Home Blog Page 100

KWI: CITA-CITA KEBANGSAAN PANCASILA DAN UUD’45 TETAP JADI LANDASAN

KWI : CITA-CITA KEBANGSAAN PANCASILA DAN UUD’45 TETAP JADI LANDASAN

KWI : CITA-CITA KEBANGSAAN PANCASILA DAN UUD’45 TETAP JADI LANDASAN
Muliawan Margadana (batik) Menjelaskan 4 Permasalah Pokok Indonesia

 
Dalam memperingati ulang tahun kemerdekaan NKRI ke-70 Konferensi Waligereja Indonesia  (KWI) menyampaikan refleksi umat Katolik Indonesia. Hal itu diutarakan oleh Ketua KWI Mgr. Ign Suharyo di Jakarta 14 Agustus 2015. Meski kecil namun umat katolik berperan baik dalam memperjuangkan kemerdekaan sekaligus mengisi kemerdekaan RI. “Karena itu ada beberapa umat katolik yang menjadi pahlawan maupun penerima penghargaan dari pemerintah atas jasa mereka,” ujar Mgr. Suharyo.
Kali ini pun dalam memperingati hari istimewa kemerdekaan RI ke-70 ingin memberikan sumbang pikiran dalam memperjuangkan dan mujudkan cita-cita kebangsaan RI yaitu Pancasila dan UUD’45. “Meski sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintah, pebisnis, masyarakat dan kelompok kemasyarakatan namun banyak juga yang belum mendapat tanggapan dengan baik baik oleh pemerintah, pebisnis maupun kelompok-kelompok masyarakat. Seluruh permasalahan yang ada menurut umat katolik harus diatasi dengan kembali ke cita-cita kebangsaan RI dan tonggak sejarah yang sudah ditorehkan pendahulu kita ,” tegas Mgr. Suharyo. Mgr. Suharyo memberi contoh tonggak sejarah yang pernah ada yaitu pada  1908 : Kebangkitan Nasional, pada  1928: Sumpah Pemuda, pada 1945 : Proklamasi Kemerdekaan Indonesia  dan landasan negara kita UUD ’45 dimana dalam pembukaan tertera Pancasila.
Bila kita setia dengan cita-cita kebangsaan kita dalam menghadapi dan mengatasi berbagai keprihatinan dan permasalahan  maka harapan untuk lebih maju masih terbuka luas. Setidaknya KWI merumuskan 4 permasalahan fundamental yang menghambat pemenuhan hakikat kemanusiaan dan perkembangan peradaban bangsa Indoesia yang majemuk. “Inilah yang mengakibatkan banyak anak bangsa ini yang belum bisa merasakan cita-cita kemerdekaan meski sudah 70 tahun,” ungkap  Muliawan Margadana, Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA).
Ke-4 permasalahan utama itu adalah : Kemiskinan dan pengangguran, politik , ketimpangan sosial ekonomi, lemahnya penegakan supremasi hukum dan maslah sosial budaya. “Menurut Gereja Katolik salah satu akar pemasalahan utama dan fundamental adalah kurangnya komitmen moral para penyelenggara negara, pemimpin politik dan warga terdidik untuk meujudkan cita-cita kemerdekaan yang diamanatkan oleh pendiri bangsa. Bahkan setelah 70 tahun merdeka  masih dirasakan perlu usaha keras untuk meningkatkan komitmen moral di kalangan penyelenggara negara. Dengan komitmen moral yang kuat akan mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, lolusi, nepotisme dan pragmatism yang menempatkan kepentingan pribadi, golongan dan kelompok diatas kepentingan bangsa,” ungkap Muliawan.
Moral para pemimpin politik   dan penyelenggara negara sering jauh dari upaya meujudkan kedaulatan rakyat, tata kelola yang baik, demokrasi yang substantive. Fungsi check and balances lembaga legislative nyaris tidak ada, bahkan upaya justeru melemahkan kekuatan oposisi di parlemen. Banyak produk legislasi yang tidak aspiratif melainkan penuh muatan kepentingan sempit. Akhirnya digugat oleh masyarakat. Ini terjadi karena rendahnya kualitas anggota parlemen di pusat maupun di daerah. Kembali lagi kondisi ini bagian dari kelemahan proses rekruitmen dan kaderisasi. Pimpinan partai politik terlalu dominan di pihak lain etika dan budaya politik elit politik masih rendah  dan sisitem pertanggungjawaban kepada konstituen yang lemah. Terlihat jelas terjadinya praktik politik transaksional dan berorientasi kekuasaan belaka. Uang menjadi pendorong utama perpitikan bangsa ini sementara semangat gotongroyong dan nilai Pancasila terabaikan. Kondisi ini jauh dari semangat amanat dan pengabdian luhur kepada bangsa. “Dalam situasi seperti inilah gereja katolik berharap para pemimpin di segala lapisan yang memiliki kejujuran kepada diri sendiri, keluarga, rakyat dan bangsa ini serta setia kepada nilai-nilai Pancasila,” tandas Muliawan.
Di bidang ekonomi gereja katolik merasakan besarnya ketimpangan kaya dan miskin baik antarindividu maupun antardaerah. Ini terjadi karena pengelolaan perekonomian negarakurang optimal dalam kurun waktu yang lama.  Ke depan gereja katolik berharap akan terujud perekonomian yang sustainable. Hanya dengan demikian bangsa ini akan mampu menghadapi era globalisasi dan bonus demografi.
Di bidang penegakan supremasi hukum gereja katolik melihat terjadi pelemahan sehingga dirasakan keadilan belum dirasakan masyarakat. Praktik mafia hukum terlihat secara kasat mata dimana-mana sehingga dapat dikatakan dimana-mana terjadi pelanggaran komitmen pro justitia. Bahkan boleh dikatakan terjadi penggadaian hukum demi memperkaya diri. Rakyat muak melihat prkatik-praktik ini dan akhirnya main hakim sendiri.
Di bidang sosial budaya masih terjadi praktik penindasan kepada kaum minoritas dan marginal. Sehingga dipertanyakan dimana peran perlidungan negara terhadap segenap rakyatnya. Bahkan pihak-pihak yang jelas-jelas tidak setia kepada Pancasila bisa melenggang dengan bebas menginjak-injak kebebasan beragama.
Itulah sebabnya Gereja katolik menggunakan kesempatan perayaan penting ini untuk menyampiakan inspirasi dan hasil refleksinya. “Gereja katolik berharap pemerintah dan peara pemimpin bangsa  mulai memperbaiki mentalitas berkuasa dari orientasi proses menjadi yang berorientasi hasil. Akhirnya rakyat Indonesia merasakan perbaikan kualitas hidup yang lebih cepat dan meminimalisasi ekses pembangunan ,” harap Muliawan. Di tengah berbagai kondisi kekinian bangsa Indonesia masih ada optimism dan keyakinan negara akan semakin maju dan sejahtera. “Syaratanya seluruh pimpinan bansa ini besedia melakukan konsolidasi komitmen moral uantuk membangun Indonesia,” tutup Mgr. Suharyo.
Secara spesifik Mgr. Suharyo mengungkapkan bahwa KWI sejak 1997 setiap sidang KWI selalu mengangkat masalah korupsi sebagai keprihatinan prioritas utama. Tetapi KWI hanyalah sarana iman dan moral bukan penegak hukum seperti KPK. Jadi setiap umat diharapkan bisa memberi sumbangsih masing-masing melalui kreativitasnya untuk menumpas praktek korupsi. “Contohnya ada umat yang dengan rela hati mendirikan Lembaga Pendidikan Anti Korupsi. Sasaran yang ingin mereka capai adalah para calon penyelenggara negara. Mereka mendampingi supaya mereka berani mengatakan tidak kepada korupsi. Ada juga yang memberi pendidikan sejak dini bagi anak-anak agar kelak tidak ikut arus melakukan korupsi. Ini semua karena adanya himbauan moral dan iman yang hidup,” ungkap Mgr. Suharyo.
 
Sonar Sihombing
Anggota Seksi KOMSOS KAJ
 

Ketika Menteri Agama Mengundang Paus Fransiskus Datang ke Indonesia

habemus papam, paus baru 2013, fransiskus I, kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina

habemus papam, paus baru 2013, fransiskus I, kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengundang pemimpin tertinggi umat Katolik se-dunia, Paus Fransiskus, ke Indonesia guna membahas berbagai isu, terutama terkait perdamaian dan pencegahan konflik antarumat beragama.
“Dengan segala kerendahhatian, kami mengundang Paus Fransiskus untuk berkenan berkunjung ke Indonesia,” kata Menteri Lukman dalam rangka kunjungan Kardinal Pietro Parolin dari Secretary of State Vatikan di ruang kerjanya di Jakarta, Rabu (12/8/2015).
Lukman mengatakan, kunjungan itu nantinya untuk meneguhkan agar semangat dialog antarumat beragama terus dikembangkan. Selain itu, kunjungan itu juga ditujukan untuk memperlihatkan kehidupan keagamaan di Indonesia dan bertemu dengan umat Katolik di Indonesia.
Menurut Lukman, hubungan baik Indonesia dan Vatikan sudah terjalin sejak lama atau lebih dari 65 tahun. Umat Katolik di Indonesia sendiri jumlahnya cukup banyak, tidak kurang dari tujuh juta jiwa.
Kepada Kardinal, Menteri Agama (Menag) mengaku sangat terbantu dengan keberadaan para pemuka agama, termasuk pemuka agama Katolik dan jajaran keuskupan yang ada di semua provinsi di Indonesia. Mereka dinilai turut menjalankan misi Kementerian Agama dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia.
Menag juga mengatakan, dirinya mengikuti perkembangan upaya-upaya Paus Fransiskus dalam membangun dialog lintas agama melalui media massa.
“Upaya untuk selalu membangun dialog antarumat beragama merupakan sesuatu yang sangat positif, dan kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih atas apa yang selama ini dilakukan oleh Paus Fransiskus yang dampaknya sangat baik bagi Indonesia dan juga dunia,” katanya.
Terkait kunjungan Kardinal Pietro, Menag Lukman menyambut baik kegiatan tersebut. Menurut Lukman, kunjungan pertama Sekretaris Negara Vatikan ke Indonesia ini sangat baik bagi hubungan kedua negara.
Akan disampaikan ke Paus
Kardinal Pietro Parolin menyambut baik dan akan menyampaikan undangan tersebut kepada Paus Fransiskus.
Kardinal Pietro berharap, Paus nantinya berkesempatan untuk berkunjung dan bisa menyaksikan kehidupan beragama di Indonesia.
Pietro juga mengundang Menag Lukman, jika ada kesempatan ke Eropa, untuk berkunjung ke Sekretariat Vatikan di Roma. “Kami sangat tertarik dengan Islam Nusantara,” kata Pietro. (nasional.kompas.com)

DOWNLOAD BUKU Bahan Pendalaman Kitab Suci Lingkungan 2015

bks-kaj 2015 rev 4-1406_Page_01
PENGANTAR BULAN KITAB SUCI 2015
Kita bersyukur kembali bahwa tahun ini kita memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Bulan ini mejadi kesempatan kita “belajar” bersama. Belajar yang dituntun oleh Allah. Belajar untuk membaca sabda. Belajar untuk mendengarkan sabda. Belajar dengan sesama untuk merenungkan sabda. Dan yang lebih utama adalah menghidupi sabda dalam ke- seharian kita. Semangat ini juga yang ingin diwujudnyatakan dalam semboyan Tahun Syukur 2015 di keuskupan tercinta kita.
Bapak uskup Ignatius Suharyo mengatakan demikian dalam Surat Gembala Prapaskah 2015 (membuka Tahun Syukur): Semboyan ini mencerminkan dinamika hidup beri- man kita yang kita harapkan menjadi semakin ekaristis. Dalam perayaan Ekaristi kita mengenangkan Yesus yang “mengambil roti, mengucap syukur, lalu memecah- mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya”. Hidup kita diharapkan semakin ekaristis. Hidup yang siap dipakai Allah dalam semangat syukur, yang siap dipe- cah-pecah dan dibagikan untuk sesama sebagai berkat.
Maka pada tahun ini, kita ingin belajar dari tokoh- tokoh dalam kitab suci. Tokoh-tokoh yang bisa kita jadikan “cermin” bagi hidup kita. Mereka adalah Andreas dan Filipus, Maria Magdalena, Nikodemus dan orang buta dalam Injil Yohanes. Mereka mengalami hidup suka nan duka seperti kita. Mereka mau tekun berproses dalam iman. Dan selalu melibatkan Allah dalam hidup mereka. Demikian juga dengan kita pastinya.
Akhirnya, saya bersyukur dan berterima kasih untuk mereka yang sungguh setia dan tekun dalam mempersiap- kan bahan ini. Khususnya anggota Komisi Kerasulan Kitab Suci KAJ yang didampingi oleh Rm. Yosep Susanto, Pr. Semoga buku pendalaman iman ini berguna dalam mengisi Bulan Kitab Suci 2015. Kami pun sangat terbuka dengan ma- sukan dan harapan yang membangun untuk kami. Tuhan memberkati….
RD. Romanus Heri Santoso
Komisi Kerasulan Kitab Suci KAJ
 

DOWNLOAD BUKU PDF DAN POWER POINT PANDUAN PENDALAMAN KITAB SUCI 

 

BUKU PDF:

KAJ download
 
 

POWER POINT:

KAJ download
 
 

DOWNLOAD Bahan BULAN KITAB SUCI 2015 KAJ

bks 2015
Kita bersyukur kembali bahwa tahun ini kita memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Bulan ini mejadi kesempatan kita “belajar” bersama. Belajar yang dituntun oleh Allah. Belajar untuk membaca sabda. Belajar untuk mendengarkan sabda. Belajar dengan sesama untuk merenungkan sabda. Dan yang lebih utama adalah menghidupi sabda dalam keseharian kita. Semangat ini juga yang ingin diwujudnyatakan dalam semboyan Tahun Syukur 2015 di keuskupan tercinta kita. Bapak uskup Ignatius Suharyo  mengatakan demikian dalam Surat Gembala Prapaskah 2015 (membuka Tahun Syukur): Semboyan ini mencerminkan dinamika hidup beriman kita yang kita harapkan menjadi semakin ekaristis. Dalam perayaan Ekaristi kita mengenangkan Yesus yang “mengambil roti, mengucap syukur, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya”. Hidup kita diharapkan semakin ekaristis. Hidup yang siap dipakai Allah dalam semangat syukur, yang siap dipecah-pecah dan dibagikan untuk sesama sebagai berkat.
Maka pada tahun ini, kita ingin belajar dari tokoh-tokoh dalam kitab suci. Tokoh-tokoh yang bisa kita jadikan “cermin” bagi hidup kita. Mereka adalah Andreas dan Filipus, Maria Magdalena, Nikodemus dan orang buta dalam Injil Yohanes. Mereka mengalami hidup suka nan duka seperti kita. Mereka mau tekun berproses dalam iman. Dan selalu melibatkan Allah dalam hidup mereka. Demikian juga dengan kita pastinya.
Akhirnya, saya bersyukur dan berterima kasih untuk mereka yang sungguh setia dan tekun dalam mempersiapkan bahan ini. Khususnya anggota Komisi Kerasulan Kitab Suci KAJ yang didampingi oleh Rm. Yosep Susanto, Pr. Semoga buku pendalaman iman ini berguna dalam mengisi Bulan Kitab Suci 2015. Kami pun sangat terbuka dengan masukan dan harapan yang membangun untuk kami. Tuhan memberkati….

 
KAJ download

Bentuk Pertama Sakramentali: Benedictiones Invocative

 
KUNJUNGAN PAPUA212
Benedictiones invocative adalah kata bahasa Latin yang memiliki makna seruan yang berisi permohonan berkat. Pemberkatan sakramentali jenis ini tidak mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Tujuan dari pemberkatan ini adalah agar yang diberkati memperoleh perlindungan Tuhan dan/atau dapat digunakan bagi kemuliaan Tuhan serta membantu keselamatan jiwa kita.
Contoh pemberkatan bentuk ini:

  1. Untuk manusia: berkat sebelum perjalanan, berkat salib pada dahi anak, pemberkatan jenasah, pemberkatan keluarga, pemberkatan suami-isteri, pemberkatan anak-anak dalam keluarga oleh orang tua, pemberkatan orang yang bertunangan, pemberkatan Ibu yang akan melahirkan, pemberkatan anak sekolah.
  2. Untuk barang atau benda: pemberkatan rumah, toko, bengkel, gedung (apa pun), alat transportasi, sawah, benih, alat-alat pertanian, pertukangan, kedokteran, ternak, kandang.

Berikut ini adalah contoh doa pemberkatan kendaraan bermotor:
“Allah dan Tuhan kami, kami menghadap hadirat-Mu dan mohon kepada-Mu: sudilah memberkati kendaraan ini dan lindungilah semua orang yang menggunakannya terhadap segala kecelakaan dan malapetaka. Berilah agar di tengah-tengah lalu-lintas di jalan-jalan, kami selalu penuh rasa tanggungjawab.
Jadikanlah kami orang-orang yang penuh perhatian dan rela membantu. Semoga kendaraan ini membantu kami dalam mendatangkan kerajaan cinta kasih-Mu. Semoga dalam segala-galanya, khususnya dalam menggunakan kendaraan ini, kami menjadi saksi-saksi-Mu. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami.” Amin
Berkat yang berisi permohonan seperti ini amat berarti bagi kita untuk membina iman, pengharapan dan kasih kita.
Dibahasakan kembali berdasarkan buku Renungan Bulan Katekese Liturgi, 2015, hlm 14-15 atas ijin penulisnya. + I. Suharyo – Uskup Keuskupan Agung Jakarta.  (*)

Tarekat Suster Fransiskus Misionaris Maria (FMM)

Maria P
Tarekat Suster FMM ini didirikan pada 6 Januari 1877 di Otacamund, India. Pendirinya adalah Helene de Chappotin yang dikenal dengan nama Marie de la Passion yang lahir di Nantes, Prancis pada 21 Mei 1839. Panggilan misionarisnya mengantarnya ke tanah India. Atas petunjuk Paus Pius IX ia pun mendirikan Tarekat Misonaris Maria di India yang mengikuti cara hidup dan spiritualitas St. Fransiskus Assisi.
Panggilan suster FMM adalah menghayati Injil dalam hidup sederhana, gembira dan damai, pembawa damai dalam dunia. Dalam semangat Bunda Maria, para suster FMM menyembah Tuhan Yesus Kristus dengan memusatkan hidup religiusnya pada Ekaristi; Menyerahkan diri sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi seperti Bunda Maria “Ecce” dan “Fiat“. Panggilan FMM yang bercorak aktif dan tetap kontemplatif, menekankan doa yang terpancar dalam karya kerasulan.
Kualitas dari waktu doa pribadi dan komunitas meneguhkan cara hidup misionaris FMM. Di Indonesia mereka banyak berkarya di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan pastoral, sosial-ekonomi dan sebagainya. Di Jakarta mereka hadir di daerah Slippi, Jakarta Barat.
“Wahai kaum mudi Katolik, jika hati anda tergerak menjawab panggilan Tuhan menyerahkan hidup sepenuhnya, maka kami menanti anda di Biara Provinsialat Our Lady of Victories, Kompleks Regina Pacis, Jl. Palmerah Utara 1, Slipi, Jakarta 11480, Tel.: (021) 5482818, Tel. Prov.: (021) 53653707, Website: www.FMM.or.id. (*)

Paroki Harus Memanfaatkan  FKUB

Rm. Antonius Suyadi, Pr (kiri) Perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta.

Rm. Antonius Suyadi, Pr (kiri) Perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta.
Rm. Antonius Suyadi, Pr (kiri) Perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta.

 
Dalam pertemuan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dan Komisi HAAK KAJ dan HAAK Paroki pada 23 Juli 2015 di Katedral Jakarta Rm. Antonius Suyadi, Pr selaku perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta menghimbau agar setiap paroki di KAJ memanfaatkan FKUB.  Secara khusus dia meminta agar para pegiat di seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) paroki menjalin kerjasama dengan perwakilan FKUB KAJ di wilayah masing-masing. “Di setiap wilayah FKUB DKI Jakarta, KAJ telah menetapkan perwakilannya. Diharapkan masing-masing paroki berkoordinasi dengan mereka sesuai dengan wilayah masing-masing. Sebab perwakilan di wilayah FKUB ini adalah sekaligus perwakilan KAJ,” tandas Rm. Suyadi.
Lebih jelasnya Rm. Suyadi mengatakan kalau ada kegiatan HAAK di paroki atau dekenat silahkan mengundang perwakilan KAJ di FKUB di wilayah masing-masing. “Hal ini akan lebih memperlancar komunikasi dan informasi antara gereja dengan FKUB sekaligus bagian dari koordinasi pegiat kemasyarakatan kita,” lanjut Rm. Suyadi.
Rm.Suyadi juga menginformasikan bahwa KAJ saat ini sedang membentuk Tim Pembangunan KAJ. Beberapa diantara anggota  tim itu adalah perwakilan KAJ di FKUB. “Memang tim ini belum selesai pembentukannya tetapi sudah bekerja keras membantu beberapa paroki dalam pengurusan perijinan seperti Paroki Kampung Duri, Paroki MKK, Paroki Cileduk dan Wisma Samadi,” lanjut Rm. Suyadi.
Lewat koordinasi tiap wilayah akan memudahkan kita untuk menggalang langkah-langkah kongkrit membangun hubungan baik dengan pihak-pihak lain.  Seperti dalam memberikan penjelasan prinsip-prinsip umum Katolik sehingga pihak lain semakin mengenali siapa Katolik itu. Dengan pengenalan itu tidak ada muncul lagi saling curiga seperti isu katolikisasi. “Misalnya menjadi Katolik itu sangat susah harus belajar satu tahun dan harus lulus. Atau menyumbang orang miskin adalah kewajiban gereja dengan menyisihkan sebagian dana gereja dan gereja tidak pelit. Atau menjawab mengapa gereja Katolik bagus-bagus, karena umat maunya tempat beribadatnya bagus. Untuk itu dilakukan kolekte setiap ibadat bahkan tiap keluarga dibebani dana pembangunannya…dst,” jelas Rm. Suyadi.
Bahkan menurut Bambang Winarso, perwakilan KAJ di FKUB Jakarta Utara mengatakan sangat perlu menjalin hubungan dengan semua pihak. Dengan demikian kita bisa menjelaskan berbagai kegiatan di lingkungan dan bukan di gereja. Seperti latihan koor yang akan dibawakan di gereja, doa untuk orang meninggal seperti tahlilan, doa syukuran ulang tahun, pemberkatan rumah, kegiatan di bulan tertentu seperti Rosario di bulan Maria.
Hingga kini masih ada penolakan kehadiran gereja di 12 lokasi. “Dan tiga diantaranya adalah gereja katolik KAJ yaitu Gereja Damai Kristus, Jl. Duri Selatan V (Jakarta Barat), Gereja St. Bernadet, Jl. Matahari Pinang dan Gereja Stanislaus Kostka (Kranggan Bekasi),” ungkap Rudy, perwakilan KAJ di FKUB bersama Rm. Suyadi.
Dalam kesempatan ini juga Rm. Suyadi menyampaikan hasil pertemuan FKUB Provinsi DKI Jakarta dengan Kapolda Metro Jaya dan Kodam Jaya yang juga dihadiri ormas-ormas garis keras seperti FPI, FBR, Forkabi pada 21 Juli 2015 lalu di Polda Metro Jaya. “Kita tak perlu membuat suasana makin riuh. Biarkan saja pejabat di Papua menyelesaikannya. Karena kalau suasana makin panas akan ada pihak-pihak yang memperkeruh suasana. Sehingga akhirnya masalah ini  dibawa ke sidang PBB dan ini berbahaya buat NKRI. Boleh jadi Papua akan lepas dari Indonesia. Jadi permasalahan ini bukan hanya tampak di permukaan tetapi ada lagi di balik itu,” ungkap Rm. Suyadi mengutip pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian, mantan kapolda Papua.
Pernyataan Tito ini tampaknya menyadarkan  semua pihak sehingga semua bersepakat untuk menjaga kesatuan NKRI dengan tidak memperkeruh suasana. Kelompok-kelompok berkepentingan tidak akan berlomba-lomba mengirimkan utusan ke Papua.
Selain bertemu dengan Kapolda Metro Jaya dan Kodam Jaya, FKUB juga bertemu dengan pihak BIN Daerah DKI Jakarta di Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Pihak BIN DKI Jakarta menjelaskan kejadian di Tolikara dan langkah-langkah mengantisipasi agar tidak merembet ke Jakarta.
Sementra itu Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo dengan tegas mengatakan bahwa yang tahu persis mengenai seluruh informasi Tolikara adalah Keuskupan Papua. “Hendaknya umat juga menahan diri untuk tidak ikut-ikutan memberi opini. Kita percayakan seluruhnya ke Keuskupan Papua,” himbaunya.
 
Sonar Sihombing
Sie HAAK Paroki St. Perawan Maria Ratu (Blok Q) Jakarta.
 

Lebaran di Vatikan, sebagian besar dihadiri pastor dan suster

Budiarman Bahar (kiri) menjabat tangan Paus Fransiskus dalam sebuah acara di Vatikan. (Dok KBRI Vatikan)

Budiarman Bahar (kiri) menjabat tangan Paus Fransiskus dalam sebuah acara di Vatikan. (Dok KBRI Vatikan)
Budiarman Bahar (kiri) menjabat tangan Paus Fransiskus dalam sebuah acara di Vatikan. (Dok KBRI Vatikan)

Budiarman Bahar bertugas di Roma sebagai Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan sejak 21 Desember 2011. Seharusnya, masa tugas Budiarman mewakili Indonesia terhadap kewenangan tertinggi Gereja Katolik dunia itu sudah selesai tahun ini. Namun, dia masih harus tetap tinggal di sana karena pejabat penggantinya belum ditetapkan Kementerian Luar Negeri.
’’Putri saya pulang sejak Juni lalu karena saya kira saya bakal pulang dalam waktu dekat. Tapi, ternyata saya masih harus menghabiskan puasa dan Lebaran di sini lagi,’’ tutur Budiarman, seperti dilansir  jawapos.com.
Meski begitu, suami Hetty Bahar tersebut tidak mempermasalahkan harus memperpanjang tugasnya di negara terkecil dunia itu. Dia sudah cukup bersyukur bisa menyelesaikan tugas di Vatikan dengan baik dan mendapat ’’bonus’’ beberapa saat sambil menunggu Dubes pengganti.
Nah, tahun ini Budiarman bersama keluarga harus kembali menjalankan ibadah puasa dan berlebaran di Vatikan. Menurut diplomat murni itu, tidak ada yang berbeda secara signifikan dalam berpuasa dan berlebaran di kota suci bagi umat Katolik itu. Umat Islam di sana bebas menjalankan ibadah yang dituntunkan agama.
”Meski di sini umat Islam termasuk minoritas, kami bebas beribadah. Tidak ada larangan apa-apa. Bahkan, kami dihormati,” ujarnya.
Luas Vatikan hanya 44 hektare dengan penduduk 800 jiwa yang tinggal di kota itu. Memang, tercatat pula sekitar 2.200 warga lainnya. Namun, mereka tinggal di luar Vatikan, misalnya di Roma dan kota-kota lain di Italia. Termasuk para kardinal dan 82 kantor kedutaan besar untuk Vatikan.
KBRI sendiri berada di Via Marocco Nomor 10, Roma, yang berjarak 50 menit dari Vatikan. Sebagai Dubes RI untuk Vatikan, Budiarman dan para Dubes negara lainnya sering mendapat undangan untuk mengikuti upacara-upacara yang terkait dengan agama Katolik. Misalnya perayaan Natal dan Paskah. Dia pun mengaku beruntung selama empat tahun bertugas di sana bisa menyaksikan secara langsung upacara-upacara yang dipimpin pimpinan tertinggi di Takhta Suci Vatikan itu.
”Selain saya, banyak juga Dubes dari negara Islam seperti Iran, Mesir, dan Libya. Kami biasanya berkumpul untuk menyaksikan dan mengikuti prosesi upacara itu,” papar diplomat yang pernah bertugas di Meksiko, Spanyol, Korea Selatan, Yaman, Turki, dan Australia tersebut.
Budiarman juga menceritakan pengalamannya berpuasa dan berlebaran di Vatikan. Menurut dia, memang tidak ada perbedaan dalam tatanan kehidupan masyarakat Vatikan selama Ramadan. Maklum, hampir 100 persen warga Vatikan merupakan pemeluk Katolik. Meski begitu, dia dan keluarga bisa menjalankan ibadah tersebut dengan baik. Apalagi, di Vatikan ada budaya, saat menjamu tamu tidak perlu memberikan suguhan air maupun jajanan.
”Sehingga saya tidak perlu susah-susah menolak untuk tidak meminum atau memakan jajanan karena sedang berpuasa. Toh, di sana budaya menjamu tamu tidak ada,” terangnya.
Bukan hanya pemerintah Vatikan, warga negara Indonesia (WNI) yang berada di bawah naungan KBRI Vatikan juga punya toleransi tinggi. Untuk diketahui, KBRI Vatikan saat ini menaungi 1.530 WNI. Jumlah itu hampir sama dengan WNI yang dinaungi KBRI Roma. Yang berbeda, semua WNI yang dinaungi KBRI Vatikan adalah pastor dan suster yang bertugas di gereja-geraja Katolik sekitar Roma dan di dalam Kota Vatikan.
Untuk staf KBRI, hanya dua orang yang beragama Islam. Sisanya merupakan pemeluk Katolik. Namun, hal itu tidak menghalangi Budiarman dan staf muslim untuk melakukan tradisi saat Ramadan dan Lebaran. Misalnya, mereka mengadakan acara buka bersama atau halalbihalal saat Lebaran tiba. Uniknya, yang datang dalam acara itu kebanyakan para pastor dan suster.
”Itulah toleransi antarumat beragama yang konkret. Mereka (pastor dan suster) akan datang bila diundang dalam acara-acara tradisi umat Islam itu. Seperti halnya bila mereka datang untuk acara sosialisasi pemilu atau perayaan hari kemerdekaan RI,” beber Budiarman. ”Saat buka bersama ditutup dengan doa secara Islam, mereka ikut dengan khusyuk berdoa dengan cara mereka sendiri,” tambahnya.
Menurut rencana, KBRI Vatikan mengadakan acara halalbihalal pada 25 Juli. Seperti biasa, KBRI mengundang seluruh WNI di bawah KBRI Vatikan, termasuk para pastor dan suster. ”Kami baru bisa mengadakan halalbihalal 25 Juli nanti karena suster dan pastor baru bisa keluar gereja saat akhir pekan,” ucapnya.
Meski begitu, Budiarman tak menampik bahwa dirinya memang rindu suasana berpuasa dan berlebaran di tanah air. ”Saya kangen sekali mendengarkan pukulan tiang listrik untuk membangunkan orang sahur pada pukul 03.00. Memang sederhana, tapi suara itu sungguh membuat saya rindu suasana Ramadan seperti itu.” (indonesia.ucanews.com)

Tumbuhkan Sikap Kerendahan Hati

15-Juli-KWI-R-702x336Kesombongan menyebabkan seseorang tidak mampu merasakan kebaikan dan kasih Allah. Karena semua hal yang dimiliki, mereka akui sebagai hasil dari kerja keras dan kehebatan intelektual mereka semata. Mereka tidak pernah bersyukur kepada Tuhan, bahkan mengecilkan peran Tuhan di dalam hidup mereka. Lambat laun kesombongan akan menyeret mereka menuju jurang kehancuran. Kepandaian atau kehebatan yang dimiliki tidak akan mampu menyelamatkan mereka dari kebinasaan kekal.
Sebaliknya, orang yang rendah hati memiliki hati yang tulus dan murni. Mereka menyadari betapa miskinnya mereka di hadapan Tuhan sehingga mereka selalu menggantungkan hidupnya hanya kepada Tuhan. Sikap seperti inilah yang memungkinkan Tuhan berkarya dengan leluasa di dalam hidup mereka.
Mari kita menjadi murid-murid Kristus yang bijak dan rendah hati, senantiasa mengucap syukur di dalam segala kondisi. Dengan selalu mengandalkanNya, kita akan dimampukan untuk berjalan dengan iman yang hidup di dalam setiap langkah kehidupan kita. (Mirifica.net)

Ketika Paus Merangkul Semua dalam Ensikliknya “Laudato Si”

laudato si, makna laudato si, ensiklik ladato si, pesan laudato si, inti pesan laudato si, sumber laudato si, isi laudato si, kidung saudara matahari, paus fransiskus, santo fransiskus assisi
Kamis, 18 Juni 2015 lalu Paus Fransiskus mengeluarkan ensikliknya mengenai lingkungan hidup. Paus Fransiskus memulai ensikliknya dengan “Kidung Sang Surya”, hymne Santo Fransiskus dari Assisi, biarawan abad ke-13 yang mendedikasikan hidupnya untuk kaum miskin dan yang ditetapkan Gereja Katolik sebagai santo pelindung lingkungan. Surat berisi ajaran otoritatif Gereja itu dimaksudkan untuk memulai kembali pembicaraan global tentang perlindungan “rumah bersama kita” dari ancaman perubahan iklim.
Ensiklik bertajuk ‘Laudato Si’ (Praise Be to You) itu merupakan seruan profetik Paus kepada pemerintah berbagai negara, agama-agama, pelaku bisnis, dan setiap orang untuk bersama-sama berupaya mengatasi tantangan perubahan iklim. Dalam dokumen tersebut Paus menawarkan visi perubahan mengenai relasi manusia dengan alam sekaligus relasi antarmanusia.
Sebagaimana dilakukan paus-paus terdahulu, dalam ‘Laudato Si’ Paus Fransiskus mengutip sumber-sumber otoritatif yang lazim digunakan dalam penulisan ensiklik, seperti kitab suci, ensiklik-ensiklik sebelumnya, dan tulisan orang kudus besar dan berpengaruh.
Namun, berbeda dari para pendahulunya, Paus juga mengutip sumber-sumber yang tidak otoritatif atau yang tidak lazim. Antara lain, ia mengutip pernyataan sejumlah konferensi nasional para uskup serta sumber-sumber dari luar Gereja Katolik, seperti tulisan seorang mistikus Muslim.
Mengacu pada tradisi, sumber otoritatif dalam penulisan sebuah ensiklik terbatas pada ajaran resmi Gereja, yaitu kitab suci, katekismus Gereja Katolik, tulisan orang kudus besar, dan ajaran-ajaran sosial paus sebelumnya. Dalam kaitan itu, catatan kaki pada sebuah ensiklik memainkan peran khas, yakni memberitahukan pembaca tentang kesinambungan atau kesejalanan isi ensiklik tersebut dengan ajaran resmi Gereja.
Pembatasan sumber-sumber otoritatif itu tidak lepas dari pandangan Gereja Katolik tentang kedudukan seorang paus sebagai guru atau pengajar utama doktrin Gereja Katolik serta pembagian peran yang tegas antara guru dan murid.
Dengan kedudukan paus yang istimewa itu, ajaran paus tidak perlu mengacu pada sumber-sumber di bawahnya, pernyataan konferensi nasional para uskup misalnya, apalagi sumber-sumber dari luar Gereja. Selain mengacu pada kitab suci sebagai sumber utama atau tulisan orang kudus berpengaruh, seorang paus hanya perlu mengacu pada ajaran para paus terdahulu, yang berkedudukan setara dengannya.
Tradisi itu ditinggalkan Paus Fransiskus. Sebagaimana terlihat pada catatan kaki Laudato Si’, lebih dari 10 persen dari 172 catatan kaki ensiklik itu berisi kutipan dokumen konferensi nasional para uskup di belasan negara. Terdapat juga kutipan dokumen konferensi regional para uskup di dua wilayah yang paling parah menanggung dampak perubahan iklim, yakni Konferensi Para Uskup Amerika Latin (CELAM) dan Konferensi Para Uskup Asia (FABC).
Paus juga mengutip beberapa pemikir Katolik yang berpengaruh, seperti Romano Guardini dan Teilhard de Chardin. Sementara, pada bagian lain ia mengutip buku berisi pikiran dan refleksi Patriark Bertolomeus, pemimpin Gereja Ortodoks, tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim.
Tidak hanya itu. Paus juga menggunakan dokumen PBB serta tulisan seorang mistikus (sufi) Muslim abad ke-19. Adapun, dari sufi bernama Ali al-Khawas itu Paus mengutip konsep tentang makna mistik alam.
Penggunaan referensi atau sumber-sumber tidak lazim ini menyampaikan beberapa hal penting terkait visi Paus Fransiskus. Pertama, dengan mengutip pernyataan konferensi para uskup, Paus Fransiskus membuka pintu bagi otoritas Gereja yang lebih terdesentralisasi. Secara tidak langsung Laudato Si’ merupakan pengakuannya terhadap kompetensi magisterial (mengajar) konferensi atau sinode para uskup, pada level nasional, regional, maupun internasional, dalam pembentukan ajaran sosial Gereja Katolik.
Kedua, Paus Fransiskus memperlihatkan solidaritasnya pada negara-negara miskin dan berkembang yang umumnya ada di belahan bumi bagian selatan. Dengan mengutip pernyataan konferensi para uskup, yang sebagian besar berasal dari negara-negara di belahan selatan, ia membuat “suara dari selatan” lebih didengar di panggung debat global yang cenderung didominasi “suara dari utara”.
Dan ketiga, dengan mengutip pemimpin Gereja Kristen lain dan sufi Muslim, Paus Fransiskus mendorong dialog ekumenis dan antariman mengenai spiritualitas bersama agama-agama. Sekaligus dengan cara itu ia mengundang semua orang untuk mengatasi dan keluar dari diri/kelompok sendiri demi meningkatkan kualitas relasi dengan siapapun sekaligus dengan alam dan Pencipta. (sumber: Time, Cruxnow, America Magazine, & NotaNostra)

Terbaru

Populer

Open chat
Butuh Bantuan?
Adakah yang bisa kami bantu?