“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”(Mat.19:6)
mengasihi itu tidak pernah berpura-pura
sebab keluarga bukanlah sandirawa
yang sedang dimainkan
oleh orang-orang yang berjanji setia
Keluarga Katolik yang terkasih, Februari selalu menjadi bulan keluarga bagi kita semua. Ada acara Valentine’s day, ada acara Imlek, yang semuanya mempunyai tema sama: keluarga sebagai tempat persemaian kasih. Membayangkan valentine’s day selalu dengan nostalgia percintaan dan kasih-kasihan yang menentramkan mimpi. Tetapi perjuangan pada saat berkeluarga adalah tantangan yang tak akan pernah berhenti dibahas.
Selamat Hari Raya Imlek untuk Anda yang merayakan dan selamat Hari Kasih Sayang untuk kita semua! Saya merasa senang menyapa Anda dengan berita kasih, karena di sana saya membagikan apa yang selalu menjadi impian saya bagi seluruh keluarga di Keuskupan Agung Jakarta ini. Rukun dan saling mencintai di dalam keluarga adalah mimpi yang bisa diwujudkan.
Kadang saya berpikir bahwa kesetiaan pada satu orang itu suatu bakat. Saya benar-benar bertanya, mengapa orang sulit untuk setia kepada pasangannya, sedangkan yang lain bisa setia sampai di usia perkawinan yang sangat panjang? Apakah ada orang-orang tertentu yang tidak berbakat menikah dan artinya dia tidak cocok menikah dengan seorang saja di dunia ini? Saya ikut bahagia menyaksikan mereka yang bisa setia kendati hidup tidak selalu mudah dilalui berdua.
Keluarga-keluarga Katolik terkasih, Gereja tidak pernah salah membuat peraturan dan hukum yang menjabarkan bagaimana kasih harus dilakukan. Gereja ingin kasih itu tampak jelas melalui kesetiaan. Orang yang kita pilih adalah manusia biasa, tidak pernah sempurna. Kalau kita menjalankan hukum kasih dengan sadar dan tulus, maka kekuatan untuk setia dan tidak terbagi lebih mudah dilakukan.
Hanya memang kebanyakan pasangan tidak selalu dapat menjalankan prinsip-prinsip hidup bersama dengan damai sejahtera. Mereka sering tidak mengerti bagaimana menjalani hidup berdua dengan saling mencintai, pengertian tak terbatas, pengampunan tak terbatas, penguasaan diri tak terbatas, penerimaan tak terbatas, dengan kelembutan, kemurahan hati, kebaikan, dan kemauan untuk terus melakukan komunikasi satu sama lain. Sebenarnya, ketidakmengertian itu tidak harus menjadi halangan.
Mengikuti retret dan rekoleksi bagi pasangan katolik belum menjadi habit. Pasangan banyak yang lebih memilih menjalani nasib sebagai orang yang awam, tak punya pengetahuan hidup bersama dan komunikasi yang sepadan dan penuh kasih. Mereka lebih suka disembuhkan oleh waktu, sementara waktu itu sulit dating karena satu sama lain kurang terbuka dank eras hati. Masalah jadi berlanjut menjadi kekeringan. Seandainya mereka tahu bahwa masalah tidak harus terjadi jika mereka mendapat kesempatan untuk mendapatkan inspirasi, tentu mengasihi dan hidup bersama tidak lagi menjadi kesulitan yang memakan energy teramat banyak.
Banyak masalah telah dilalui oleh para ahli, diteliti, dicoba, diterapkan, dan akhirnya dirumuskan untuk menjadi pedoman sehari-hari. Semuanya itu bisa dilakukan dengan senang hati melalui latihan-latihan rohani dan ”latihan hidup” yang diajarkan dan diinspirasikan dalam rekoleksi atau retret. Tetapi siapa yang mau menekuni prosesnya? Masih banyakkah orang yang peduli pada perkawinannya? Masih maukah mereka menerima kiat-kiat dan bahkan usaha penyembuhan pada hidup perkawinan mereka?
Saya menghimbau agar Anda bersama pasangan, dan bahkan kalau perlu bersama anak-anak, menyediakan waktu untuk mengikuti rekoleksi atau retret atau seminar keluarga setahun minimal sekali. Keikutsertaan ini adalah sebuah investasi dan tindakan preventif sebelum masalah terjadi. Dalam program-program itu, Anda berdua akan memperoleh cara baru untuk mengatasi kesulitan bicara, memaafkan, memahami, menerima kekurangan, dan membangun intimitas yang seharusnya bagi pasangan menikah.
Mengapa Anda belum terbuka hatinya? Saya masih berpikir positif bahwa Anda sibuk. Saya ingin menerima suatu kenyataan bahwa Anda sangat kekurangan waktu dengan pekerjaan dan profesi Anda dalam hidup sehari-hari. Saya ingin mengerti bahwa untuk acara-acara seperti ini ada dana yang harus Anda sediakan. Tetapi saya juga ingin Anda jauh dari masalah yang membawa Anda pada budaya kematian, seperti perceraian, perpisahan, pemukulan, perselingkuhan, atau perawatan yang buruk pada pasangan dan anak-anak Anda. Sungguh Anda membutuhkan itu semua. Setiap tahun, sekurang-kurangnya, Anda berdua mengikuti rekoleksi atau retret bersama.
Hati saya sangat sedih melihat Anda berdua-dua, kadang sendirian juga, dating kepada saya maupun kepada para imam di paroki Anda untuk mendapatkan inspirasi ketika masalah sudah begitu sulit diperbaiki. Saya melihat banyak masalah bisa dipangkas, jika kita mempunyai waktu untuk belajar menangani keluarga kita. Sungguh, saya masih percaya bahwa ajaran Gereja adalah ajaran yang masuk akal dan benar: kita setia pada orang yang kita pilih untuk menjadi pasangan kita seumur hidup.
Keluarga-keluarga terkasih, semoga Anda tetap teringat akan perlunya menjaga cinta bagi Anda berdua. Anda tidak lupa menyertakan sentuhan, pelukan, belaian pada orang-orang terkasih Anda, kan? Anda juga masih suka memuji pasangan, kan? Anda masih memberi waktu berkualitas bagi pasangan dan anak-anak, kan? Anda juga masih suka memberi orang-orang tercinta hadiah, kan? Dan anda masih setia melayani keluarga tanpa keluhan dan kata-kata kesal, bukan? Jika ini Anda lakukan dengan disiplin dan penuh ketulusan, barangkali Anda sudah dapat melanjutkan relasi Anda dalam situasi rukun dan damai.
Selamat menjalani hidup berkeluarga! Jalanilah hidup yang baik, setia, tekun berdoa, dan mengusahakan hidup bersama yang saling membuat rasa nyaman. Tuhan tidak tidur melihat umat-Nya yang tekun berharapan baik. Tuhan melihat hati! (I Sam.16:7). Lanjutkan hidup keluarga Anda dengan tetap memegang iman: Allah memberkati dan melindungi keluarga Anda. Jangan takut, sebab janji Tuhan selalu digenapi dengan damai sejahtera.(Yos.23:14).
Rm. Alexander Erwin Santoso MSF