan Islam, kata beberapa petinggi pada Rabu (18/2).
Satu hari sesudah kabinet Italia menyepakati beberapa langkah keamanan baru lantaran kecemasan teroris yang menyerang Libya, kepala Garda Swiss Vatikan menyatakan aksi pencegahan penambahan sudah di ambil untuk menanggung keamanan Paus Fransiskus.
“Apa yang berlangsung di Paris dengan serangan ke Charlie Hebdo dapat juga berlangsung di Vatikan. Kami siap campur tangan untuk menjamin perlindungan Paus Fransiskus, ” kata Christoph Graf pada harian Italia Il Giornale.
“Kami sudah meminta anggota garda Swiss untuk lebih memerhatikan serta secara cermat memonitor gerakan tiap-tiap orang, ” imbuhnya, seraya menekankan bahwa intelijen memberi info detil perihal tiap-tiap potensi ancaman.
Graf mengaku bahwa gaya pastoral yang ramah Paus Fransiskus membuat pekerjaan pihak keamanan menjadi tidak gampang.
“Bapa Suci tak suka tim pengamanan terlampau dekat dengan dia. Kita mesti menghormati itu serta melindungi jarak, ” tuturnya.
Komite keamanan pemerintah Italia pada Selasa menjadikan negara itu pada kondisi siaga serta keputusan yang di ambil minggu lalu untuk menaikkan jumlah tentara anti-teror dari 3. 000 jadi 4. 800 personil. Event Expo 2015 Masuk dalam Daftar Ancaman
Italia melaporkan Rabu bahwa tempat event Expo 2015 internasional yang akan datang di Milan, kementerian luar negeri di Roma, Vatikan, serta sinagoga di semua negeri itu sudah diidentifikasi juga sebagai target militan Islam.
“Serangan-serangan sudah sukses di negara-negara lain, makin besar resiko seorang yang berusaha untuk mengikuti tindakan tersebut di Italia, ” kata Felice Casson, seseorang senator serta sekretaris komite parlemen Copasir yang mengawasi dinas rahasia Italia pada La Republicca.
Surat kabar itu menyampaikan keamanan khusus sudah diperintahkan untuk beberapa wartawan serta Yahudi Italia.
Italia sudah dihantam oleh isu yang mencemaskan dalam beberapa hari terakhir sejak video yang memperlihatkan pemenggalan oleh grup Islamic State (IS) pada 21 orang Kristen Mesir di Libya.
Rekaman itu termasuk juga peringatan bahwa Libya bisa dipakai juga sebagai basis untuk menyerang Italia serta banyak pejuang IS ada “di selatan Roma. ” Peringatan IS
Sebagian tokoh oposisi di Italia sudah menyerukan seluruhnya operasi pencarian serta penyelamatan pengungsi dari angkatan laut di Mediterania ditunda lantaran banyak teroris memakai perahu pengungsi juga sebagai langkah untuk masuk ke Italia.
Pemerintah mengaku tidak bisa tidak menghiraukan isu itu dengan menyampaikan pemeriksaan ketat di beberapa tempat spesifik untuk mengurangi resiko, walau pihaknya belum temukan bukti.
Pemerintah juga mesti memonitor klaim yang beredar luas bahwa kurang lebih 200. 000 migran Afrika di Libya telah memesan kapal untuk ke Italia. (www.ucanews.com) Sebuah Refleksi
Tentu tidak gampang menerima perbedaan pendapat atau keyakinan. Namun jika kita melihat dari sudut pandang bahwa perbedaan itu adalah kekayaan keanekaragaman dan dapat saling melengkapi, maka keindahan dan perdamaian itu akan hadir. Bukankah taman yang berisi anekaragam bunga lebih indah dari pada taman yang isinya hanya satu jenis bunga?
Kita boleh saja mengagungkan pendapat dan keyakinan pribadi, asal saja kita tetap menghormati dan menghargai orang lain yang berbeda dengan kita. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kita pada orang lain begitu saja. Tentu disini yang perlu ditekankan juga adalah kebebasan yang bertanggung jawab; bahwa bebas mengemukakan pendapat atau berekspresi itu tidak berarti bahwa bebas menghina orang lain.
Indonesia adalah negara yang sarat keanekaragaman budaya, suku, bahasa, ras, agama, dan sebagainya. Ada yang mayoritas di pulau atau di daerah tertentu, ada juga yang seimbang. Tentu tidak bisa dibayangkan jika Ibu Pertiwi kita ini rusak dan terpecah belah karena isu SARA; karena tidak menghargai satu sama lain. Marilah kita berdoa khusus kepada Allah yang Maha Esa dalam masa Prapaskah ini:
Bagi Bapa Suci kita, Paus Fransiskus, Semoga agar senantiasa dilindungi dan diberi kebijaksanaan serta kekuatan dalam menggembalakan umat Allah.
Bagi Tanah Air Ibu Pertiwi kita, Indonesia, Semoga selalu dilimpahkan kedamaian dan kesejahteraan penuh hidup toleransi.
Bagi belahan dunia yang dilanda peperangan dan konflik sektarian, agama, politik dan ekonomi, Semoga akhirnya mereka semua yang bertikai menjadi sadar bahwa kekerasan tidak menghasilkan solusi dan perdamaian. Dan mereka pun kembali berangkulan penuh persaudaraan dan persatuan serta penghargaan satu sama lainnya.
Engkaulah satu-satunya Allah Penebus Dosa kami yang hidup dan berkuasa sepanjang segala masa. Amin. (Rk)
Menurut siaran pers Vatikan, tema Hari Komunikasi Sedunia 2015 berkesinambungan dengan pesan Tema Hari Komunikasi Sedunia 2014, “Komunikasi: Budaya perjumpaan yang sejati“, serta berkaitan dengan tema Sinode tentang Keluarga, yang baru saja berlangsung 5-19 Oktober 2014.
Berbagai berita melaporkan tentang adanya kesulitan yang dihadapi keluarga-keluarga saat ini. Sering kali, perubahan budaya tidak membantu kita menghargai bahwa betapa pentingnya keluarga.
“Hubungan antara para anggota keluarga dijiwai dan dibimbing oleh hukum ‘memberi secara sukarela’. Dengan menghormati dan memupuk martabat pribadi pada masing–masing anggota sebagai satu-satunya dasar nilai, sikap ‘memberi secara sukarela’ itu diwujudkan dalam sikap menerima setulus hati, perjumpaan dan dialog, sikap tersedia tanpa pamrih, pengabdian dengan kemurahan hati, dan sikap setiakawan yang mendalam” (Familiaris Consortio no. 43).
Hari Komunikasi Sedunia 2015 akan berlangsung pada 17 Mei dan akan merefleksikan tentang orang-orang yang “mungkin terluka dan kecewa, namun cinta di antara seorang pria dan seorang wanita merupakan sesuatu yang baik,” membiarkan “anak-anak tahu bahwa mereka adalah karunia yang paling berharga,” dan membantu ”memulihkan mereka yang terluka dan kecewa …menemukan kembali keindahan cinta”.
“Bagaimana kita dapat menunjukkan bahwa keluarga adalah tempat istimewa dimana kita mengalami keindahan hidup, sukacita dan rahmat kasih, saling menerima dan memberi, dan pertemuan dengan yang lain?”
Pernyataan itu menambahkan bahwa Gereja harus belajar kembali “bagaimana menunjukkan bahwa keluarga adalah karunia besar, sesuatu yang baik dan indah”.
“Ini adalah tugas menarik untuk menggerakkan orang melihat realitas sejati dari pribadi manusia, dan itu membuka pintu untuk masa depan, yaitu, untuk kehidupan.”
Hari Komunkasi Sedunia, satu-satunya perayaaan seluruh dunia sebagaimana diamanatkan oleh Konsili Vatikan II, setiap tahunnya selalu dirayakan di hampir semua negara. Ini berdasarkan rekomendasi para uskup sedunia dan biasanya dirayakan pada hari Minggu sebelum Pentakosta (17 Mei 2015).
Pesan Bapa Suci untuk Hari Komunikasi Sedunia secara tradisional diumumkan dalam rangka Pesta Santo Fransiskus da Sales, pelindung para penulis (24 Januari 2015)
Syalom dalam kristus,
Kami tidak mencetak renungan app ini dalam bentuk buku. Cara ini dilakukan untuk mengembangkan budaya menghargai lingkungan hidup. Silahkan download di sini untuk mengunduh renungan app 2015 untuk tingkat TK/SD/SMP/SMA/SMK KAJ 2015. Terima kasih. Tuhan berkati. Syalom.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengutamakan guru agama mesti berwawasan inklusif, terlebih menyangkut pandangan perihal keragaman beragama yang dianut bangsa Indonesia.
“Selama ini minim sekali mereka (guru agama) memperoleh input berkenaan dengan bagaimanakah agama itu lebih ditonjolkan sisi-sisi substantifnya, esensinya, jadibukanlah ritual resmi keagamaannya saja. Lantaran ritual resmi masing-masing agama itu tidak sama, ” tutur Menag Lukman, seperti ditulis kemenag.go.id.
Menurut Menag, segi yang penting juga yaitu bagaimanakah tiap-tiap guru agama berkemampuan untuk mentransformasikan pengetahuan ke peserta didik berkenaan beberapa hal substantif, esensial dari agama, yakni memanusiakan manusia, yang jadi hakikat dari agama.
Bila mengajarkan, umpamanya, mengemukakan tauhid bahwa Tuhan itu Esa, semestinya tak sebatas doktriner Tuhan itu Esa. Menag Lukman memiliki pendapat, bahwa guru mesti dapat menuturkan keesaan Tuhan yang tidak terbatas serta terbatasnya manusia.
“Dengan langkah seperti itu, karena kita manusia adalah terbatas, jadi tak bisa diantara kita terasa paling benar, ” kata Menag.
Menag memberikan, yg tidak terbatas itu yaitu yang Maha Esa itu yang tanpa ada batas. Sesaat diluar yang Maha Esa itu seluruhnya mempunyai terbatasnya. Lantaran kita, sesama manusia, mempunyai terbatasnya, tak pada tempatnya bila kita juga sebagai manusia mengklaim diri paling benar.
Tentu saja dalam lingkup iman kita dapat merasa bahwa iman kita paling benar, tetapi berhadapan dengan keanekaragaman, maka sikap toleransilah yang diutamakan! “Dengan sikap demikianlah, toleransi serta tenggang rasa dibangun, kita dapat sama-sama menghormati serta dihormati, ” lanjut Menag.
Menjawab pertanyaan perihal ada arus “penolakan” pada salah satu ketetapan UU Sisdiknas di mana tiap-tiap sekolah mesti sediakan Guru Agama saat bakal diputuskan sebagai UU pada saat itu, Menag menyatakan, UU itu sesungguhnya mau memberi jaminan pada tiap-tiap warga negara, terutama yang masih tetap jadi siswa, untuk memperoleh pendidikan agama.
Prinsipnya, Menag menyatakan, tiap-tiap peserta didik tanpa ada kecuali memiliki hak memperoleh pendidikan, serta negara harus memberi pendidikan. Pendidikan disini termasuk juga pendidikan agama, hingga tiap-tiap instansi pendidikan itu berkewajiban memberi pendidikan agama sesuai dengan agama yang diyakini siswa.
“Itu keharusan, UU memerintahkan seperti itu. Jadi bila ada siswa beragama A, dia harus memperoleh pendidikan agama A, tak bisa agama B atau C. Guru yang mengajarkan pendidikan agama itu mesti seagama dengan agama yang di ajarkan. Jadi, tak dapat saya beragama Islam mengajarkan agama Kristen. Atau orang Kristen mengajarkan agama Hindu. Itu tak bisa, ” lebih Menag.
Itu seluruhnya ditata dalam UU Sisdiknas Nomer 20 Th. 2013 untuk memberi jaminan bahwa bukan sekedar anak yang usia belajar itu dapat memperoleh pendidikan agama, namun juga jaminan pendidikan agama yang didapatkan yang di terima oleh anak itu yaitu pendidikan agama yang benar lantaran didapatkan dari guru seiman.
“Karenanya, tiap-tiap instansi pendidikan mesti konsekwen dengan amanah UU itu, ” tegas Menag. (kemenag.go.id)
Menandai Hari Doa, Paus Fransiskus menentang perdagangan manusia dengan meminta pemerintah seluruh dunia menghapus “luka memalukan” ini yang tidak memiliki tempat dalam “masyarakat sipil.”
“Masing-masing dari kita merasa berkomitmen untuk menyuarakan kasus ini, saudara-saudara kita, martabat mereka dipermalukan,” kata Bapa Suci dalam audiensi di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, usai Doa Angelus.
Pada 8 Februari Hari Doa bertepatan dengan Pesta Santo Josephine Bakhita, seorang biarawati Sudan abad ke-19, yang pada saat itu ia masih berusia anak-anak dan telah menjadi korban perbudakan, kata Paus.
Paus Fransiskus memberikan dorongan kepada mereka yang bekerja untuk mengakhiri perdagangan “laki-laki, perempuan, dan anak-anak” yang “diperbudak, dieksploitasi, disalahgunakan sebagai alat untuk bekerja atau kesenangan, dan sering disiksa dan dipermalukan.”
Dia kemudian menyerukan pemerintah seluruh dunia untuk bertindak dalam “menghapus penyebab luka memalukan ini … luka yang tidak layak dalam masyarakat sipil.”
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sebanyak 2,5 juta orang hidup sebagai korban perdagangan manusia.
Berbicara menjelang Doa Angelus, Paus Fransiskus fokus pada penyembuhan dengan mengacu pada Injil hari itu (Markus 1: 29-29) yang mengisahkan penyembuhan ibu mertua Petrus.
“Berkhotbah dan menyembuhkan: ini adalah kegiatan utama Yesus dalam kehidupan dalam masyarakat,” kata Bapa Suci.
Setelah datang ke bumi untuk “mewartakan dan membawa keselamatan seluruh umat manusia,” kata Paus, Yesus menunjukkan kasihnya dengan menyembuhkan orang-orang yang terluka secara fisik dan rohani: “orang miskin, orang-orang berdosa, kerasukan, orang sakit, orang yang dikucilkan.”
“Dia adalah Juru Selamat sejati. Yesus menyelamatkan, Yesus memulihkan, Yesus menyembuhkan”.
Kebijaksanaan Hati “Aku menjadi mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh” (Ayub 29:15)
Saudara-saudara terkasih,
Pada Hari Orang Sakit Sedunia yang ke-23 ini, yang telah dimulai oleh St. Yohanes Paulus II, saya kembali kepada Anda semua yang menderita sakit dan yang dalam berbagai cara disatukan dengan penderitan tubuh Kristus, dan juga kepada Anda, para ahli dan relawan di bidang perawatan kesehatan.
Tema tahun ini mengundang kita untuk merenungkan satu ungkapan dari Kitab Ayub; “Aku menjadi mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh” (Ayb 29:15). Saya ingin mengulas ungkapan ini dari sudut pandang “sapientia cordis”-kebijaksanaan hati.
1. Kebijaksanaan bukanlah sesuatu yang teoritis, pengetahuan abstrak, atau hasil penalaran logis. Lebih dari itu, dalam suratnya St. Yakobus melukiskan kebijaksanaan sebagai “hikmat yang murni, selanjutnya pendamai, peramah lemah-lembut, penurut, penuh kasih, penuh belas-kasihan dan buah-buah baik, tidak ragu dan tidak munafik” (Yak 3:17).
Inilah cara pandang yang dijiwai Roh Kudus di dalam pikiran dan perasaan mereka yang peka terhadap penderitaan saudari-saudarnya dan yang dapat memandang di dalam diri mereka gambar Allah. Untuk itu, marilah kita daraskan doa Pemazmur: “ Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mzm 90:12). “Kebijaksanaan hati” yang merupakan karunia Allah ini adalah rangkuman dari buah-buah hari Orang Sakit Sedunia.
2. Kebijaksanaan hati berarti melayani saudari dan saudara kita. Kata-kata Ayub: “Aku menjadi mata bagi orang buta , dan kaki bagi orang lumpuh,” menunjukkan pelayanan orang saleh ini, yang menikmati kekuasaan tertentu dan memiliki posisi penting di antara orang-orang tua di kotanya, memberikan bantuan bagi mereka yang membutuhkan. Keagungan moralnya menemukan ungkapan tepat dalam pertolongan yang ia berikan kepada penderita yang berteriak minta tolong serta dalam kepeduliannya kepada anak yatim piatu dan janda-janda (Ayb 29:12-13)
Dewasa ini betapa banyak orang Kristiani yang menunjukkan, bukan dengan kata-kata tetapi dengan hidup yang berakar dalam iman sejati, bahwa mereka adalah “mata bagi orang buta, dan “kaki bagi orang lumpuh!” Mereka dekat dengan orang-orang sakit yang memerlukan perhatian dan bantuan terus menerus untuk membersihkan diri, memakaikan pakaian dan menyuapkan makanan.
Pelayanan seperti ini, khususnya bila berlarut-larut, bisa menjadi sesuatu yang melelahkan dan membebani. Relatif lebih mudah membantu orang selama beberapa hari saja, tetapi sulit merawat orang selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun., apalagi dalam beberapa kasus khusus, bila tidak ada ungkapan terima kasih. Namun, sebenarnya betapa agung jalan pengudusan ini.! Dalam saat-saat yang sulit itu secara khusus kita dapat mengandalkan kedekatan Tuhan, dan kita menjadi sarana istimewa bagi perutusan Gereja.
3. Kebijaksanaan hati berarti berada bersama dengan saudari-saudara kita. Waktu yang dilalui bersama dengan orang sakit adalah waktu yang suci. Ini adalah cara memuji Tuhan yang menyelaraskan kita dengan gambar Putera-Nya yang “datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Yesus sendiri mengatakan: “Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Luk 22:27).
Dengan iman yang hidup, marilah kita mohon kepada Roh Kudus supaya berkenan melimpahkan rahmat-Nya kepada kita untuk memahami kesiapsediaan diri yang seringkali tidak terkatakan untuk meluangkan waktu bersama saudari-saudara yang, dengan rasa terima kasih atas kedekatan dan kasih sayang kita, merasa lebih dicintai dan dikuatkan. Di sisi lain, tersembunyi suatu kebohongan besar di balik ungkapan tertentu yang menekankan pentingnya “kualitas hidup”, sehingga membuat orang-orang berpikir bahwa hidup yang dijangkit penyakit berat bukanlah hidup yang berharga!
4. Kebijaksanaan hati berarti keluar dari diri sendiri menuju saudari-saudara kita. Adakalanya kita mengabaikan nilai istimewa dari waktu yang dilewatkan bersama dengan orang yang sakit di pembaringannya karena kita begitu terburu-buru; terjebak dalam kesibukan untuk melakukan sesuatu, untuk menghasilkan sesuatu, sehingga kita abai untuk memberikan diri sendiri secara bebas, untuk peduli kepada orang lain, dan bertanggung jawab terhadap orang lain. Di balik sikap seperti itu seringkali iman yang suam-suam kuku melupakan Firman Tuhan: “kamu telah melakukannya untuk aku” (Mat 25:40).
Oleh karena itu, saya akan menekankan kembali “prioritas mutlak “ keluar dari diri sendiri untuk masuk ke dalam kehidupan saudari-saudara kita’ sebagai satu dari dua perintah utama yang mendasari setiap norma moral dan sebagai tanda paling jelas untuk menilai pertumbuhan rohani dalam menanggapi anugerah yang diberikan Allah dengan cuma-cuma” (Evangelii Gaudium, 170). Sifat missioner Gereja menjadi sumber dari amal kasih yang berdaya guna dan bela-rasa yang memahami, membantu dan memajukan (ibid).
5. Kebijaksanaan berarti menunjukkan solidaritas dengan saudari-saudara kita tanpa menghakimi mereka. Beramal kasih membutuhkan waktu. Waktu untuk merawat orang-orang sakit dan mengunjungi mereka. Waktu untuk berada di samping mereka seperti teman-teman Ayub : “Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorang pun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat bahwa sangat berat penderitaannya” (Ayb 2:13).
Tetapi, teman-teman Ayub memendam penghakiman terhadapnya : bahwa kemalangan Ayub adalah hukuman Tuhan atas dosa-dosanya. Padahal, amal kasih yang benar adalah berbagi tanpa menghakimi, tanpa menuntut perubahan dari orang lain; bebas dari kepalsuan yang jauh di lubuk hati, dari mencari pujian dan kepuasaan diri akan segala kebaikan yang dilakukannya.
Pengalaman penderitaan Ayub menemukan tanggapan tulus hanya di dalam salib Yesus, tindakan kesetiakawanan Allah yang tertinggi kepada kita, sepenuhnya cuma-cuma, berlimpah belas-kasih. Tanggapan kasih terhadap drama penderitan manusia khususnya penderitaan orang-orang yang tidak bersalah, tetap membekaskan kesan pada tubuh Kristus yang bangkit; luka mulia-Nya adalah skandal bagi iman, tetapi sekaligus juga bukti iman (bdk. Homili untuk kanonisasi Yohanes XXIII dan Yohanes pulus II, 27 April 2014).
Bahkan ketika penyakit, kesepian dan ketidakmampuan membuat kita sulit menjangkau orang-orang lain, pengalaman penderitaan dapat menjadi jalan istimewa untuk menyalurkan berkat dan menjadi sumber untuk memperoleh dan bertumbuh dalam kebijaksanaan hati.
Kita menjadi mengerti bagaimana Ayub, di akhir pengalamannya dapat berkata kepada Tuhan : “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (Ayb 42:5). Orang-orang yang tenggelam dalam rasa sakit dan penderitaan ketika menerima hal ini dalam iman, dimampukan menjadi saks-saksi hidup dari iman yang mampu merangkul penderitaan, bahkan meski tanpa mampu mengerti maknanya yang penuh.
6. Saya mempercayakan Hari Orang Sakit Sedunia ini pada perlindungan keibaan Maria, yang mengandung dan melahirkan Sang Kebijaksanaan: Yesus Kristus, Tuhan Kita.
O Maria, Tahta Kebijaksanaan, jadilah perantara, sebagai Bunda kami bagi semua orang sakit dan mereka yang merawatnya! Anugerahkanlah itu, melalui pelayanan kami bagi sesama yang menderita, dan melalui pengalaman penderitaan itu sendiri, semoga kami menerima dan memupuk kebijaksanaan hati yang benar.
Dengan doa ini, untuk Anda semua, saya menyampaikan berkat Apostolik saya.
Para Ibu dan Bapak,
Para Suster dan Bruder, Para Imam dan Frater.
Kaum Muda, Remaja dan Anak-Anak yang terkasih dalam Yesus Kristus,
1. Bersama-sama dengan seluruh Gereja, pada hari Rabu yang akan datang kita memasuki masa Prapaskah. Selama masa Prapaskah kita diajak untuk secara khusus menyiapkan diri agar kita masing-masing, keluarga dan komunitas kita dapat mengalami Paskah yang sejati, Paskah yang membaharui kehidupan. Masa Prapaskah adalah masa peziarahan rohani yang akan menjadi semakin bermakna kalau ditandai dengan doa yang tekun dan karya-karya kasih yang tulus. Dengan demikian kita dapat memetik buah-buah penebusan yaitu hidup baru yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita. Hidup baru itu akan membuat kita mampu menjalankan nasehat Rasul Paulus, yaitu agar kita melakukan segala sesuatu hanya demi kemuliaan Tuhan :”Jika engkau makan atau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu demi kemuliaan Allah” (1 Kor 10:31). Kita juga berharap, khususnya melalui olah rohani selama masa Prapaskah ini, kita semakin mencapai “kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef 4:13).
2. Masa Prapaskah tahun ini kita jalani ketika kita merayakan Tahun Syukur Keuskupan Agung Jakarta. Dalam rangka Tahun Syukur itu, semboyan yang ingin kita dalami adalah “Tiada Syukur Tanpa Peduli”. Semboyan ini mencerminkan dinamika hidup beriman kita yang kita harapkan menjadi semakin ekaristis. Dalam perayaan Ekaristi kita mengenangkan Yesus yang “mengambil roti, mengucap syukur, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya”. Dengan demikian jelas bahwa bentuk syukur yang paling sesuai dengan teladan Yesus adalah kerelaan untuk “dipecah-pecah dan dibagikan”, seperti roti ekaristi. Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Jakarta telah menyiapkan bahan-bahan yang sangat memadai untuk mendalami makna semboyan “Tiada Syukur Tanpa Peduli”. Keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan bersama yang sudah disiapkan pastilah akan memperkaya, meneguhkan dan menjadikan hidup kita pujian bagi Tuhan dan berkat bagi semakin banyak orang. Kalau Anda karena berbagai alasan, tidak mungkin mengikuti pertemuan-pertemuan pendalaman iman bersama-sama, Panitia Aksi Puasa Pembangunan juga sudah menyediakan bahan “Retret Agung Umat : Perjalanan Rohani Menanti Kebangkitan” yang dapat digunakan secara pribadi.
Saudari dan saudaraku yang terkasih,
3. Kisah Injil yang diwartakan pada hari ini (Mrk 1:40-45) mengajak kita untuk belajar dari Yesus dalam mengembangkan sikap peduli.
3.1. Orang kusta yang diceritakan dalam Injil adalah orang yang tersingkir, orang yang dipinggirkan dalam masyarakat. Penyingkiran ini mempunyai sejarah yang panjang. Ada waktunya – sebelum masa pembuangan, ketika Umat Allah Perjanjian Lama masih merdeka – penyingkiran orang kusta melalui peraturan-peraturan keras tidak dikenal. Baru ketika mereka tinggal di pembuangan dan bergaul dengan orang-orang yang mempunyai peraturan-peraturan mengenai orang kusta, mereka mengambil alih peraturan itu dan diterapkan bagi umat. Peraturan itu amat keras, sebagaimana dikatakan dalam Kitab Imamat :”Orang yang sakit kusta harus berpakaian cabik-cabik, dan rambutnya terurai. Ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru : Najis! Najis!” (13:45), supaya orang lain yang berjumpa atau berada dekat dengan dia menyingkir agar tidak ketularan najis.
3.2. Sementara itu secara jasmani orang kusta dapat sembuh. Namun tidak cukup bahwa ia sembuh. Untuk diterima kembali dalam masyarakat dan ikut dalam perayaan suci kesembuhannya harus dinyatakan secara resmi oleh imam (Im 14:2-32). Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada orang yang disembuhkan-Nya untuk memperlihatkan diri kepada imam. Tetapi proses itu tidak mudah : para imam sulit dijumpai – apalagi ketika ibadah dipusatkan di satu tempat – dan syarat-syaratnya pun sulit dipenuhi oleh orang-orang sederhana.
3.3. Dengan demikian lengkaplah penderitaan yang ditanggung oleh orang kusta itu. Melihat orang yang menderita seperti itulah hati Yesus tergerak oleh belas kasihan (Mrk 1:41). Inilah sebentuk kepedulian yang amat nyata. Selanjutnya sesudah orang kusta itu disembuhkan, dikatakan bahwa Yesus “menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras” (ay 43). Apa maksudnya? Salah satu cara baru untuk memahami hal ini ialah dengan memperhatikan keadaan pada waktu itu, sebagaimana sudah disampaikan. Sering para imam yang berwenang menyatakan orang kusta sudah sembuh – dengan demikian dapat diterima kembali ke dalam masyarakat dan ikut serta dalam upacara-upacara suci – , kurang bersedia melakukannya. Yang sebenarnya jelas dan mudah, menjadi sulit. Wajarlah bahwa Yesus kesal dan berkata keras. Ia sangat kecewa karena imam yang seharusnya membantu orang kusta itu untuk mengalami dan mensyukuri kesembuhannya, malahan menghalanginya. Inilah bentuk kepedulian Yesus yang lain.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
4. Orang kusta yang diceritakan dalam Injil adalah wakil dari sekian banyak saudari-saudara kita yang terpinggirkan pada zaman kita sekarang ini. Mereka itu misalnya adalah saudari-saudara kita yang tidak mempunyai Akte Kelahiran atau Kartu Tanda Penduduk, sehingga tidak bisa memperoleh hak-hak mereka sebagai warga negara; saudari-saudara kita yang dicap dengan stigma yang menutup kemungkinan untuk mengembangkan diri; atau yang lebih kasat mata, mereka yang tinggal di jalanan atau di gerobak-gerobak sampah, yang menjadi korban perdagangan manusia, dan mereka yang secara umum bisa disebut direndahkan martabat pribadinya sebagai manusia. Seperti orang kusta dalam Injil mereka juga berseru mohon disembuhkan. Seruan seperti itu, terwakili misalnya dalam seruan seorang remaja putri jalanan yang diberi kesempatan untuk berbicara dengan Paus dalam kunjungannya ke Filipina baru-baru ini. Sesudah menceritakan riwayat hidupnya sebagai anak jalanan, remaja putri itu berkata, “Bapa Suci, mengapa Tuhan membiarkan anak-anak seperti kami ini dibuang oleh orangtua kami, hidup di jalanan, dilecehkan tanpa ada yang membela kami ….”. Anak itu tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, hanya menangis keras. Dan Bapa Suci pun tidak tahu harus berkata apa untuk menanggapi jeritan hati anak itu selain dengan mendekapnya.
5. Rupanya kenyataan pinggiran seperti ini ada di mana-mana. Oleh karena itu dalam Seruan Apostolik Sukacita Injil, Paus Fransiskus mengajak kita semua untuk pergi masuk ke tengah-tengah kenyataan pinggiran dalam arti yang seluas-luasnya. Ia menulis, “Sukacitanya dalam mewartakan Yesus Kristus diungkapkan baik dengan kepeduliannya untuk mewartakan-Nya ke wilayah-wilayah yang lebih membutuhkan bantuan maupun dengan senantiasa bergerak keluar ke daerah-daerah pinggiran dari wilayahnya sendiri atau ke lingkungan sosial budaya yang baru” ( No. 30).
6. Kita boleh bersyukur karena di keuskupan kita perutusan untuk pergi ke “pinggiran” semakin dikembangkan secara kreatif. Kita yakin, sekecil apapun yang kita lakukan sebagai bentuk syukur dan kepedulian kita, kita melakukannya dalam usaha kita untuk semakin mengikuti Yesus Kristus, dan tentu saja dalam rangka mewujudkan ajakan Bapa Suci Fransiskus untuk pergi ke pinggiran – dalam arti yang seluas-luasnya. Namun kita tidak boleh berpuas diri, kita dipanggil untuk terus mengusahakan yang lebih lagi.
7. Akhirnya, marilah kita saling mendoakan, agar kita masing-masing, keluarga-keluarga dan komunitas kita serta seluruh umat Keuskupan Agung Jakarta terus berkembang dan menjadi pribadi-pribadi, keluarga dan komunitas yang semakin bersyukur serta peduli. Semoga semangat Gembala Baik Dan Murah Hati, semakin mendorong kita semua untuk semakin kreatif mewujudkan syukur dan kepeduliaan kita. Terima kasih atas berbagai peran Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Para Imam dan Frater, kaum muda, remaja serta anak-anak dalam kehidupan Gereja Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai bersama. Berkat Tuhan selalu menyertai kita semua, keluarga-keluarga dan komunitas kita.
+ I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta
DOWNLOAD SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2015 USKUP SUHARYO